Sakura menghela napas panjang. Dia menatap ruang kerja Sasuke yang sepi. Semenjak insiden Uchiha Mikoto mengamuk di ruangannya tanpa sebab yang jelas, Sasuke pergi dan tidak lagi kembali.
Ada terbesit rasa cemas yang hinggap di hatinya. Lima tahun dia bekerja untuk Sasuke, tidak pernah dia melihat pria itu hancur di depan ibunya sendiri. Walau dia tahu, bagaimana diktator dan kerasnya Uchiha Mikoto padanya, Sakura tidak pernah melihat wanita itu melakukan kekerasan di kantor, terlebih muka umum.
Dan juga, kenapa tatapan Mikoto padanya terlalu dingin dan sinis? Apa karena Sakura anak konglomerat? Berbeda sekali dengan cerita di televisi dimana ibu sang bos akan sinis jika sekretaris atau gadis yang dekat dengan putranya adalah orang miskin, keluarga yang sangat sederhana dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Sakura berbeda. Dia bekerja untuk senang-senang. Agar dirinya sibuk dan lepas dari pengawasan orang tuanya yang super protektif. Sakura pernah terkena flu dan demam, ibunya membawanya pergi ke Singapura untuk berobat.
Untuk apa coba?
Sakura bosan memikirkannya. Dia yakin, Sasuke juga mendapat perlakuan yang sama. Terlebih dia putra konglomerat. Sasuke terkena diare, ibunya pasti membawanya ke Planet Mars untuk berobat. Biasa, tipikal keluarga banyak uang, bingung harus dihabiskan dengan apa.
Kening Sakura terlipat. Dia mendesis seraya membereskan meja kerjanya. Memasukkan ponsel dan memo ke dalam tasnya, dan merapikan rambutnya.
"Apa karena derajatku setara dengan bosku, Nyonya Mikoto tidak suka padaku? Atau dia merasa tersaingi? Penampilanku juga sama mahalnya dengannya?" Sakura menggeleng pelan. Ekspresinya berubah sinis. "Dasar pendengki," gumamnya.
Dia berbalik. Berjalan menuju lift saat pegawai divisi umum menyapanya dan mengucapkan selamat tinggal. Saat Sakura turun dari lift dan berjalan membelah lobi, dia bertemu dengan Naruto di tengah-tengah lobi.
"Tuan Uzumaki?"
Naruto menoleh. Dia menatap Sakura dengan pandangan bersalah. "Oh, kau, Sasuke sudah kembali. Dia di apartemen, bukan di rumah," kata Naruto.
Sakura mengangguk pelan. Dia kembali berbalik, menghentikan langkah Naruto. "Dia baik-baik saja?"
Sejenak Naruto tidak yakin dengan jawaban yang akan keluar dari bibirnya, tapi dia tersenyum, tidak sampai mata. "Dia baik. Jangan pikirkan bekas di lehernya. Sudah kuberi plester."
Naruto menatapnya sebentar. Kemudian tangannya bergerak mengusap rambut kuningnya. "Aku tadi pergi ke firmaku, tetapi saat aku melihat ibu Sasuke keluar dari pintu masuk, aku langsung berbelok kemari. Seperti, yah, kau tahu, sesuatu yang buruk pasti terjadi," ada tawa pahit yang meluncur dari bibir Naruto. Pria itu melambai padanya dan segera pergi. Meninggalkan Sakura di tengah lobi seorang diri bersama puluhan pegawai yang berhamburan siap kembali ke rumah.
***
"Oh, Ino, aku di parkiran Haruno Group. Bisakah kita bertemu untuk makan malam?"
Sakura mengunci mobilnya dengan remote di tangannya. Dia menempelkan ponsel di bahunya dan membuka tasnya.
"Tidak, aku tidak cuti besok. Ada sesuatu, dan aku tidak bisa meninggalkannya. Bagaimana kalau kita bertemu? Hm, aku di sana pukul delapan nanti. Oke, sampai jumpa."
Sakura berjalan. Dia menaiki anak tangga dan mengangguk pada keamanan yang ada di depan pintu kaca otomatisnya. Saat Sakura masuk ke lobi, beberapa pegawai tengah bersiap untuk pulang. Beberapa lagi sedang duduk santai saling berbincang.
Sakura belum sempat kembali untuk mengganti pakaian. Dia langsung datang kemari setelah jam kerjanya selesai. Memberikan beberapa bungkusan khas Osaka pada orang tuanya sesuai janjinya pada Tuan Lei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stitches
FanfictionTentang Haruno Sakura, sekretaris yang bekerja untuk Uchiha's Company selama lima tahun. Dedikasinya selama bekerja sudah mencapai tahap maksimal, dia akan mundur dan menikmati harinya sebagai gadis muda yang punya pengalaman untuk menata masa depan...