Kondangan

830 20 0
                                    

 Hampir 3 bulan setelah aku bercerai.  

  Makin hari aku makin dekat dengannya, si Abay itu. Dia sangat perhatian. Meskipun hanya perhatian kecil. Pernah suatu hari dia menyatakan perasaannya padaku. Bukan ingin memiliki, hanya ingin menjadi bagian penting dalam hidupku, katanya. Setelah anakku tentunya.

  Aku bukannya apa apa. Tapi aku hanya nyaman, dan jujur aku butuh dia. Butuh perhatiannya, butuh saat aku ingin curhat, butuh duitnya.

  Ya... Sebagai salah satu tamu, bisa di sebut dia sumber uangku. Dia selalu ngasih tip besar, untuk tarif ngobrol doang. Dia sudah jarang di pijit sekarang. Katanya dia datang cuman ingin ketemu. Kami memang tak pernah bertemu selain di tempat kerjaku. Pernah dia bilang gini,

"Kamu mahal yah. Masa pengen ketemu ama ngobrol doang kudu bayar".

  Untuk urusan ekonomi, perceraianku tidak membawa dampak apa apa memang. Aku terbiasa mencari uang sendiri. Untuk anak dan keluargaku. Tapi sejak awal pertemuan dengannya, Abay selalu membantu jika aku ada masalah keuangan. Bahkan saat aku masih berstatus istri Iwan. Bertolak belakang dengan Iwan yang bahkan jarang sekali memberi nafkah sebagai kewajibannya.
                          
                               ~~~
  Kalau kalian menganggap semua ini atas dasar uang, silahkan. Memang seperti itu pada awalnya. Tapi seiring berjalan waktu, perasaan seseorang bisa berubah,kan? Karena sampai saat ini, dia jadi seseorang yang berarti yang berhasil merubah hidupku.
                              ~~~
  
   
  Makin lama aku mulai menyukainya, dengan perasaan lain. Bukan sekedar rasa suka biasa. Aku tak lagi memandangnya sebagai 'tamu'. Aku selalu menanti kabar darinya. Aku haus akan perhatiannya. Aku ingin selalu bertemu.

  Dia pulang ke Bekasi seminggu sekali, tiap sabtu sore. Dan selama weekend kami tidak pernah berkomunikasi. Karena itu waktu untuk keluarganya. Dia pernah bilang,

"Dari senin sampe sabtu, aku milikmu. Tapi setelah aku pulang ke rumah aku milik keluargaku"

  Itu lebih dari adil ku pikir, dan aku menghormatinya sampai sekarang. Tak pernah sekalipun ku hubungi dia pas sedang di rumah. Tapi tetap saja, nunggu sampai hari senin itu rasanya lamaaaa... Dan sialnya ini hari sabtu.

"Bye Neng... Aku pulang dulu yah. Inget jaga hati, jaga kesehatan. All our comunication is swich off. See u in monday. Muaccchhhh.... Crott..... " bbmnya sebelum pulang. Ku balas,

"I hate Sunday". Dia bls lagi dengan emot ngengir.

  Hanya satu hari dua malam sebenarnya. Kami bahkan ngga ketemu tiap hari, paling seminggu sekali. Tapi komunikasi lewat hp nggak pernah absen. Hari minggu adalah 'forbiden's day' untuk menghubunginya.

  Malam itu tamu agak sepi, aku gogoleran di kamar, kerja bukan giliranku. Bosan rasanya pas Abay ngga ada. Aku hanya lihat lihat hp. Aku jadi ingat pas pertama ketemu dia disini. Ketika aku masih bersama Iwan.

  Dia hanya duduk diam ketika temanku menawarinya di pijit. Nganter temennya doang katanya. Tapi pas aku samperin dia malah mau di pijit. Di dalam juga dia ngga mau diam. Banyak nanya, ngomong elu gua khas orang Betawi, selalu nengok nengok pas aku sedang mijit belakangnya. Cungar cengir dengan senyum cabulnya. Aku selalu penasaran. Apa yang membuatnya tertarik padaku waktu itu.

  Pernah juga pas pertemuan ke dua dia membawa kondom dan menunjukannya padaku. Dia pikir terapis di sini bisa di 'pake'. Setelah aku ketawain, dan ku jelaskan bahwa di sini khusus pijat, dengan malu malu dia memasukan kembali kondomnya dan malah meminta no ku. Hmmm... Ada ada aja. Aku senyam senyum sendiri di kamar.

  Dua hari tanpanya aja aku udah ngerasa kehilangan. Tapi makin lama aku terbiasa. Setiap senin pagi dia selalu bbm. Tepat jam 05.00 ketika dia berangkat dari rumah ke Bandung.

Dia Bukan Dilan, Dia AbayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang