[02] SELAMAT PAGI BURUNG KECIL

41 2 0
                                    

METAMORFOSA SEMU

bisikan itu...
tak seindah rayuan Tuan
mampu hempaskan aku ke rumah
masadepan
menerbangkan harapan
setinggi langit

setiap impian adalah gelembung
yang pecah
di keheningan malam
terserah Tuan hendak menari denganku kali ini
aku hanyalah penyair yang ceroboh

pagi menyambut
daun-daun berguguran
berfotosintesis menitipkan rindu
meracuni hati

ketika malam datang
kupu putih hinggap di jemari tangan
seketika tubuhku mati
jiwaku lenyap tinggalkan mimpi

Viona, Jakarta 2014

° ° °

MINGGU PAGI 2014, kala itu sedang ramainya perbincangan seputar pemilu Presiden. Tidak peduli-di benak si gadis yang ia pikirkan hanyalah bagaimana ia akan melewati hari-harinya kedepan tanpa seorang ayah.

Meskipun ayah tiri, baginya sama saja. Herman adalah sosok ayah yang baik hati, ramah, dan pengertian terhadap anaknya. Viona nampak dekat sekali dengannya, seperti ayah kandung sendiri.

Beberapa bulan ini kehidupannya terasa hampa. Bagaimana tidak, kapal yang di tumpangi ayahnya tenggelam di lautan, bersamaan dengan seluruh awak kapal yang berjumlah 152 orang, termasuk pak Herman. Kejadiannya berlangsung sebelas bulan yang lalu, ketika kapal itu sedang menuju ke Jakarta, setelah menghadiri hajatan keluarganya di Jambi. Pesan terakhir ayahnya kala itu bahwa ia akan sudah kembali pagi hari sebelum matahari terbit; membangunkan anaknya dari gelisah rindu.

TIMSAR yang menangani kejadian itu sudah berusaha keras mecari namun tidak membuahkan hasil apa-apa.

Setiap malam Viona hanya bisa menangis dan berdoa, berharap ayahnya datang memeluknya. Meskipun itu mustahil baginya. Si gadis merasa kesepian, rindu dengan suara ayahnya, ketika mengucapkan salam 'selamat pagi'.

"SELAMAT PAGI BURUNG KECIL," suara itu terdengar lagi. Entah berasal dari mana, terdengar dekat dari telinga si gadis.

Anehnya ia tidak merasa takut, panik, atau apa, mungkin karena masih dalam kondisi mengantuk. Terkadang ia merasa suara itu berasal dari mimpinya.

Pernah suatu hari ia menanyakan hal ini kepada ibunya.

"Mah! suara itu-beneran deh itu suara Papa!" tanya si gadis pada ibunya, ia baru saja selesai mandi untuk berangkat ke sekolah.

"Jelas bukan lah, sayang!" balas ibunya yang tengah sibuk menyiapkan makanan.

"Terus suara apa?"

Ibunya menjelaskan, "Begini ya Vio. Orang yang sudah meninggal itu jiwanya kembali kepada Tuhan. Tidak mungkin lagi ada disini. Viona percaya Tuhan, 'kan?"

"Percaya," jawab si gadis singkat.

"Nah berarti ayah sekarang lagi bareng sama Tuhan. Yang barusan itu bukan suara ayah. Atau mungkin kamu terlalu banyak memikirkan ayahmu," jelas ibunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"THE JAVANESE CULTIVATION"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang