Perjodohan (Versi Cetak)

17.9K 752 16
                                    


~Allah selalu merencanakan yang terbaik untuk hambanya, termasuk dalam hal cinta.~

****

Langit telah berubah warna menjadi gelap. Terdapat banyak hamparan bintang yang tengah berkelap-kelip menunjukkan betapa indah dirinya. Malam ini, bulan bersinar begitu terang. Semilir angin menerpa dedaunan yang menempel kuat pada ranting pohon. Duduk sendiri di balkon sambil menyeruput secangkir kopi dan menikmati keindahan pemandangan malam hari. Althaf mencoba menerawang masa depannya. Masa depan yang dia tata rapi bersama sang kekasih. Althaf tersenyum manis, rasanya pasti sangat bahagia bila suatu saat nanti dia akan hidup bersama orang tercintanya.

"Al." Suara itu menginterupsi Althaf dari lamunannya. Althaf pun menoleh, ternyata itu ibunya. Ia memang kembali mengunjungi kediaman kedua orang tuanya itu sebab ibunya mengatakan ada hal yang sangat penting yang perlu dibahas dengannya. Entah hal penting apa, bisa jadi seperti kemarin yang rupanya hanya ingin mengajaknya menghadiri makan malam.
Bunda Raina menghampiri Althaf, setelah itu duduk di sampingnya. Bunda Raina menatap Althaf ragu.

Merasa dirinya sedang ditatap, Althaf pun balik menatap bundanya sambil menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa?" tanyanya.

"Bunda sama Ayah mau ngomong sesuatu sama kamu. Turun ke bawah, ya?" ucap bunda Raina.

"Tentang apa?" tanya lelaki itu lagi dengan kening berkerut.

"Sesutu yang penting. Turun, ya?"

Althaf tampak berpikir sebentar, sebelum pada akhirnya mengangguk dan berdiri, berjalan lebih dulu untuk menemui ayahnya.

Bunda Raina menatap punggung Althaf dengan sendu, setelah itu menghela napas gusar. Anaknya berubah menjadi dingin dan seakan akan tidak peduli lagi dengannya. Sangat berbeda sekali dengan Althaf yang dulu.

Ayah Raihan sedang duduk-duduk santai di ruang keluarga sambil membaca koran begitu Althaf datang dengan wajah tanpa ekspresinya. Namun meski begitu, beliau masih menyunggingkan senyum hangatnya dan menyuruh sang putra untuk berjalan mendekat.

"Kemarilah, duduk dulu kamu, Nak," ujarnya.
Althaf mendudukkan dirinya di depan sang ayah. Menatap lelaki setengah baya itu dengan lekukan kulit di kening. "Ada apa?" tanyanya langsung. Althaf paling tidak suka jika harus bertele-tele dalam berbicara. Baginya itu hanya membuang waktu saja.

"Ayah ingin bicara sesuatu sama kamu," ujar lelaki setengah baya itu dengan raut yang mulai serius.
Althaf mengangkat sebelas alisnya, seolah sedang bertanya apa yang ayahnya itu maksud.

Ayah Raihan lalu melirik istrinya dan Bunda Raina pun mengangguk. "Al, umur kamu sudah cukup matang untuk menikah."

"Ya, terus?"

"Ayah dan Bunda punya calon untuk kamu."

"Al sudah punya calon Ayah, Indhy calon istri Al," sahut Althaf tak setuju dengan ucapan ayahnya itu.

Bunda Raina langsung menyanggah jawaban Althaf, "Bunda nggak setuju Al. Dia nggak sesuai dengan kriteria Bunda dan Ayah," ucapnya.
Sikap Indhy yang tidak tahu sopan membuat Bunda Raina tidak menyukainya. Kala itu, Althaf membawa Indhy ke rumah untuk pertama kali. Bunda Raina sempat terkejut melihat penampilan Indhy. Memakai gaun selutut yang mempelihatkan kaki jenjangnya serta rambut panjang yang tergerai. Namun, Bunda Raina tetap menyambut hangat kedatangan Indhy. Bukannya bersikap baik kepada calon mertua, Indhy malah bersikap seakan-akan dia tidak menyukai ibu dari kekasihnya itu. Tidak ada ucapan salam ataupun sekadar tersenyum manis kepada Bunda Raina. Indhy hanya fokus bergelayut manja kepada Althaf. Bisa Bunda Raina dengar ketika Althaf dan Indhy tegah berduaan di ruang tamu, Indhy dengan manjanya meminta banyak permintaan kepada Althaf. Dan bodohnya lagi, Althaf dengan senang hati mengabulkan permintaan kekasihnya. Bunda Raina sangat yakin jika Indhy tidak mencintai Althaf dengan tulus. Perasaan seorang ibu itu kuat terhadap kebahagiaan anaknya.

Imamku Surgaku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang