Senja pertama

50 8 6
                                    

Senja mulai menunjukan Eksistensinya di langit kota Yogyakarta. Suara kicauan burung Walet terdengar di setiap sudut kota,dan dedaunan nampak berserakan di halaman depan gedung olahraga Amongrogo
Di depan gerbang masuk, seorang pria paruh baya, berumur 40 tahun, berperawakan tegap, mengenakan celana panjang hitam, dan kemeja kotak-kotak berwarna biru, dengan rambut hitam yang mulai memutih, bertanya pada seorang penjaga "Pak, apa di gedung olahraga ini sedang berlangsung pertandingan pencak silat ? " "Oh iya pak, hari ini memang ada kejuaraan silat," "Terimakasih,kalau boleh tau, tempatnya dimana ? " kemudian si penjaga memberitahukan sebuah lokasi padanya, "Terimakasih pak, " ucap nya, dan dijawab anggukan oleh si penjaga, laki-laki itu segera menuju ke dalam gedung, sambil tersenyum, ia berkata dalam hatinya "Maaf Kinara. "

Suasana gelanggang semakin ramai dengan teriakan orang orang yang menjagokan sudut biru, ataupun sudut merah. Di gelanggang pertandingan silat, berbentuk lingkaran berwarna hijau, dan bergaris tepi putih, sedang berlangsung pertandingan pencak silat putri, antara pesilat remaja bernama Kinara dengan lawan yang sama tangguhnya
"Kinara awas! " Teriak Anggun, salah seorang sahabatnya yang duduk di bangku penonton, sedetik kemudian kaki lawan berhasil menghantam pelindung tubuh berwarna merah yang dipakai Kinara, ia sempat terdorong beberapa langkah ke belakang "Ia hebat, serangannya tiba-tiba dan tepat mengenai sasaran," pikir Kinara, ia kemudian mengatur nafas "Mengapa susah sekali, menghadapi dia," lirih
Kinara. Wasit segera mengangkat tangan, memberikan kode bahwa sudut biru berhasil mendapatkan poin, penonton kembali bersorak,suasana sesaat kembali ramai "Dia telah memenangkan satu dari tiga babak keseluruhan,apa bisa aku menyusul," gumam Kinara dalam hati

Wasit segera memberikan kode agar kedua atlet kembali merapat ke tengah lingkaran, setelah wasit memberi aba-aba bersedia, dan mulai, kedua atlet mengambil sikap pasang khas perguruan masing-masing, lawan kinara berlagak layaknya seekor burung, dengan satu kaki terangkat, dan kedua telapak tangan terbuka mengarah ke depan pada Kinara. Sementara, Kinara memutarkan kedua tangannya, serasi mengikuti gerak tubuhnya, hingga tangan kiri mengepal ditaruh di depan dada. Sementara, tangan yang lain terbuka ke arah lawan. Ia teringat kata-kata Mas Hadi, pembimbing nya "Bukan kemenangan yang kau cari dalam pertandingan, tapi pembelajaran dan pengalaman yang kau perlukan. "

Wasit memulai pertandingan, Kinara melingkarkan kakinya ke arah dalam gelanggang, diikuti gerakan yang sama oleh lawan, sehingga menciptakan jarak yang cukup dekat untuk saling menyerang. "Ia hebat dalam jarak dekat, sebisa mungkin aku harus menjaga jarak dengannya," pikir kinara. Pembukaan diawali dengan pukulan ke arah dada dari lawan, dengan sigap tangan kiri kinara menepis ke arah luar. Sehingga, tangan mereka saling beradu hantam. Lawan yang nampak belum mengambil keputusan, setelah pukulannya ditepis, menjadi kesempatan untuk Kinara, dalam sekejap ia menedang ke arah perut, menggunakan kaki kanannya,lawan terdorong, Kinara berhasil menjauhkan lawan. Namun, tendangannya tidak mendapat tiga poin seharusnya, karena lawan sempat menahannya dengan tangan. Artinya, Kinara masih harus mengejar poin lawan.
Kinara memulai serangan balasan dengan mengarahkan tendangan melingkar ke arah bahu. Namun, lawan berhasil mengelak. Bahkan, lawan menangkap kaki Kinara, dan melakukan jatuhan "Darr... " Suara tubuh Kinara terbanting cukup keras di lantai gelanggang "Sakit...," ucap Kinara sambil merintih. Sementara, wasit mengangkat tangan memberikan kode, lawan kembali mendapatkan poin. Mematahkan serangan, lalu melakukan bantingan menambah keunggulan poin lawan Kinara. Tinggal sedikit poinlagi dari lawan Kinara untuk memenangkan babak ini, ini kesempatan terakhir nya. Kinara terduduk sesaat, sebelum pertandingan kembali dimulai.
Suara penonton riuh rendah, mengelu-elukan sudut biru yang hampir memenangkan pertandingan. Kinara pasrah dengan segala usahanya "Mengapa begini? " Tanya nya pada diri sendiri. Ia seperti orang yang baru belajar silat, kemudian kewalahan dikerjai seniornya, suara penonton yang ramai, tak didengarnya, hanya suara sepi, dan diri nya yang ia dengar. "Maafkan aku, teman-teman, maafkan aku, mas mba," lirihnya
Sekelebat bayangan saat bercanda bersama teman-temannya terlintas begitu saja dipikiran Kinara. Rahma, Anggun, dan Kamilah yang kala itu sedang main dirumahnya Kinara. "Nara,janji ya kamu harus traktir kami, kalau nanti menang, " ucap Rahma "nah,bener tuh," tambah Anggun "yang mahal dong, sekali-kali mah, " celetuk Kamilah, mereka kemudian tertawa bersama-sama.
Kinara mengingat berbagai kejadian, entah mengapa seperti terlintas begitu saja di pikirannya. Terlintas juga, wajah remaja laki-laki yang entah sejak kapan ia kagumi.

Suasana malam kota Yogyakarta, nampak indah dengan kerlap kerlip lampu seperti bintang-bintang tersebar dari sudut ke sudut kota Yogya di tempat bernama Bukit Bintang Hargodumilah. Kinara duduk bersama sahabat baik nya "Nara...," ucap Danang, sambil mengarahkan pandangan ke arahnya "Iya kenapa? " "Naraa.. ," Danang malah semakin menatap Kinara. "Iya ih kenapa? " balas Kinara. "Kamu, nanti jangan mikirin menang atau engga yah," pinta Danang. "Iya deh iya, nang " "mengenai urusan juara satu mah... ," Danang sengaja menggantungkan kalimat nya "Apa?" sambil mendongakan wajah polosnya ke arah Danang "Ya harus, hehe," ledek Danang "Ihh kamu, " sambil mengepalkan tinju ke lengan Danang bebetapa kali "eh sakit tau," kata Danang, sambil pura-pura meringis
Kinara kini memikirkan orang-orang yang akan di buat kecewa olehnya, samar-samar terdengar suara yang sangat dikenal telinganya, "Nara! " suara itu makin jelas, "Nara! " suara itu makin jelas. "Naraa bangkit! " Suara itu nyata,mata nya menangkap seseorang yang tak asing lagi, Kinara nampak terkejut, kemudian tersenyum dan mulai bangkit. Sosok itu dapat begitu cepat membuat Kinara semangat kembali, bukan Mas Hadi, teman-temannya, atau Danang.
Kinara kembali berdiri dengan tegap, dan saat wasit memberikan aba -aba untuk bersiap, ia dan lawanya kembali mengambil sikap pasang, masih dengan satu tangan mengepal di depan dada, sementara tangan yang lain terbuka mengarah ke lawan. Sekali lagi, Kinara tersenyum pada sosok itu, sebelum kembali fokus menghadapi lawan. Ia kembali mengenang semua kejadian antara ia dan hobby yang dicintai nya. Tangan wasit berada di antara kedua atlet, ia kembali masa-masa sulit perjuangan yang harus ia jalani, kemudian dalam sekejap tangan wasit di angkat ke atas, ia teringat saat harus memilih antara keluarga ataupun hobby yang sudah menjadi kehidupannya "Mulai! " teriak wasit
Semuanya berawal disini.

Impian Dalam SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang