Fajar Kala Itu

38 5 0
                                    

    Kinara Zahra Khairunnisa nama gadis kecil imut berusia delapan tahun, "Naraa..."  panggil ibundanya. "Nara,bangun mandi terus sarapan dulu sayang."  Kemudian ibunya masuk ke kamar Kinara "Wah, anak kesayangan ibu kok jam segini masih tidur,"  sambil melihat Nara kecil yang sedang nyaman-nyamannya berselimut di atas ranjang dengan sprei bergambar Cinderella, kartun kesayangannya "Bangun sayang,"  sambil menggoyang-goyangkan bahu Kinara. Kinara masih terpejam, malah semakin nyaman dengan alam mimpinya "Bangun putri tidur, nanti kamu telat lagi,"  kata ibunya sambil mencubit-cubit dengan gemas pipi Kinara "Ahh,ibuu Nala masih ngantuk,"  suara cadel Kinara akhirnya terdengar. Ia mulai mengucek-ucek matanya "Kan udah ibu bilang, bobonya jangan kemalamen, tuh kan masih ngantuk"  "Tapi Nala masih ngantuk ibuu, lima menit lagi, yah ya ya,"  rayu Kinara pada sang ibu dengan setengah kesadarannya, kemudian kembali terpejam dan meringkuk memeluk guling kesayangannya. Ibunya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, melihat kelakuan anak semata  wayangnya. "Nara bangun, atau ibu panggilkan monster nih untuk membangunkan kamu."  "Hmm," suara Kinara malah semakin nyaman dengan gulingnya "Okeh, terserah kamu Nara." Ibundanya keluar kamar, kemudian menuju ke ruang tamu menemui ayah Kinara yang sedang menonton TV sambil menikmati secangkir kopi. "Ayah." ayah Nara pun langsung menoleh "Iyaa, ibu cantik ada apa ?" itu Kinara susah banget dibangunin, bukannya bangun malah makin pulas "Ya kaya kamu dong."  "Ih Ayah"  "hahaha, iya bercanda, bentar ayah ke kamar Nara dulu." Ayah Kinara menuju kamar Kinara kemudian tersenyum melihat Nara masih tertidur pulas di atas kasurnya. "Nara sayang, ibu kamu udah cerita kalau kamu susah dibangunin," Kinara sedikit terganggu dengan suara ayahnya, ia mengganti posisi tidurnya miring ke sebelah kiri "Ayah nggak akan kasih kamu Ampun kalau kamu nggak bangun-bangun, ayah hitung sampai tiga." Kinara malah semakin erat memeluk gulingnya, "Satuu... Dua.... Ayah udah peringatin kamu,"  tidak ada jawaban dari Kinara, "Tiga !"  ayahnya segera ke keranjang Kinara dan menggelitik telapak kaki Kinara, ia sontak terbangun kemudian tertawa, kantuknya kini hilang "Hahaha Udah ih, yah  geli."  "Suruh siapa susah dibangunin,"  ayahnya malah mengganti arah gelitikannya ke pinggang Kinara "Ayah udah ih, Ayah Nala udah bangun, ayaaah !"

    Di meja makan, duduk ibu,ayah,dan Kinara yang sedang memasang wajah cemberutnya yang khas jika sedang kesal. "Nara cantik, kok mukanya ditekuk sih," tanya ibu sambil tersenyum gemas melihat ekspresi Kinara "Tanya aja ayah tuh bu."  "Ihh kok ayah," tanya ayahnya sambil mengerutkan dahi memandang Kinara. "Nara udah bangun, masih aja digelitikin."  "Hahaha Suruh siapa susah dibangunin."  "Ah ayah, gak tau ah,"  celetuk Kinara. "Udah udah ayah sama anak nggak ada akurnya, nih makan dulu Sarapannya, khusus Ibu bikin kesukaan Kinara."  "Yey, ibu baik, enggak kayak ayah." Sekali lagi, Kinara berhasil membuat ayahnya tertawa "Yaudah iya, ayah minta maaf, minggu nanti ayah ajak kamu main ke taman ya sayang," sambil mencubit pipi Kinara. Nara tersenyum. "Oke deh Ayahku, kita baikan,"  sambil menunjukkan jari kelingkingnya, kemudian diikuti gerakan yang sama oleh ayahnya.

     Suasana taman kota Yogykarta, langit biru menampakan keceriaannya, dengan capung dan kupu-kupu yang saling berkejar-kejaran, bunyi decitan permainan jungkat-jungkit, dan reyotan dari rantai ayunan, seakan menambah keriangan tawa khas anak-anak, ditambah semilir angin yang menerpa wajah melengkapi kesejukan di taman itu

    "Tuh, ayah udah nyempetin janji bawa kamu ke taman, gimana Nara seneng nggak ?"  "Ya senang dong yah, lebih seneng lagi, kalau ada ibu"  "Ibu kamu kan lagi ada keperluan, jadi nggak ikut"  "Ya udahlah, sama ayah juga udah seneng banget," sambil menggandeng tangan ayahnya "Lain kali, kalau disuruh ibu negara buat bangun tuh, langsung bangun ya, jangan ditunda-tunda."  "Iya ayah, Nala cuman masih ngantuk banget tadi pagi."  "Oke deh, tapi jangan diulangi lagi yah. Sekarang kamu mau main apa?"  "Bentar yah," Kinara menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, sambil memandang ke sekitar "Ayah penuh semua,"  "Ya namanya juga taman."  " Yah Masa nggak ada mainan yang kosong."  "Gantian sama yang lain yah Nara."  "Gak mau ah yah."  "Sih kamu maunya apa ?"  "Terserah Ayah aja deh." "Ya udah, kita ke lapangan, mau ?" tanya ayah "Okeh deh. "

   
      Lapangan berumput dengan pohon-pohon yang tumbuh mengelilinginya memang tidak jauh dari taman, hanya berjalan sebentar, lapangan itu sudah dapat terlihat. "Ayah, gendong dong," pinta  Kinara "Apa? udah gede masih minta digendong?" ledek ayahnya "yah,ayah mah."  Kemudian ayahnya berjongkok di depan Kinara,agar Kinara dapat naik ke punggungnya "yey, gendong."  "Apa sih yang nggak buat anak tercantik nya ayah."  "Iyalah yah, kan Nala nggak punya kakak atau adek."  "Nara mau adek?"  "Ehh apa ?"  Kinara nampak terkejut dengan pertanyaan ayahnya "Kalau Nara mau Adek, tinggal bilang ke ibu aja ya, hahaha" "Apaan sih Ayah," balas Kinara dengan wajah polosnya.         Setelah beberapa langkah berjalan sampailah mereka di lapangan berumput dengan luas standar lapangan sepak bola dan dikelilingi dengan berbagai macam pohon Rindang menambah keasrian suasana.
Kinara dan ayahnya duduk di bangku pinggir lapangan yang telah disediakan pihak pengelola. "Yah,itu apa?" tunjuk Kinara ke arah  tengah lapangan "Mana?"  "Itu tuh." Ayahnya langsung melihat kearah yang ditujukan Kinara, tampak sekumpulan berbaju dan bercelana hitam polos bertelanjang kaki dengan sabuk putih yang dilingkarkan di pinggang duduk berkumpul membentuk formasi melingkar, sekitar dua puluh orang entah apa itu, nampaknya seperti perguruan silat. Seseorang sedang mempraktekkan sebuah jurus yang indah dan serasi di tengah formasi melingkar itu. "Yah,itu apa?"  tanya Kinara,ayahnya diam sejenak "Lagi pada ngapain?" penasaran, kini raut muka ayahnya berubah "Kinara  pulang yah ."  "Ih kenapa baru juga nyampe yah,"  protes kinara.  "Udah sore nara."  "Lihat dong yah."  "Udah sore, nanti ibu kamu nyariin."  "Lihat dulu yaah." 'Kinara nurut sama ayah," suara ayahnya terdengar dikeraskan "Iya deh yah," pasrah Kinara dengan muka cemberut "Maaf sayang, tapi kita harus pulang."  "Sini biar ayah gendong," Ayah Kinara kembali berjongkok di hadapan Kinara sekejap kemudian Kinara sudah digendong ayahnya dan mereka berdua kembali kerumah memisahkan lapangan berumput yang hening dan meninggalkan Pertanyaan pada benda Kinara mengapa ayahnya tak terlihat seperti biasanya

Impian Dalam SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang