Part 2

11K 1K 145
                                    

Sakura kembali ke kursinya. Dia melamun, menatap jendela kaca yang membatasi antara ruang pimpinan dengan mejanya. Dia menghela napas, berpaling setelah memutuskan kontak mata mereka dan beralih ke komputer yang menyala.

Di sisi lain, Sasuke semakin tidak mengerti. Seleranya menguap entah kemana. Dia memejamkan mata, setelah memutar kursi kerjanya ke hadapan lain, selama Sakura tidak bisa melihatnya.

Pengunduran diri Sakura sebenarnya bukan hal yang harus dia kejutkan. Karena Sakura terlahir sebagai putri konglomerat, posisi sekretaris adalah posisi terendah yang bisa Sasuke tawarkan padanya.

Pertemuan mereka, tujuh tahun lalu masih terasa membekas. Sasuke tidak bisa melupakannya. Dia gagal dalam menghilangkan nyawanya sendiri karena gadis itu.

Sakura menoleh, mendapati Hana menghampiri mejanya dengan kopi botol dingin di tangan. "Semoga kau lebih baik," katanya. Hana sudah bekerja selama tiga tahun di sini, dia mengerti karakteristik sang bos yang terlewat dingin dan kaku, tapi bisa bersikap kurang ajar dan menyebalkan di satu waktu.

"Terima kasih," balas Sakura, mengedipkan mata pada Hana yang menggeleng seraya berbisik, "bukan masalah, santai saja."

Dia beranjak dari kursinya, bergegas pergi menuju lantai dasar untuk duduk menikmati udara di siang hari. Rasanya tidak lagi berselera untuk makan siang, Sakura malas mengunyah sesuatu di dalam mulutnya.

Sakura melamun. Di sofa besar tempat dimana para tamu biasa menunggu, dia duduk. Menikmati waktu untuk dirinya sendiri dan berpikir. Dia akan semakin sulit keluar jika Sasuke tidak kunjung memberikan tanda tangan miliknya.

Ponselnya bergetar. Sakura membuka kunci layar dan mendapati sang ibu mengirim pesan singkat untuknya.

Jangan lupa, jam delapan. Acara amal di Hotel Carlton. Kami menunggumu.

Sakura menghela napas panjang. Dia tidak menekan opsi balas. Yang dia lakukan adalah mematikan ponselnya, mengembalikan ke dalam saku blazer dan terdiam. Kembali menikmati waktu sendiri.

Orang-orang yang berlalu-lalang tampak tak peduli padanya. Sakura bersyukur karena dia tidak mendengar apa pun di telinganya.

Dia kembali menghela napas panjang. Mengusap pelipis hingga pipinya berulang kali. Sebenarnya, kalau dia boleh jujur, tidak ada yang salah dengan Uchiha Sasuke, direktur utama Uchiha's Company, yang menjadi atasannya selama lima tahun ini. Sakura sudah berlapang dada menerima seluruh kelakuan pria itu. Dari yang terkecil hingga terbesar.

Dia menerima tawaran Sasuke sejak awal. Walau pria itu sedikit memaksa, Sakura berpikir menerimanya karena dia ingin hidup di dunia lain, yang tidak pernah dia sentuh selama hidupnya. Tetapi, pekerjaan demi pekerjaan yang ternyata cukup membuatnya tertekan, membuatnya lupa akan dirinya sendiri.

"Yang terpenting adalah diri sendiri, kan?" Sakura bergumam pelan, bertanya pada diri sendiri.

Dia menarik napas panjang, berdiri dari sofa saat dia selesai menikmati waktu kesendiriannya. Dia berdiri, terdiam sejenak saat Sasuke berjalan ke arahnya, pria itu terdiam, mematikan langkahnya.

Sakura membungkuk, memberi salam pada Sasuke ketika pria itu berjalan, dan berhenti di belakangnya.

"Kau mau makan siang bersama?"

Sakura terdiam. Dia menoleh, menatap manik pekat pria itu dalam-dalam. Tidak akan ada yang bergosip tentang dirinya dan Sasuke karena kerja mereka sebagai tim sangat baik. Mereka tidak pernah terlibat hubungan di luar pekerjaan.

"Boleh," dia kembali memutar tubuhnya, berjalan di belakang Sasuke yang lebih dulu pergi berbelok ke kantin seorang diri. Seperti Uchiha Sasuke sebelumnya yang selalu menyendiri dan tidak suka keramaian, dia selalu pergi sebelum para pegawai turun untuk menyerbu kantin demi mengisi perut mereka.

StitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang