Pertemuan Pertama

9 1 0
                                    

Aku melihatnya pertama kali diperpustakaan pusat. Saat dia sedang membaca buku didekat jendela. Dia menyelipkan rambutnya kesamping, dan entah mengapa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku kepadanya. Semenjak saat itu, aku mencoba mencari tahu tentang dirinya. Diam-diam aku mengikutinya hingga aku tau bahwa dia berada di fakultas sastra.

Aku tak pernah absen untuk sekedar melihatnya pulang dari kampus. Aku tau dia menaiki bus untuk menuju rumahnya. Aku belum memiliki keberanian untuk sekedar menyapanya ataupun mendekatinya. Mungkin karena bahkan kita bukan satu fakultas yang sama. Namun, aku melihat hari itu turun hujan, dia berdiri disamping bangunan dan terlihat gelisah. Benar sekali bahwa dia harus mengejar bus terakhir yang akan lewat sebentar lagi. Dan entah angin apa yang membawaku kepadanya. Tapi, aku sudah terlanjur berdiri dihadapannya, akhirnya aku menyodorkan payung merahku dan mengatakan kepadanya untuk memakainya. Dia hanya terdiam. Akupun menghela nafas. Aku meraih tangannya untuk meletakkan payung tersebut dan kemudian pergi begitu saja. Tidak berapa lama, ia mengejarku, dan aku mencoba bersembunyi dibalik semak-semak.

Aku laki-laki tapi itu sangat malu, bahkan aku memegang tangannya.

Setelah beberapa hari, aku terkejut saat ia memangil namaku di lobby fakultasku. Aku lebih terkejut lagi dia mengetahui namaku. Bahkan aku tidak bisa tidur semalaman hanya karena terlalu bahagia dia mengetahui namaku.

Indahnya.

Itu adalah pertemuan kita yang mengawali pertemuan-pertemuan berikutnya. Hingga kini aku berada disemester akhir dan menunggu untuk wisuda, aku masih bersamanya.

"Hey kenapa kau menundukkan kepala ?" tanyaku disaat bianglala berhenti diatas.

"Kau bahkan tak tau betapa malunya aku padamu." Jawabnya.

"Kenapa harus malu ? Bukankah kita sepasang kekasih?"

"Tapi kau tidak bisa seperti itu." Ucapnya.

"Kenapa ?"

"Euh- kar-karena, karena .." Jawabnya terbata dengan bola mata bergerak gelisah.

"Karena apa ?"Ucapku mendesaknya, aku tau dia sedang merona.

"Ihh, kau tidak tau seberapa kerasnya aku harus menahan jantungku untuk tidak berdebar sebegitu kencangnya, itu gara-gara kamu bodoh... . Upss" Dia menutup mulutnya tiba-tiba.

"Na ah. Kan, aku tau kamu jatuh cinta lagi dan lagi kepadaku. Tidak apa jika aku juga jatuh cinta lagi dan lagi kepadamu. Bukankah kita impas sekarang ? Apapun itu aku suka setiap kejujuranmu kepadaku."

Dilla terdiam. Aku meraih tanganya dan mengusapnya lembut.

"Ini adalah hal yang Tuhan kirimkan kepadaku, aku bahkan tidak bisa berhenti untuk bersyukur kepada-Nya. Aku tidak tau harus mengatakan apalagi akan keindahan hatimu. Aku jatuh cinta padamu dengan ketulusanku. Kita sudah lama bersama, dan tak ada kata lagi untuk menggambarkan betapa bahagiannya hatiku."

Aku mendekatkan wajahku kepadanya. Dia masih terdiam dengan wajah sedikit terkejut.

"Oleh karena itu, Dilla."Ucapku berbisik di depan wajahnya.

"Aku akan menikahimu."

"Ayo kita menikah, dan aku akan mengatakan kepada dunia bahwa kau adalah miliku." Ucapku bebisik dan kuakhiri dengan kecupan lembut ditangannya.



"Aku tidak bisa untuk tidak mengatakan bahwa Aku bahagia bersamamu, karena kamu adalah bagian dari sisi hatiku." –Reza

"Ya, Aku tidak bisa untuk jauh darimu. Oleh karena itu Aku akan mengikutimu bahkan hingga ke ujung dunia sekalipun, lelaki payung merahku." 
Dilla


End

Serenity in blue

2019

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LELAKI PAYUNG MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang