Madrasah Impian.

39 5 7
                                    

"Tapi aku bahagia belajar bersama mereka pak, bersama mencari ilmu syari'at, pengobat hati.
Sejenak membuatku melupakan urusan duniawi, dan rindu akan ilahi."
***
Nichlah Najiyyah, itu namaku, indah ya? Namun tak seindah akhlaqku.
Aku tinggal disuatu desa, ya bisa dikatakan pedalaman, tepatnya di bawah naungan pegunungan yang entah apa namanya, indah membentang. Keluargaku sederhana namun penuh kebahagiaan, itu karna kami saling menghormati.
Bapakku seorang petani, ibuku juga buruh tani, aku biasa memanggilnya 'Emak', kuno ya? tapi itulah panggilan terindah bagiku.
Nina, begitulah orang-orang memanggilku, seorang remaja berumur 18 tahun yang beranjak dewasa di seper sekian detik.
Tiga tahun yang lalu, aku lulus SMP dengan nilai yang sangat memuaskan, tidak hanya satu sekolah yang menawarkan beasiswa kepadaku, termasuk juga sebuah MA dan SMA terfavorit sekabupaten. Tidak seperti mereka yang antusius ingin mengejar bangku SMA hingga perkuliahan, justru tidak ada minat sedikitpun terselip dalam hatiku, aku hanya ingin menjadi wanita yang tau agama, aku ingin tau cara menjadi mar'ah yang dirindukan jannah, aku ingin tholabul ilmi nafi', bukan hanya sekedar tau rumus-rumus ipa ataupun matematika.
Yang jelas aku ingin sekolah di sebuah madrasah salafiyyah. Memelajari kitab kuning, menghafal nadhom-nadhom, bahkan jika bisa aku berniat menghafal kalam-kalam-Nya, Azza wa Jalla.
Kebetulan sejak kecil aku sangat ingin belajar di sebuah madrasah salaf terbesar dikota santri yang tidak jauh dari desa kecilku, Madrosah Diniyyah Hidayatush Shibyan, itu namanya, Lembaga pendidikan yang terkenal sangat kental dengan kitab-kitab salafnya, madrosah dengan ribuan santri baik putra maupun putri yang berdiri di bawah asuhan Yai Muchammad Arif Hidayatulloh Al-Chajj, Yai yang terkenal berwibawa,ramah, dan sangat khas dengan candaannya yang ramah.
Tapi bapak enggan memenuhi keinginanku, beliau ingin aku mengambil beasiswa itu, kuliah, lalu menjadi orang sukses dikemudian hari.
"Dari kecil Nina ndak pernah minta apapun to pak? Tapi untuk kali ini, Nina mohon, izinkan Nina." Pintaku hari itu. Bapak hanya terdiam dan pergi meninggalkanku tanpa mengatakan ya ataupun tidak. Aku sedih, sangat sedih. 4 hari kulalui tanpa menyentuh nasi atau obat sebutirpun, penyakitku kambuh, sakit memang, tapi karena ini semua Alchamdulillah bapak tiba-tiba mau mendaftarkanku di madrasah ini, Madrasah impianku.
"Makasih pak, Nina sayang bapak. Nina janji in syaa Alloh akan belajar sungguh-sungguh dan berusaha mengamalkan semua yang diajarkan di sana, agar amalkupun mengalir kepada bapak, mendekatkan bapak dengan jannah-Nya,in syaa Alloh."
Senyum mengembang di sela wajah bapak yang mulai keriput dimakan usia, senyum yang teduh.
Aku mulai sadar, usiaku tak lagi muda, bukan lagi anak-anak yang hanya asyik dengan canda dan permainan-permainan konyolnya, hari ini petualanganku di mulai.
***

Sahabat wattpad yang dirochmati Alloh, semoga memiliki hari yang cukup membuat kalian bersyukur yaa.
Selamat menikmati cerita yang masih awut-awutan..hhe
Kritik saran, dan jangan lupa bintangnya yaa..😊😊
Salam hangat,
InayNH.
#MengalirBersamaTaqdir.

Mengalir Bersama TaqdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang