Part 3

8.3K 829 75
                                    

Sakura datang pagi-pagi sekali untuk mengurus berkas keberangkatan mereka menuju Osaka. Jika ditempuh dengan mobil akan memakan waktu cukup lama. Bahkan sangat lama. Jadi, mempersiapkan pesawat adalah hal yang terbaik.

"Bagaimana dengan pesawat direktur utama?" Sakura bertanya saat dia selesai mengkopi seluruh dokumen dan menyalin ke dalam flashdisk miliknya.

"Kita akan naik penerbangan pertama," kata Sasuke, mengejutkan Sakura dan pegawai divisi umum yang terlonjak, bersama-sama membungkuk padanya.

Sasuke hanya mengangguk tipis. Dia menatap Sakura. "Aku sudah menyuruh Naruto untuk mendapatkan tiketnya, tunggu sepuluh menit lagi," ucap Sasuke saat dia berlalu dari hadapan mereka menuju ruangannya.

Sakura tersentak, dia berlari mengejar sang atasan dan masuk tanpa permisi. Sasuke menoleh, mengangkat alis ketika tatapannya jatuh pada map yang dipeluk gadis itu.

"Tidak perlu. Aku punya alternatif lain agar kita sampai di Osaka tepat waktu," kata Sakura, memecah pikiran Sasuke tentang tepat waktu.

Sasuke hanya diam. Saat dia melihat Sakura menempelkan ponsel ke telinganya, dia terkejut. Mendengar suara gadis itu memerintah orang lain di seberang telepon.

"Siapkan pesawat pribadi, aku tidak punya pilihan lain selain memakai pesawat pribadi itu. Kabari aku sepuluh menit lagi," ucapnya, lalu mematikan telepon.

"Sebentar," Sasuke mendengus. Otak cerdasnya berkeliaran memikirkan dengan siapa Sakura bicara. "Pesawat pribadi? Kau menyewa pesawat pribadi untuk kita?"

Sakura tersenyum manis. "Tidak, aku jamin untuk yang satu ini gratis," dia berbisik, senyum tidak hilang dari wajahnya. "Aku membawa pesawat pribadi milikku. Karena milikmu sedang digunakan oleh pimpinan Shimura Steel, kita tidak punya pilihan lain."

Sasuke berdeham. Dia menatap Sakura yang memasang senyum puas. Dia membungkuk, berpamitan pada pria itu sebelum menutup pintu dan kembali ke kursinya sendiri.

"Dia gila? Dia membawa pesawat pribadinya sendiri untuk perjalanan bisnisku?" Sasuke berdecak, dia berulang kali merutuki dirinya sendiri. "Apa yang akan orang tuanya katakan tentangku?"

Sakura berdiri saat Sasuke keluar dari ruangannya. Menatap gadis itu dengan sorot tajam. "Jangan lakukan ini," suaranya merendah agar pegawai divisi umum tidak mendengarnya. "Aku tidak akan berhutang apa pun padamu. Ini perjalanan bisnis perusahaanku."

"Tidak, Tuan Uchiha," balas Sakura menolak permintaan Sasuke. "Kita pasti menginginkan yang terbaik. Ketepatan waktu dan disiplinmu sangat terkenal, aku tidak akan mencoreng itu hanya karena kita naik pesawat kelas satu di jam pertama. Kita sedang terburu-buru, bukan urusan liburan."

Sasuke mendengus tajam. Dia memandang sekretarisnya dengan menahan jengkel. Saat dia hendak bicara, Sakura menahan telunjuk di bibirnya, menyuruh Sasuke untuk diam.

"Ada telepon masuk," katanya. Dia mengangkat panggilan itu dengan santai. Senyumnya mengembang lebar.

"Baik, aku akan sampai di bandara setengah jam dari sekarang. Terima kasih, Tuan Lei, sampaikan salamku pada ibu dan ayah. Aku akan bawakan oleh-oleh untuk mereka dan untukmu," ujar Sakura dengan kekehan pelan. Membuat rasa dongkol di hati Sasuke semakin besar.

Ponsel Sasuke berbunyi. Dia berpaling, menatap layar ponsel mewahnya dan nama Naruto tertera di layar. Sakura menunggu dengan alis terangkat, Sasuke mengangkatnya.

"Batalkan. Aku sudah mendapatkan pesawat yang jauh lebih eksklusif," katanya sarkatis. Sakura tidak bisa menahan senyumnya lebih lama lagi.

Sasuke mematikan sambungan teleponnya. Menatap Sakura yang kini memiringkan kepala dengan senyum manis.

StitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang