8. A day with Aqsa

301 23 4
                                    

*Aero's P.O.V*
Gue sedikit bergegas meninggalkan kamar rawat Raina karena dari tadi papa udah telepon terus. Sebenernya gue bingung juga tumbenan papa nge buru buru gue begini.

Gue memasuki kawasan parkiran mobil dan langsung setengah berlari ke arah mobil Range Rover hitam milik gue. Menyalakan mesin dan melaju cepat ke IJBA Ancol. Itu tujuan gue.

Gak butuh waktu lama karena memang jarak rumah sakit sama IJBA tidak jauh. Gue memarkirkan mobil gue dan bergegas masuk ke gedung.

Gue sedikit berlari menuju pantai yang ada di belakang gedung. Mendorong pintu yang menghalangi gedung dan pantai, gue melihat Papa sedang duduk di paddock yang jaraknya cukup jauh dari tempat gue berdiri. Gue pun berlari ke arahnya.

Setelah cukup dekat, gue bisa melihat tatapan Papa yang sepertinya kekhawatiran dan sedikit emosi. Mungkin Papa sudah tau apa yang terjadi di sini beberapa hari yang lalu. Gue berjalan pelan menghampirinya dan duduk di kursi tepat di hadapan Papa.

"Kenapa telat ? Bukannya kamu selalu disiplin soal waktu ?" tanya Papa dengan nada pelan tetapi mengintimidasi.gue menunduk,enggan menjawab.

"Jawab, Aero."

"Maaf,Pa. Ero dari rumah sakit. Jagain adiknya Revan." Ujar gue pelan.

Papa menghela nafas dan mengalihkan pandangan ke arah laut.

"Papa enggak habis pikir gimana caranya ada orang yang gak dikenal bisa masuk ke tempat ini. Memang ini tempat umum tapi yang punya akses untuk saat ini kan hanya kita. Tapi-"

Perkataan Papa gue potong karena gue tau kata kata yang selanjutnya terlontar.

"Enggak,Pa. Aero enggak pernah kasih akses ke siapa siapa. Kalau ada Revan atau temen Aero kesini, yang pegang akses itu Aero. Gak pernah Aero kasih mereka akses sendiri." Kata gue cepat.

"Gimana kalau Aqsa ? Kamu yakin dia emggak kasih akses ke siapa siapa ?"

Gue terdiam sesaat. Kemungkinan Aqsa buat ngelakuin itu kecil banget secara udah di wanti wanti terus sama Papa.

"Aero yakin Aqsa enggak kasih akses ke siapapun." Jawab gue pelan.

Papa menghela nafas sambil memijat pelipisnya.

"Apa perlu ya kita tambah security di gedung ini ? Showing ID card mungkin di meja resepsionis depan ?" Bisik Papa pelan.

Gue mengangguk. "Aero pikir juga kita perlu security tambahan. Soal show ID atau titip ID bisa sih. Atau siapapun yang mau masuk ke VIP room harus punya ID card khusus yang nyimpen informasi dan nanti di tap gitu ?"

"Siapa yang sediakan sistemnya,Aero ? Butuh modal berapa ? Kalau budgetnya sangat besar, bisa kita pikirkan nanti saja."

"Aero punya teman yang bisa urus. Papa tenang aja." Kata gue sambil mengambil ponsel gue di saku celana.

Gue mengontak salah satu teman gue yang biasa melakukan pekerjaan sperti yang barusan gue bilang.

"Kemana aja kamu semalam ? Kata orang rumah kamu semalam enggak tidur di rumah ?" Kata Papa yang mengagetkan gue. Gue mengangkat wajah dari ponsel dan menemukan mata Papa yang menatap gue mengintimidasi.

"Aero tidur di rumah sakit. Ngejaga Raina, adiknya Revan. Soalnya Revan lagi ngurus kejadian ini." Jawab gue pelan. Takut Papa marah.

Dia menghela nafas lagi.

"Kamu yakin dengan anak gadis itu ? Dia bisa aja bawa bencana yang lebih besar dari ini dan ngerusak reputasi kamu. Ngerusak karir kamu." Ucapan Papa terhenti.

Gue terdiam. Mencoba menjawab dalam hati. Apa gue yakin terus mengejar Raina ? Apa dia bakal membawa celaka atau malah membawa harapan buat gue ?

"Bukannya Papa ngelarang apa yang kamu pilih. Papa hanya kasih saran,Aero. Papa juga enggak membenci Raina. Papa sayang sama Raina. Tapi kalau Raina mengancam karir kamu, maaf tapi kamu harus jauhin dia secepatnya." Kata Papa.

OCEANS vs CONTINENTS | Aero Aswar.Where stories live. Discover now