Senin, 23 Februari 2018
"Kau tidak sarapan?"
Pagi ini ibu datang ke kamarku setelah ia bilang kalau ibu sudah selesai memasak dan membuat roti panggang. Lalu mendadak datang dan membawa satu nampan berisi dua lapis roti panggang yang diisi selai kacang dan segelas susu.
Sementara akuーsibuk memasukkan dua tumpuk buku kedalam tas dan satu kotak pensil. Laptop, as always. "Sebentar, bu. Letakkan saja diatas meja, aku akan memakannya nanti," ucapku sambil memakai sepatu pantofel hitam.
"Baiklah, tapi kau harus berjanji untuk menghabiskannya. Ibu tidak mau rugi bangun terlalu pagi hanya untuk ini, ok?" Ibu mengacungkan jari kelingkingnya dihadapankuーmengisyaratkan kalau aku harus berjanji saat ini juga.
Aku hanya terkekeh sambil merotasikan bola mata dan menautkan kelingking kami masing-masing. "Aku berjanji,"
Ibu tersenyum lebar dan melepaskan tautan jarinya. Kemudian menepuk pelan bahuku dan melangkah keluar dari kamar. Setelah itu, aku pun kembali melanjutkan membereskan kamar.
...
"Bu, aku berangkat!" Aku sedikit berteriak ketika sudah selesai memakan habis sarapan yang ibu buat. Lalu keluar dari rumah dengan sedikit berlari menuju halte bus diujung sana.
Dan perlahan aku berhenti didepan rumah yang berada disamping rumahku. Dimana teras rumah yang terlihat kosong dan sudah mulai ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan liar.
Aku menatap rumah itu cukup lama. Bahkan aku sempat mendengar ibu dihalaman belakang yang sedang memberikan Cookie makan sambil menyuarakan namanya kelinci itu.
"Cookie, ayo makan. Astaga, kau buang kotoran banyak sekali!"
Mendengarnya aku cukup tersenyum tipis. Setidaknya ibu tidak se-depresi duluーtepatnya setelah ayah meninggal karena sebuah kecelakaan yang seharusnya membawa ia pergi keluar kota, bukan ke surga.
Akhirnya aku kembali berlari namun pandangan ku tetap pada rumah kosong itu. Aku ingin membuang masa-masa indahku disana, tapiー
Bruk!
ーsulit sekali rasanya.
"Hyerim?"
Mataku membulat, rasa kaget menggerayangi tubuhku yang sedang menindih satu presepsi orang yang selama ini selalu membuatku inginー
"Kau menikmatinya, ya?"
ーingin sekali menghancurkan wajah tampan bak malaikat ini. Akhirnya aku bangkit dari atas tubuh Taehyung yang masih bertahan terlentang dengan senyum gilanya. Dia terlihat malang sekali dengan pose seperti itu.
Tanganku bergerak membersihkan blazer yang kupakai sambil menatap tajam kearah Taehyung gila yang belum juga bangkit berdiri. "Kau tidak mau berdiri, hah?" Tanyaku dengan kesal dan merapikan anak rambut didepan kening.
Setelahnya Taehyung berdiri dan malah menatapku dengan senyum anehnya. Aku mengacuhkannya, pikiranku kini adalah aku harus datang tepat waktu ke universitas. Hari ini adalah hari pertamaku menjalani praktek bahasa, dan kalau terlambat, seterusnya aku tidak bisa mengikuti praktek lagi.
Kepalaku menengok kesana kemari agar bisa lolos dari lelucon aneh yang akan dilontarkan sebentar lagi oleh si aneh dan gila Kim Taehyung. Dia ini sama saja seperti lampu lalu lintas, bedanya kalau Taehyung ini adalah lampu lalu lintas yang datang dengan tiba-tiba. Dan ada dimana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satisfactory
FanfictionAda dua pilihan. Lebih memilih pemuda inosen tapi penuh akan kemisteriusan.. Atau Lebih memilih pemuda yang sudah terbuka dan sering meluapkan amarah dengan fisik? ----- Hyerim belum sadar kalau ternyata hidupnya ditentukan oleh dua pria yang tingal...