Chapter 1

53 6 0
                                    

Kalian pernah berpikir apa yang akan terjadi setelah kita mati? Kemana kita akan pergi? Apa yang akan kita lihat dan rasakan? Apakah disana sepi dan tak ada orang? Jika kalian pernah berpikir demikian maka kalian sejalan dengan pikiranku.

Memikirkannya membuatku ingin cepat-cepat merasakannya walaupun ada rasa takut yang tercipta. Mengapa aku ingin cepat mati? Karena aku merasa bahwa hidupku tak berarti, hidupku hanya diselimuti oleh rasa takut sehingga membuatku sering berfikir untuk apa aku hidup?

Kembali membuka kedua kelopak mataku dengan perlahan menatap sekelilingku yang masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Gelap dan sepi. Perlahan kubangunkan diriku dari tidurku duduk ditepi ranjang kemudian menoleh kearah jendela yang tertutupi oleh tirai sehingga tak membiarkan cahaya masuk. Namun celah yang ada disana dapat meloloskan cahaya pagi hari masuk sehingga ruangan yang kutempati sekarang tak sepenuhnya gelap.

Beranjak dari ranjangku mengambil langkah pelan kearah cermin besar yang berada tak jauh dariku. Langkahku berhenti tepat didepan cermin tersebut, menampakkan diriku yang terlihat berantakan. Memiringkan kepalaku dan tentu diikuti oleh pantulan diriku yang berada di kaca. Perlahan telapak tanganku mengelus wajahku dengan lembut dan beranjak ke rambut hitam panjangku.

Tok... Tok... Tok....

Dengan cepat aku berbalik dan memandang pintu yang sedang diketuk tersebut. Melangkahkan kakiku kearah pintu keluar ruangan ini. Menjulurkan tanganku kedepan hendak membukannya namun terhenti seketika setelah aku mendengar suara tegas entah dari mana.

"Jangan membukanya!!"

Setelah mendengar larangannya aku kembali menurunkan tanganku. Tak bergerak barang sedikitpun menatap pintu didepanku dengan kosong membiarkan orang diluar sana terus mengetuk pintu kamarku.

"Sayang... Waktunya sarapan. Ibu sudah memasakkan makanan favoritmu. Cepat turun, bukannya kau kuliah hari ini?"

"Apa kau percaya?"

Suara itu lagi, Aku mengerutkan keningku. Beberapa minggu ini suara itu selalu saja ada memberiku perintah ini dan itu. aku bertanya-tanya siapa dia, apa dia adalah malaikat pelindungku atau apa? Dan entah apa yang membuatku selalu mendengarkani akan apa yang dia ucapkan.

Aku melangkah selangkah kebelakang menjauhkan diriku dari pintu namun tak membuatku beranjak dari pandanganku disana. aku hanya terdiam menatap pintu didepanku.

Kreettt....

"heii... sayang, apa yang kau lakukan? Ayo turun dan sarapan semua sudah menunggumu"

Pintu terbuka dan menampakkan sosok ibuku yang sekarang menatapku heran mungkin karena mengetahui bahwa aku berdiri disini dan bukannya membukakan untuknya malah terdiam layaknya patung.

Aku hanya terus menatap ibuku yang perlahan mendekat.

"Dia membencimu"

"Tak ada yang menyayangimu"

"kau seharusnya mati"

"Untuk apa kau hidup"

"tak ada yang menginginkanmu"

Perlahan kuangkat kedua tanganku menutup kedua telingaku. Itu tidak mungkin, tidak mungkin mereka membenciku, itu tidaklah benar. Aku terus menggelengkan kepalaku sambil menutup kedua telingaku berusaha untuk menghilangkan suara tadi dan tak terdengar lagi.

"Tidak...Tidak...itu tidak mungkin, aku..aku tidak melakukan hal yang buruk, aku tidak salah, itu tidak mungkin!!"

"Heii..hei.. sayang ada apa? Ibu disini.. ibu disini, tak usah memikirkannya"

"Tidak, ini semua salahku, dia benar tak ada yang menyukaiku! Semua salahku..."

Aku hanya terus bergumam sambil meronta didalam pelukan ibuku yang sekarang sedang memanggil seseorang untuk meminta bantuan. Aku menghiruakan semua yang dikatakan oleh ibuku. Bahkan kakak, adik serta ayahku yang sekarang telah berada disekitarku tak kuhiraukan aku hanya terus meronta untuk dilepaskan dan bergumam semua ini salahku.

Brukkk...

"Cepat panggil Ambulance!!"

Hanya itu yang dapat kudengar hingga akhirnya semua mulai menghitam dan tak ada lagi suara-suara. Keadaan sunyi membuatku tenang. Inilah yang kuinginkan. Ya benar.

Aku harap aku tak akan bangun lagi

***

"Amalia! Akukan sudah bilang aku tak melakukannya!!"

"Pergilah dariku Andre"

"Dengarkan dulu penjelasanku"

"Sudalah, aku sudah dengar seribu alasanmu hampir seumur hidupku"

"Kau hanya salah paham"

Rekaman itu kembali terulang, kulihat diriku yang dulu berjalan melewati Andre tanpa memerdulikan semua ucapannya. Waktu itu aku sangat kecewa padanya, sehingga tak mau lagi mendengarkan semua penjelasannya. Jika memang aku salah paham maka biarlah. Aku sudah sangat lelah kala itu. maka aku berjalan meninggalkannya yang masih berusaha menahanku.

"OK FINE! Aku bersalah, aku minta maaf. Tapi bisakah kau dengarkan aku dulu, aku tak peduli kau percaya atau tidak. Tapi sungguh aku tak melakukannya Amalia. Bisakah kau untuk mengerti aku, aku berusaha untuk bisa meluangkan waktuku untukmu, berusaha untuk selalu bersamamu. Tapi kau...kau, hanya memikirkan dirimu tanpa memikirkan keadaanku"

"APA!? Hahh...aku tidak percaya ini. Sejak kapan kau meluangkan waktu untukku hmm? Kau pikir aku hanya memikirkan diriku? Kau bahkan tak tau jika aku selalu bersabar dan selalu berusa untuk mengerti keadaanmu, aku bahkan rela acara keluargaku waktu itu demi kau. tapi KAU!! Membuatku berfikir bahwa memang seharusnya kita tak pernah saling mengenal. Untung aku datang waktu itu, sehingga aku tau bagaimana dirimu yang sesungguhnya"

Aku benar-benar menumpahkan seluruh yang ada dibenakku padanya. Baru pertama kalinya aku semarah itu bahkan sampai menumpahkan air mataku. Dengan cepat aku berbalik untuk meninggalkannya, namun terhenti saat tangannya menarik tanganku dengan sangat kencang membuatku kembali keposisi menghadap padanya.

"Lepasakan!"

"tidak"

"lepaskan!"

"tidak!"

"Kubilang lepaskan!!"

"TIDAK !!"

Plakk...

Semuanya membisu, aku hanya dapat membulatkan mataku waktu itu, saat menyadari apa yang kuperbuat. Aku Amalia Putri Kusuma untuk pertama kalinya menampar seseorang dengan sangat keras. Bahkan sampai menyisahkan tanda merah pada pipi Andre. Aku menamparnya dengan tangan kananku yang tak ia genggam. Kutatap tanganku yang kugunakan untuk menamparnya kemudian dengan perlahan kutatap Andre yang juga terkejut akan perbuatanku. Dengan cepat dan keras aku menyentakkan tangan kiriku sehingga terlepas dari genggamannya.

"Kau cocok dengannya. Sedangkan aku sama sekali tak sependapat denganmu, jadi pergilah menjauh dariku. Aku sudah memaafkanmu sungguh. Anggap semuanya tak pernah ada, anggap kita tak pernah bertemu"






Bersambung....

Moon and StarWhere stories live. Discover now