Gurauan langit

22 1 0
                                    

“Semangat Kinara.”  Suara itu cukup menggema diantara puluhan penonton yang melihat pertandingan di sekitar gelanggang “Ya, aku kenal suara itu, Pak Rama”  tukas Kinara. Pak Rama merupakan wali kelas terbaik Kinara, padahal ia sempat berkata tidak bisa hadir karena acara keluarga yang harus diikutinya. Semangat Kinara kembali membara, kini ia berhadapan dengan lawanya.  Sangat dekat, dan aba-aba wasit sudah diberikan. Berada di posisi ini sangat lah membingungkan. Tendangan samping atau sabit dari lawan menyerang ke arah rusuk Kinara, beruntung ia sigap dengan tangkisan kea rah luar, “debbb.” Suara punggung kaki beradu dengan lengan mengawali babak ini. Namun, serangan lawan tidak sampai disitu, tanpa disadari, setelah kaki lawan menendang dan  ditarik kembali, kepalan tangan lawan mengarah ke dada Kinara , Kinara reflek melakukan tangkisan ke arah dalam,  pukulan tadi, hanyalah pengalih perhatian, kaki depan lawan sudah berada di tengah langkah kuda-kuda Kinara dan dengan satu gerakan lawan melakukan jatuhan pada Kinara. Wasit memberi kode untuk mengakhiri pertandingan. Setelah berdiskusi dengan wasit juri, masing masing atlet dipanggil, di sebelah kanan dan kiri wasit dengan tangan yang di pegang wasit, sebagai penentuan juara. Tak lama kemudian, tangan lawan dari Kinara diangkat  wasit pertanda kemenangan
Pertandingan pun usai, Nampak kekecewaan dari wajah Kinara. Rahma dan Anggun berlari ke arahnya dan memeluknya. “Udah Nara, yuk keluar,”tukas Anggun. Mereka bertiga berjalan menuju parkiran gedung olahraga. “Nara cantik, udah dong engga papa kok,” kata Anggun. Sambil mencubit-cubit pipi Nara. “Iya Nara yang imut, udah yah belum rejekinya aja, masih banyak kesempatan lain,” tambah Rahma menghibur. “Tapi aku udah berusaha latihan sebaik mungkin, tapi kok hasilnya ginih,” sambil menekuk wajahnya dengan mata yang berkaca-kaca. “Iya udah engga papa, belum saatnya aja, iyakan Ma?” tanya Anggun ke Rahma. “Iya Nggun, udah Nara, mana coba Nara yang nggemesin, mana tuh lesung pipinya utututu,” ledek Rahma. “Ihh, apaan sih kalian nihh,” sambil menunjukan senyumnya.  Anggun menimpali “Tuhh kan, mana sahabat kami yang  imut tuh ?”   “Lahh, kalian tuh bisa aja ihh”   “Iya lah,kita kan sahabat yang baik,” decak Anggun. “ Sinih pelukan lagi, kaya Teletabies,” ajak Kinara. “Berpelukaan…!!!,” Mereka melakukan ritual yang setia menemani kegembiraan dan kesedihan mereka.
“Khem..khem.” Suara berat yang Nampak berwibawa itu terdengar. “Ehh Pak Bisma, sejak kapan bapak disini ?” tanya Anggun  “Sejak kalian mendadak jadi teletabies.”  “hahah bapak bisa aja,”tambah Rahma. Mereka kemudian salaman dengan walikelas terbaiknya. “Kinara,” panggil Pak Bisma “Iyh pak ?” "Kamu Jangan menyerah, bapak enggak pernah kecewa sama kamu."  "Maaf pak,belum bisa bawa nama sekolah."  "Engga apa-apa, bapak tetap bangga sama kamu, nih denger pesan bapak, berjuang itu bukan tentang hasil atau kemenangan tapi berjuang itu tentang seberapa besar jiwa kamu bangkit meski berkali-kali merasakan kegagalan."  "Wih,Bapak Mario Bisma," celetuk Rahma "Hahaha bisa aja kamu ma, untung nilai bahasa kamu nggak bapak turunin."  "Eh jangan sih Pak," bela Rahma.  "Dah pak, Turunin aja tuh nilai Rahma." Mereka kembali tertawa ringan "Siap pak, pesan Pak bisma bakal terus diinget sama otak aku," tegas Kinara. "Ya udah, kamu pinter, bapak ada keperluan, udah sore juga, bapak pulang duluan ya, kalian mau ikut engga?" Tangan Anggun menyikut lengan Kinara bermaksud memberikan kode.  "Kami naik angkat aja pak," jawab Kinara. "Bapak duluan ya..."  Pak Bisma meninggalkan mereka bertiga "Kamu kenapa Nar ?  lebih enak kan ngikut Pak Bisma?."  "Iyaa benar kata Anggun," dukung Rahma "Sudah kalian nurut aja,di depan parkiran ada mi ayam tuh, belum makan kan kalian ?"  "Eh mau dibayar in ? " tanya anggun. Kinara mengangguk  "Ahh Kinara, kesambet apa kamu? tanya Rahma sambil mengecek pelipis Kinara seperti anak-anak yang sakit demam. "Ya udah, kalau engga mau mah," tukas Kinara, sambil cemberut "Iya, iya Maaf Kinara imut," rayu Anggun. "Ya udah, Iya aku jadi nraktir," jawab Kinara. "Semoga nambah deket deh sama Danangnya," celetuk Rahma. "Ehh ehh.."  raut wajah Kinara berubah ke merah merahan. "Cie Danang, cie."  "ihh, apaan sih." dengan wajah yang nampak lebih merah dari biasanya. "Cie malu, baru geh cuman disebut namanya aja udah ginih," tambah anggun "Engga kok,"bela Nara  "Rahma," kode anggun pada Rahma  "Nara, itu liat geh di belakang ada siapa ? Ehh Danang kok ada disini?" kata Rahma, sambil melambai ke arah belakang Kinara  "Ehh." Kinara langsung merapihkan kerudungnya, dan saat ia berbalik badan tak ada siapapun disana. "Ciee sampe segitunya," goda Anggun. "Yaa kena tipu, hahah," tembah rahmaa
"Laaaaah kaliaan ihhhh, Angguuun... Rahmaa....."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Impian Dalam SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang