Senja-Senji

9 3 0
                                    


Untunglah Ia terjebak di tempat yang nyaman. Free Wi-Fi, tidak ramai dan lapang. Hanya ada tiga orang pengunjung di sana. Suara hujan deras beradu dengan alunan musik sendu. Aby, si pemilik coffee shop sibuk dengan aplikasi pemutar lagu di gawainya. Pria bertopi koboi itu beberapa kali membuat perempuan di tepi jendela menghela nafas dan mencaci.

"Bangke! Lagi nyanyi juga. Udah dong Mas, elahh"

Aby yang telah selesai tertawa geli pergi mengantar kopi susu hangat dengan ekstra gula, dan sepiring pisang goreng.

"Selamat hari kelahiran, Ya. Ini hadiahnya"

"Gak lupa gue kalo ini Jum'at dan free pisgor, jangan sok ngado gini deh. Basi!"

"Ya kan kamu lahirnya emang hari Jum'at, Ia"

Lagu tak lagi diganti sebelum selesai. Ia sibuk dengan buku berkertas hitam dan pen bertinta putih. Menggambar daun, rumput, awan dan rintik hujan. Tidak ada yang istimewa dengan gambarnya, kecuali media dan alat yang ia gunakan. Berkebalikan. Selesai dengan gambar payungnya, seseorang disebelah bertepuk tangan dengan pelan.

"Bagus sekali, ini ada hadiah buat kamu"

Sebuah struk pembayaran dengan daftar menu yang sama dengan pesanannya. Tak ada yang menarik, kecuali...

Selamat hari Jumat. Selamat menikmati aroma hujan dan senja. -With Love, By Coffee Shop.

"Apaan sih senja, senji, aroma hujan. Gue gak ngerti deh sama orang-orang yang suka aroma hujan. Berkali-kali gue nangkring ngeliatin hujan begini gak juga keciuman apa-apa."

Aby memperhatikan dari jauh kejadian barusan, ocehan perempuan di tepi jendela yang tak lagi sendiri. Perempuan itu menoleh ke samping. Lalu memutarkan kepalanya ke belakang menghadap bar yang sekaligus menjadi meja kasir. Kedua tangannya diangkat, bibirnya bergerak tanpa suara menanyakan siapa. Aby sama, mengangkat kedua tangan tetapi dengan menggeleng.

"Ale." Lesung pipi pria itu tampak bersamaan dengan tangannya yang diangkat.

"Ia." Tangannya disambut.

"Hm, sorry?"

"Nama gue konyol, panggil aja Iya. Pake y, gak juga gapapa"

Ia salah tingkah. Otaknya ingin melanjutkan menggambar, tangannya malah bermain-main dengan struk pembayaran. Ale pergi begitu saja. Ia menoleh dan menjatuhkan pandangan ke pria aneh yang baru saja meninggalkan struk pembayarannya. Langkah kaki Ale berhenti di depan bar. Duduk ia lalu asyik sendiri dengan gawai dan gelas affogato yang hanya ia pegang.

"Tuh kan, Pak. Apa saya bilang, jangan main-main sama singa galak. Maaf ya, Pak jadi gak nyaman"

Ucapan Aby hanya dibalas senyum tipis dan anggukan. Kesal tidak direspon dengan baik, Aby masuk ke dapur dan bercerita. Dua karyawannya hanya merespon sekedar haha-hihhi dan iya mas. Cerita berhenti saat mendengar panggilan dari suara yang dari tadi meramaikan By Coffee Shop. Berkali-kali Ia menyanyikan lagu asal-asalan yang liriknya bilang kalau ia mau bayar. Ia baru akan berhenti ketika Aby memberikan kembalian kemudian mengganti lirik yang bilang kalau ia mau pulang. Pamit.

"Ia itu bipolar apa gimana sih Mas?"
"Ssssttt. Sembarangan. Jangan seenteng itu self diagnose."

Si penanya melanjutkan pekerjaannya, membawa gelas kotor ke dapur. Tangan Aby yang tadinya sibuk dengan gawai tiba-tiba berhenti oleh suara dehem pria yang masih duduk di bar dari tadi. Pria itu akhirnya berbicara lagi setelah permintaan maaf Aby. Ia berterimakasih dan ikut pamit. 

Sepatu MerahWhere stories live. Discover now