2. Obrolan Warung Nasi

28 7 0
                                    

Daniel merebahkan kepalanya di atas meja yang penuh dengan setumpuk dokumen dan beberapa kertas berserakan. Jemarinya sibuk memainkan pulpen yang sedang asik mengukir nama Kayla dan menggambar kucing dengan berbagai jenis ekspresi. Wajah lesunya seperti berbicara bahwa semangat untuknya bekerja hari ini, menguap bersama hawa dingin yang dihembuskan pendingin udara. Sudah 3 hari sejak terakhir kali Kayla menelfon Daniel, sejak saat itu pula Daniel tidak tau bagaimana kabar Kayla. Pekerjaan kantor yang menumpuk terlalu menyita perhatian Daniel dan tidak memberikan waktu luang baginya agar bisa mengetahui kabar gadis tersebut.

"Dim, gue resign boleh gak ?" . Daniel berbicara pada Dimas yang duduk di hadapannya, seakan setengah dirinya sedang tidak ada tempat itu.

"Gak"

Dimas tetap sibuk dengan dokumen yang sedang ia pilah-pilah, pertanyaan Daniel barusan tidak membuyarkan konsentrasinya sama sekali.

"Permisi ?"

Pucuk dicinta ulam pun tiba, bagai petir di siang bolong. Telinga Daniel yang mendengar samar-samar suara Kayla, langsung membangunkan kesadaran Daniel seratus persen. Daniel tidak mempercayai pandangan matanya saat Kayla berdiri membuka pintu ruangan dimana ia dan Dimas sibuk memilah dokumen.

"Eh Ka, sini masuk".

Dimas menghentikan pekerjaannya, sementara Kayla berjalan mendekat ke arah Dimas dan Daniel dengan amplop coklat yang dia peluk, sedangkan Daniel masih diam membatu untuk bisa mempercayai apa yang ia lihat.

"Ini amplop titipan Cicit mas, kata Cicit maaf gak bia anter soalnya tadi keburu di SMS sama dosen pembimbing, jadi dia lagi bimbingan skripsi sekarang" .

Kayla menyerahkan amplop coklat pada Dimas, dan Daniel masih diam tanpa suara.

"Makasih ya Ka, maafin loh ngerepotin kalo kamu gak anter ini sekarang, kayaknya kerjaan hari ini bakal gak beres, kamu kesini dianter siapa Ka ?"

Dimas membuka amplop coklat yang diberikan Kayla dan mengecek isi dokumen tersebut.

"Dianter Arfan mas, aku juga gak bisa lama-lama soalnya harus pergi sama Arfan"

"Tau jalan keluarnya kan Ka ?"

"Tau kok, mas Dim tenang aja, btw ini buat Mas Daniel, yang semangat hehe, Kayla duluan ya"

Daniel masih memandangi punggung Kayla yang menghilang dibalik pintu, matanya beralih pada sebungkus permen Karamel pemberian Kayla barusan.

"Dim, Arfan siapa ?"

Dimas menghela nafas, dia berdiri dan mengambil segelas air mineral yang terletak didalam kardus disudut ruangan.

"Dan, lu lagi sariawan? apa lupa sikat gigi? Kayla dateng bukannya disapa, dikasih permen bukan bilang makasih malah bengong aja macem orang linglung"

"Dim gue nanya apa kok lu jawabnya apa, gue tau gue jarang mandi tapi gak gitu juga Dim"

"Gak usah pasang tampang bete gitu, nih minum dulu biar fokus"

Daniel mengambil air mineral yang Dimas berikan dan meminumnya dengan enggan.

"Lu kangen Kayla kan?"

"Kata siapa ?"

"Tu di kertas napa penuh ama nama Kayla sama gambar kucing ? lu punya kucing baru namanya Kayla ?". Dimas menunjuk kertas yang sendari tadi menjadi kanvas bagi guratan seni yang Daniel ciptakan.

"ASTAGA!". Daniel meremat kertas tersebut, dan saat itu juga keringat dingin menyapa permukaan kuduknya.

"Kayla tadi ngeliat kertas itu, makanya kalau kerja yang fokus jangan ngelantur, kalau lo mau tau Arfan siapa kerjain dulu kerjaan lu nanti gue kasih tau". Dimas kembali fokus pada tumpukan dokumen yang berserakan dimeja.

Summer RainWhere stories live. Discover now