Chapt. 4

31 4 0
                                    

Third person pov.

Kayla mengusap-usap matanya yang masih sarat kantuk. Dagunya ia tumpukan pada lengan, dan matanya menatap kosong halaman sekolah.

'.. Apa lapangan sekolah selalu terlihat se-sayu itu? Terakhir kali aku melihatnya, aku ingat pernah mengolok-olok warnanya yang terlalu cemerlang'batinnya.

"Lapangan sekolah berwarna hijau stabilo itu jelas pernah terlalu cemerlang."gumamnya pelan.

Pelajaran pertama hari ini mengharuskan keberadaan murid-murid di lab. Maka, disinilah ia sekarang. Lab biologi di lantai dua, walau masih di gedung yang sama dengan gedung murid kelas 12.

Drrt drrt

Getaran hp di saku menyadarkannya dari tatapan kosong pada lapangan.

Merogoh saku untuk mengeluarkan hp, nama Dopit tertulis di id pemanggil.

".. Kenapa sih.."tanyanya bosan.

Jemari bergerak untuk menggeser bulatan di layar hp, untuk menjawab panggilan.

"Kay! Kemana aja lu?"

"... Kenapa?"

"Oi ayam, pake nanya segala. Woi gua capek nelponin elu ya. Bunda nanyain gua berangkat ama elo apa enggak."

"Tadi udah pamit kok.."

"Yaudah ntaran terserah. Sekarang elo dimana?"

Menatap bosan beberapa murid lain yang baru masuk melewati gerbang, Kayla membiarkan pertanyaan itu tak terjawab.

"Woi!"

"Apa sih Dopit jelek?"

"Lu dimana gelo?"

"Di lab, lah. Pelajaran pertama bio dan kita praktek. So obviously."

Jeda sesaat.

"Yodah, bye."

Melepas hp dari telinga, ekspresinya berubah datar.

"Si kuda ga penting banget cuma nanya gitu."

Kayla menggelengkan kepalanya, heran dan kembali menyimpan hpnya di saku. Murid-murid yang melewati gerbang untuk memasuki sekolah mulai bertambah jumlahnya.

"Hei, Kayla~"

"Gea--pagi!"

● ● ●

"Pit. Gua jajan bareng Gea."ujar Kayla, meletakkan ranselnya di bangku segera setelah kembali dari lab. Biologi. "Duluan yo."

David menatap Kayla lamat-lamat.

Meskipun terkadang Kayla memang jajan dengan Gea, ntah kenapa rasanya aneh saja bagi David.

"Mh.. Yaudahlah bodo. Gua ke tempat anak-anak ae."

Berdiri dari duduknya, ia melangkahkan kakinya melewati koridor kelas 12. Membawanya pada tempat 'nongkrong'nya.

● ● ●

Bel masuk kelas sudah berbunyi daritadi. Tapi sekumpulan pemuda itu bahkan tak terganggu dan masih duduk dan bercerita dengan serunya.

"Yaelah Var. Masa lo gak ikut?"cibir salah satu pemuda disana.

Di lingkungan teman-teman 'sesama orang gak bener'nya, David biasa dipanggil Varo. Meskipun, Arfan lebih sering memanggilnya Alva.

Lucid DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang