Bagian 1

25 8 5
                                    

Kamar itu gelap dengan sosok wanita yang berbaring di kasur dengan gusar, kepalanya terlempar beberapa kali ke kanan dan kiri. Wajah putih pucatnya penuh keringat ditambah tangannya yang mengepal gemetar, bibirnya sesekali bergumam yang semula hanya gumaman pelan tak jelas berubah menjadi teriakan memilukan.

“Lepaskan mereka..  hiks hiks.”

Tiba- tiba lampu kamar menjadi terang dan seorang wanita lainnya muncul, dia langsung berlari ke arah kasur berusaha menyadarkan seseorang didepannya.

“Bangun… bangunlah, Cessie.” Teriaknya sembari menguncang pelan tubuh gadis yang dipanggil Cessie itu.

“Hoshh.” Helaan nafas Cessie terdengar bersautan.

Cessie langsung mendudukan diri dengan nafas yang tak teratur seperti orang yang ketakutan, mata abu- abu tajamnya bergerak tak tenang.

Dia menoleh kesamping dan mendapatkan Verda temannya yang menyodorkan segelas air, tanpa persetujuan Verda dia langsung merebut gelas itu dan meminumnya hingga tandas.

“Mau aku ambilkan obatmu?” Ucap Verda yang dibalas gelengan lemah oleh Cessie.

Verda melangkah mendekat kearah Cessie dengan duduk disebelahnya, dia mencoba menenangkan temannya itu seraya mengelus punggung gemetar Cessie dengan lembut.

Hiks.. hiks.. a-ku takut Ver, m-m-ereka sangat menakutkan. Aku sangat takut.” Cessie mulai terisak.

Verda yang melihat kondisi Cessie saat ini tidak begitu terkejut sebab sudah biasa untuknya, Cessie yang tiap malam selalu terbangun karena mimpi buruk. Anehnya mimpi itu selalu sama dan dengan melihat kondisi Cessie yang begitu pastilah mimpi itu sangat buruk, mungkin hanya Tuhanlah yang tau kapan mimpi itu akan hilang dan berganti dengan mimpi indah.

Sungguh melihat Cessie yang terlihat sangat ketakutan membuat Verda sangat tersiksa, seandainya saja bisa Verdapun ingin rasanya dirinya menggantikan posisi Cessie.

Verda mengelus kepala Cessie lembut “Huss, jangan menangis, Princess.”

Cessie mendongakkan kepala “Aku sangat takut Verda.” Cessie  beringsut memeluk Verda dengan erat.

“Tenang, Princess. Tidurlah akan aku temani malam ini”

Cessie merebahkan tubuhnya kembali dan hendak tidur, dengan tangan yang ditautkan kuat di tangan Verda seakan takut bila temannya itu sampai meninggalkannya sendiri.
Dengkuran halus terdengar ditelinga Verda, dia menengok ke samping dan  melihat gadis di  sampingnya  sudah kembali tidur dengan tenang. Verda mengelus pipi Cessie dengan lembut seraya berbisik.

“Semoga hidup bahagia dan tenang akan segera datang menghampiri mu."

Hari ini cukup cerah untuk memulai aktivitas baru, Cessie yang kini tengah melangkah menuju kekelasnya tiba-tiba di kejutkan dengan dorongan seseorang dibelakangnya hingga menghentikan langkahnya.

“SETAN!!”

Cessie mengernyitkan dahinya, mata sayunya menatap orang di depanya dengan tatapan meminta jawaban.

“SETAN!! Kau Cessie, kau yang melakukannya bukan?” Lontar lawan bicaranya.

“Apa maksudmu? Apa yang ku lakukan, Zica?” Cessie dengan nada penasaran.

Zica adalah teman semasa sekolah menegah awal, dulu mereka sangatlah dekat. Hingga sesuatu terjadi tiba- tiba Zica memilih pergi meninggalkan Cessie sendirian.

“Kenapa kau tak berhenti Cessie, berapa korban lagi yang kau butuhkan. APAKAH KAU TAK PUNYA HATI LAGI HAH?!!!” Zica penuh penekanan.

“A-apa Zic, aku tak tahu apa pun.” Mata Cessie mulai  memerah menahan air mata karena bentakan Zica seolah menuduhnya, tapi saat ini Zica memanglah sedang menuduhnya.

“Cih.. apakah benar jika orangtua mu adalah seorang pyscopath hingga anaknya mengikuti jejak mereka? Oh apakah kau adalah keturunan vampire yang haus akan darah manusia?”

Cessie terisak mendengar penuturan Zica, “Hiks..hiks

“Ini tak masuk akal Cessie, kenapa semua korban selalu ada hubungannya dengan mu. Kau kan yang melukai Anatasha? Ku peringatkan sekali lagi hindari semua orang, kau beruntung kini hanya aku yang mengetahuinya.”

Zica berlalu pergi meninggalkan Cessie yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Pembunuh? Dirinya bahkan mual jika melihat darah, bagaimana bisa dia menjadi seorang pembunuh.

Gadis berambut pirang bergelombang berperawakan tinggi dan iris mata abu-abu tajam nan terang memabukan itu, berlari tak tentu arah sambil terisak. Langkahnya terhenti ketika menemukan gudang di belakang kampusnya, perkataan Zica tadi sangat menyiksa dirinya. Dirinya tak salah apapun bahkan ketika mengetahui Anatasha ditemukan dengan luka penuh sayatan saja sukses membuatnya terkejut. Cessie berpikir mungkin memanglah benar dirinya yang melukai Anatasha tanpa di sadarinya, jika itu benar pasti karena sosok itu.
Tangisnya kini menjadi  sangat memilukan bahkan tangannya tidak berhenti memukul wajahnya sendiri siapa pun yang melihatnya pasti akan merasakan nyeri di sekujur tubuh, sudut bibirnya kini mulai robek mengeluarkan darah. Tangannya terulur dan menekan luka yang di ciptkannya sendiri, tapi bukan merasa kesakitan Cessie justru tersenyum misterius.

"BODOH!!" Cessie kembali memukul kepalanya berulang kali.

BUKK

BUKK

BUKK

"Hentikan itu, Princess."
Suara berat seseorang terdengar dan sempat menghentikan pergerakan Cessie, dia menengok kesamping mencoba mencari pemilik suara itu namun hasilnya nihil tak ada siapapun di sana kecuali dirinya.

Cessie kembali teringat perkataan Zica terutama tentang orang tuanya seorang psycopath? Apakah itu kebenarnya tentang orang tuanya? Bukannya berhenti Cessie semakin membabi buta memukul kepalanya berharap sesuatu dapat kembali berputar di otaknya.

"Jangan sakiti dirimu, Princess."
Suara itu terdengar kembali, Cessie melempar pandangan ke seluruh penjuru ruangan.

Hasilnya hanya kegelapan yang di dapatnya tak ada seorang pun di sana, siapa pemilik suara itu?

"Siapa kau..hiks." Cessie yang masih sesegukan.

Tak ada jawaban apapun, Cessie mulai menggangap dirinya memanglah gila yang seakan berbicara dengan seseorang padahal tak seorang pun ada di sana selain dirinya.

"HAHA!!" Cessie yang mulai tertawa nyaring.

"HAHA.. Ini menarik aku anak dari seorang psycopath? Bukankah itu seru?" Cessie dengan nada tajam.

"Oh bahkan anak pyscopath ini mulai seperti orang gila yang berbicara sendiri."ucapnya yang membuat hawa ruangan menjadi mengerikan.

Raut wajah Cessie mulai tak terbaca, pandangan mata yang lembut kini berubah tajam, dia berdiri dan merapikan dirinya yang sempat terlihat seperti gelandangan. Sebelum Cessie keluar dari gudang, dia seperti berkata sesuatu pada seseorang.

"Apa kau yakin, tak akan melukai seseorang?" Cessie gugup.

"Melukai? Itulah kenapa aku kembali hari ini, jika kau yang melakukannya pasti tak kan bisa karna dirimu sangat lemah. Aku hanya akan memberinya pelajaran sedikit karna ucapannya."

"Dia adalah temanku, aku sudah tak apa." Cessie dengan nada menyakinkan.

"Berarti dia juga temanku, jadi cukup diamlah."


See u next part

The Cassiopeia (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang