#4 - Indonesian people

62 13 8
                                    

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA

HOPE YOU ENJOY IT :)

•••

"Lo aja fokus ke dia terus, gimana gue mau diperhatiin"

•••

Nika meneguk minuman yang dipesannya, begitupun Raza. Jakunnya tampak naik turun menjadikan pandangan Nika tidak terfokuskan. Ia terus mencuri-curi pandang ke arah Raza dan naasnya Raza juga sedang menatap ke arahnya.

Nika sebenarnya ingin menghindar dari situasi seperti ini. Karena jantungnya pasti akan terus berolahraga. Bagaimana jika jantungnya terlalu kelelahan dan ia akan kehabisan nafas. Lalu meninggal ditempat. Tidak bisa dibayangkan ia mati konyol seperti itu.

"Makanan lo ga dimakan?"tanya Nika sedikit basa-basi selagi mulai menyuapi makanannya ke dalam mulut.

"Kenapa lo peduli?"Raza mengangkat sebelah alisnya.

"Ya, karena lo temen gue lah,"balas Nika yang seketika menjadi bingung.

"Ga lebih?"tanyanya lagi.

"Maksud lo apa?"

"Oh, gue kira gue gak dianggep temen lagi,"

Raza menghembuskan nafas kasar, ia tidak ingin membahasnya lebih lanjut.Dugaan ia memang benar. Nika tidak mungkin akan se-peka itu. Lagipula jika ia peka pasti Nika mengira Raza menyinggung masa lalu mereka, tentunya Nika akan marah dan meninggalkannya sendirian di mall.

"Aru lo anggep apaan?"

Nika menghentikan suapannya, "Aru? Dia temen gue gak lebih,"

"Oh,"

Sebenarnya Nika paham maksud dari perkataan Raza. Namun ia sengaja berkata seperti itu supaya Raza tidak melanjutkan perkataannya lebih jauh lagi.

"Iya," Nika menundukkan kepalanya, seolah ia tidak mau Raza melihatnya makan.

Nika dan Raza menikmati makanannya masing- masing, yang terdengar di meja mereka hanyalah suara denting sendok garpu yang mereka gunakan. Entah memang keduanya yang saling tidak peduli atau mereka yang terlalu canggung.

Raza yang akan memasukkan makanannya ke dalam mulut melirik ke arah Nika. Gadis itu masih menunduk. Raza menggeleng kepalanya pelan, apa kepalanya tidak cape menunduk terus menerus sejak tadi.

"Nik,"panggilnya.

Nika langsung menengadahkan kepalanya menghadap Raza, raut wajahnya tampak panik, "I-iya kenapa?"

"Kenapa lo?"kekeh Raza.

Nika mengalihkan pandangannya, pipinya kini terlihat memerah. Ia saja tidak tahu mengapa dirinya jadi seperti ini. Sangat aneh, padahal saat dirinya berdekatan dengan Aru ia tidak akan segugup ini. Mengapa dengan Raza perasaannya jadi tidak enak.

"Kepalanya ga cape nunduk terus?"

"Engga, udah biasa,"jawab Nika asal. Ia kemudian melanjutkan makannya. Nika sebenarnya sedikit menyesal menyetujui ajakan Raza untuk menonton. Jika tahu akan seperti ini, ia lebih baik berdiam diri di rumah atau mengobrol dengan Bundanya saja.

Beberapa menit mereka lewati dengan keheningan, sekarang keduanya terfokus pada ponsel mereka masing-masing. Nika yang sedang sibuk chat dengan Aru padahal mereka ada di mall yang sama. Dan Raza yang tersenyum-senyum sendiri entah sedang chat dengan siapa.

"Filmnya 5 menit lagi mulai. Mau sampe kapan chat-an terus?"Tanya Raza menyindir.

Nika yang sedang tertawa-tawa membaca balasan Aru tidak mendengarkan apa yang Raza katakan. Disitu Aru menceritakan kepadanya bagaimana ia disuruh-suruh Rena untuk membawakan ini dan itu. Namun, ketika Aru mengeluh Rena akan mengancamnya. Mau tidak mau Aru harus menaati perintahnya.

AruNikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang