Bumbu Bumbu Jembut

843 15 0
                                    

  *back to 2017

  Sudah 6 bulanan kami pacaran(secara resmi). Atau mungkin lebih, entahlah tak ku hitung.

  Hari hari berlalu seperti biasa. Bedanya, sekarang aku lebih sering tersenyum. Aku berubah jadi periang, Jadi ramah ke tamu tamu yang datang ke tempat kerjaku. Lebih terbuka pada teman teman. Dan yang terpenting aku mencoba lebih perhatian pada Mbi, anak semata wayangku.

  Komunikasiku dengannya juga lancar jaya. Layaknya orang berpacaran pada umumnya. Ku kesampingkan kenyataan bahwa dia bukanlah pria single, melainkan suami orang.

  Belajar darinya, kini aku tak cuek terhadap pasangan. Hampir tiap pagi aku ngechat dia. Apalagi sekarang ada fitur baru tempat orang berkirim pesan. Pake WA, bbm aku hapus.

  Dia tuh pinter. Konon IQ nya itu di atas rata rata, hampir 150. Percaya? Aku sih ngga. Tapi serius dia pinter. Dia mengajarkan banyak hal padaku si gaptek ini. Tapi aku juga orang pintar, karena suka minum tolak angin kalo meriang. Cih... Receh.

  Selama kenal dia hampir setahun, sosoknya tetap seperti yang ku lihat pertama kali. Tetap bijaksana, perhatian, kalau marah sekalipun tak pernah meledak ledak. Paling cemberut. Parah parahnya kalau kesalahan ku agak fatal paling dia nyuekin aku seharian.

"Pertengkaran itu biasa dalam hubungan, bumbu. Anggep aja micin. Asal jangan kebanyakan, ntar bego."
quote si Abay.

***

  Kami sedang di kontrakannya malam itu, sedang sibuk dengan gadget masing masing. Aku sedang menonton film streaming di hpku, dia nonton saluran yusup kesukaannya. Aku berbaring di pelukannya, menyenderkan kepalaku ke bahunya yang bidang.

  Mungkin bosan, dia meletakkan hpnya. Lalu dengan nakal menyusupkan tangan ke dalam celana pendekku.

"Ihhh... Jembutmu udah gondrong aja. Cukur yuk," katanya.

Aku mengalihkan perhatian dari film yang sedang ku tonton.

"Cukurin," perintahku.

"Siap nyah..."

Dengan semangat dia beranjak mempersiapkan alat alat cukurannya. Gunting kecil, sebuah clipper kecil, kerokkan janggut. Tanpa di suruh aku langsung membuka celanaku.

"Mau gaya mohawk atau botak aja nyah?"

"Terserah, tuan." jawabku.

  Dia lalu memposisikanku mengangkang di depannya. Lalu dengan teliti mulai mencukur bulu bulu kelaminku. Sesekali dimainkan klitorisku dengan jarinya, membuatku meringis sambil menggigit bibir bawahku.

"Bayar yah..." katanya dengan lirikkan menggoda.

"Osiapp..." ku bilang.

  Fokusnya kembali ke rambut kemaluanku. Kadang kadang alisnya mengerut, lalu memutar mutar tangannya yang memegang gunting kecil itu, dengan hati hati memangkas seluk vaginaku yang di tumbuhi rumput hitam. Dia melirikku karena merasa di perhatikan.

"Jangan kentut yah," katanya, membuatku tertawa.

  Selesai dengan tugasnya, dia lalu membersihkan sisa sisa bulu yang menempel dengan tisu. Lalu bersimpuh dan menjilati vaginaku. Aku mendorong kepalanya karena geli.

  Dia lalu duduk untuk membuka celananya. Yang ku artikan dengan ajakkan 'perang'. Tapi dia malah menyerahkan gunting kecil itu padaku,

"Gantian" katanya lalu berbaring di sampingku sambil mengusap kemaluannya yang juga gondrong.

  Aku mengerutkan dahi, karena biasanya dia tak pernah mau kalau jembutnya ku potong. Takut jadi pertanyaan istri katanya kalau pulang tau tau si brandon botak.

Dia Bukan Dilan, Dia AbayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang