Buat Neng Lala,
Neng, apa kabar lo?
Kalo berak masih milih-milih tempat ga?
Kalo makan masih minggirin bawang goreng ga?
Lo ada di mana sekarang, Neng?
Gue nyariin dari kapan tau, tapi ga pernah ketemu elo. Elo sih pendek banget, susah gue nyarinya!
Tapi, biar pun gue ga tau keberadaan lo, gue harap lo baik-baik aja ya, Neng? Gue harap lo sehat-sehat di sana. Jangan lupa makan yang banyak, minum susu yang banyak biar cepet tinggi!
Jangan kecewa, gue masih belum nyerah untuk bisa nemuin lo. Karena gue kangen elo.
Dari orang ganteng 100%
NB: Ma, Pa, kalo nerima surat ini, tolong bilangin ke Neng Biduan, Kang Sawer kangen.
****
"Mau dikirim ke Jakarta, Bos?" tanya Sam. Aku mengangguk tanpa suara. "Ah paling yang nerima orang tuanya lagi," sambung Sam seolah dia dukun sakti mandraguna.
Sam menghampiri ketika aku sedang melipat asal selembar kertas itu menjadi tiga lipatan tidak simetris.
Sambil geleng-geleng kepala Sam menegur, "Pantes surat-surat lo ga pernah dibales sama Kak Lala. Noh, liat! Ngelipet kertas aja kagak niat gitu."
"Biar cepet, elah! Yang penting kan isi suratnya sangat mewakili isi hati gue," kilahku cepat, sembari memasukkan lipatan asimetris itu ke dalam sebuah amplop yang di pojok bawah kanan tertulis alamat rumah Lala di Jakarta.
Blok D8 nomor 12a. Tepat di sebelah rumah Ibu Ine dulu yang bernomor 12 aja, sebelum rumah itu dijual dan sekarang beliau menetap di Bandung.
"Zaman sekarang, udah ga ada orang yang main surat-suratan kayak lo gini, Bos. Surat belom nyampe, biduan lo keburu disamber orang."
"Ya gimana lagi, nomornya dia udah ga aktif, telepon rumah udah ga dipake juga."
"Bos, lo tau yang namanya Facebook sama Instagram ga?" tanya Sam dengan tampang minta ditampol!
"Tau lah! Lo nganggep remeh gue?" sahutku tak terima.
"Ngerti cara pakenya?" tanyanya lagi dengan ekspresi meremehkan.
"Nah itu dia masalahnya!" celetukku cepat.
"Kalah lo sama anak SD zaman sekarang yang tititnya ga lebih gede dari jari kelingking kaki lo. Cari sana di FB sama IG, gue yakin Kak Lala ga sekatro elo, Bos."
"Caranya?"
"Tanya sama anak SD, dikit lagi jam bubaran sekolah, pas banget, tuh," tolak Sam dengan tampang yang makin menjatuhkan martabatku sebagai mantan bos besar Blacklist.
"Lo mau ajarin atau ribut sama gue?"
"Gue mau istirahat dulu, ntar malem diajakin nongkrong sama Mila. Usaha, Bos. Melepas kekatroan lo itu butuh usaha keras emang, gue paham. Tapi lo pasti bisa, kok," jawab Sam sebelum ia kembali ke ruangannya, tak mau peduli dengan nasibku yang stuck di sini-sini aja.
Emang kurang ajar bocah satu itu, makin hari makin minta dimutilasi dia!
Meskipun begitu, saran dari bocah piyik itu ada benarnya juga. Walau membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar menggunakan sosial media, tapi tidak ada salahnya dicoba.
Masalahnya ... siapa yang bisa ngajarin tanpa perlu banyak nyinyir kayak Sam tadi?
"Yos!" Panggilan itu sontak membuat tanganku dengan cepat menyembunyikan surat untuk Lala ke dalam ransel.
"Wets, ngagetin aja lo! Ngape?"
"Kenapa lo? Lagi coli?" tanya Hanny dengan ekspresi nakal.
"Pala lo!" sahutku sewot.
"Yeh, santai dong. Artikel mingguan gimana? Udah kelar belom?"
"Belom, besok aja lah. Belom diminta juga kan sama Kris?"
"Ga bisa, ga bisa. Lo mesti kelarin hari ini!" Perintah Hanny tak mau ditawar. Aku sudah bisa menebak maksudnya.
"Emang mau party di mana malem ini?"
"Colony. Jangan lupa bersihin kamar, gue mau nginep di tempat lo," bisik Hanny, kepalanya melongok ke dalam ruangan.
Sambil menarik ransel di bawah meja kerja, kuhampiri Hanny, lalu menariknya ke dalam ruangan sembari menutup pintu. Dengan cepat kudaratkan kecupan singkat di lehernya.
"Jangan mancing-mancing, Han, masih siang," larangku dengan kepala yang masih bertengger nyaman di relung lehernya. "Gue cabut duluan, ada urusan penting. Nanti malem gue jemput di rumah," sambungku, setelah itu bergegas meninggalkan kantor.
"Revisian artikel kirimin ke gue sebelum jam 5 sore. Jangan sampe lupa, Yos!"
"Iya nanti gue selesaiin setelah gue dapet anak SD yang tititnya ga lebih gede dari jari kelingking kaki gue," jawabku yakin.
"Hah? Gimana maksudnya tadi?" tanya Hanny bingung, tapi tak kujawab. Biarkan dia bingung soal pertititan itu.
Pokoknya secepatnya gue mesti bisa nemuin Lala, gimana pun caranya.
"Bos, cabut?" tanya Sam dari dalam ruangannya yang terbuka.
"Iye, cabut. Mau nyari titit!" sahutku. Biarkan mereka yang mendengar seruan keras barusan berfantasi liar tentang maksudku, persis seperti yang terjadi pada Hanny barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT!] STILL BEDFRIEND [SEKUEL BEDFRIEND]
RomanceYose tidak pernah bisa lepas dari masa lalunya. Bayang-bayang Lala selalu mengikutinya setiap hari. Bukannya terganggu, Yose malah bersyukur karena setidaknya bayang-bayang itu bisa sedikit mengobati rindunya. Andai kata kesempatan kedua itu datang...