Berkat permintaan Bu Inggrid, Allen sekarang duduk di ruang osis. Bareng Keanu. Penuh penekanan dan kebencian.
Mari kita balik ke beberapa hari lalu di mana kelas mereka mendiskusikan perwakilan kelas.
“Nah, jadi karena OSIS butuh bantuan buat jadi panitia pensi, kelas kita diminta ngirim dua orang. Ada yang mau ngajuin diri gak?” Keanu berkata dan tentu saja dijawab keheningan.
Jian mengangkat tangannya, membuat perhatian di kelas tertuju padanya. “Gue bukannya gak mau nolongin nih,” katanya ragu. “Cuma gue bakal sibuk sama kompetisi padus. Terus juga kebanyakan anak kelas kita itu perwakilan ekskul dan bakal ngejabat jadi ketua. Jadi, mungkin kita bisa milih yang gak ada tanggungjawab di ekskul atau kompetensi lain.”
Serentak anak kelas langsung menoleh ke arah Allen. “Apa? Gue sibuk ya! Gue paling sibuk sedunia.” Allen sewot. Enak aja disangka dia gak punya tanggungjawab. “Gue sibuk di mading.”
“Bagus dong, lo bisa sekalian liputan.” Sautan Juan sangat tidak membantu. “Lagian Len, anak mading ’kan otomatis bantuin pensi. Mereka bantu buat liputan jurnalistik osis. Kata gue daripada lo nanti double job mending sekarang bilang lo jadi wakil kelas.”
Allen sebal deh, kenapa sih kalau lagi begini keadaannya omongan Juan sangat masuk akal?
“Kalau lo jadi wakil kelas, lo gak perlu ambil bagian di jurnalistik juga.” Silvy menambahi.
Kelasnya memang berisi negosiator semua. Para penjilat. “Hah, oke.” Allen nyerah deh. Dia tidak akan bisa menang di situasi ini.
“Terus satu lagi siapa?”
“Pak Ketua dong.” Sahut yang lain kompak.
Dan itu, alasan ia duduk di samping Keanu saat ini.
Allen duduk tanpa minat dengan satu tangan menyanggah pipi. Saat ini Saka sedang menjelaskan rencana pensi sekolah yang akan diadakan tiga bulan lagi. Kalau dilihat, rencananya sudah 70% dijalani. Mulai dari lomba yang akan dimulai bulan depan sampai guest star hari H sudah diselesaikan. 30% sisanya tinggal bagaimana para panitia dapat melaksanakan kegiatan tersebut.
Jadi sebenarnya mereka yang duduk di tempat ini akan menjadi panitia lomba juga pensi hari H. Kalau seperti ini tak terlalu sulit sih.
“Biar lebih nyaman nantinya per kelas bakal megang satu lomba. Karena nanti bakal banyak tamu dari luar, saya harap kalian bisa bantu agar suasana tetap kondusif ya. Karena para tamu ini kadang bisa jadi sensitif, kalau keadaan mulai di luar kendali, bisa langsung hubungi saya.” Saka mengingatkan.
Apalagi lomba sekolah mereka cukup besar dan memiliki nama di daerah ini. Sudah pasti penonton yang datang bukan hanya dari kelompok pendukung, namun juga dari orang-orang yang sengaja ingin melihat kemampuan kompetitornya. Karena biasanya pemenang dari lomba di SMA Allen adalah pemenang yang lolos ke tingkat provinsi, terutama cabang olahraga. Ada martabat dan kehormatan yang dibawa tiap tim untuk SMA mereka. Makanya beberapa kali keadaan bisa di luar kendali panitia.
Terutama tiga tahun lalu saat polisi sampai harus dikerahkan karena hampir terjadi bentrok antar dua sekolah favorit. Setelahnya peraturan tamu undangan menjadi lebih ketat dan tiap sekolah hanya boleh mengirim 20 pendukung untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
“Mungkin beberapa ada yang udah tahu, ada juga yang belum. Tahun ini, SMA Trisula sama SMK Teknik 2 akan ikut kompetisi lagi setelah dua tahun masuk daftar hitam. Jadi, saya harap kita semua tetep hati-hati. Itu aja dari saya, untuk pembagian lombanya kita bicarakan di pertemuan berikutnya. Terima kasih.” Saka berulang kali mengingatkan dan menurut Allen agak sedikit berlebihan.
Memangnya apa yang bisa dilakukan mereka? Toh, para tamu undangan sudah dibatasi. Pasti tidak akan terjadi apa-apa.
“Len, kalo ada apa-apa, langsung tendang aja burungnya.” Ucapan Keanu disambut dengan tangan Allen yang menampar mulutnya.
“Tutup mulut lo. Jangan ngomongin hal gak penting.” Sungutnya sebal. Kayanya semenjak ada di deket Keanu, Allen gak bisa tenang deh.
“Ye, dibilangin.” Keanu berdiri, menarik tasnya ke bahu. “Atau enggak lo colok aja matanya.”
“Mata lo duluan sini!” Allen emosi.
Keanu ketawa. Allen kalau lagi marah tuh lucu deh. Kaya angry bird.
“Langsung balik Len?” Saka menghampiri mereka ke depan pintu.
Allen mengeluarkan ponselnya sebelume jawab. Ia perlu tahu keberadaan adiknya sebelum pulang. “Enggak deh. Gue mau ke super market dulu.”
“Mau bareng? Gue kebetulan ada yang mau dibeli.” Tawar Saka dengan senyum manisnya.
Allen berpikir sejenak, “Lo bawa motor?”
“Iya.”
“Oke.”
Lumayan nih, Allen gak perlu bayar ojek. “Nu lo langsung balik?”
Allen melirik ke arah Keanu yang masih bersandar di pintu. Lelaki itu mengangguk kecil sebelum menatap Allen. “Iya, balik deh gue.”
Satu alis Allen naik, kenapa nih orang ngeliatinnya gitu banget?
“Oke, hati-hati.” Saka kemudian menatap Allen, “yuk, Len.”
Berakhir mereka bertiga berjalan ke parkiran bersama. “Ka, gue mau naro tas dulu ya. Lo ambil motor dan tunggu depan gerbang aja. Bentar kok!”
Allen langsung kabur. Dia baru ingat belum membawa tas belanja. Tinggal Keanu dan Saka yang berjalan ke parkiran bersama. Motor keduanya parkir sebelahan.
“Good luck.” Keanu berkata sebelum memakai helmnya.
“Buat apaan?” Balas Saka tak paham.
“Kencan lo.” Keanu langsung menyalakan mesin motor, mengendarai motornya keluar dari sekolah. Dan ada Saka yang tertawa kecil mendengarnya.
Benar, keberuntungan. Saka butuh itu.
🏆🏆🏆
Good luck🤞
-amel
KAMU SEDANG MEMBACA
sebuah kisah klasik
FanfictionKalau ditanya, apa kelebihan duduk di antara Keanu dan Saka, Allen gak bisa jawab. Tapi, kalau ditanya apa kekurangan duduk di antara keduanya, Allen siap bikin buku yang lebih tebal dari KBBI.