Lee Chef-nim : Mom is Coming

325 63 7
                                    

***

Sebuah rasa malas membumbung di kepalanya ketika menangkap tulisan pada layar ponselnya. Kepalanya telah menerka beberapa kata yang akan di ucapkan oleh Ibunya, 3 menit mulut itu akan mengoceh tentang perusahaan yang Jaehyun tinggali dan 7 menit lainnya akan diisi dengan nasihat-nasihat tidak penting tentang cara mendapatkan jodoh.

Dia sudah menemukan jodohnya, Lee Taeyong dan pemuda manis - dan cantik itu kini tengah berada di kapal yang di komando nya - maksudnya dapur, Taeyong selalu menyebut dapur seperti itu. Taeyong akan mengamuk dan mendiamkannya selama berlari-hari jika dirinya mengambil alih dapur atau memarahi salah satu koki.

Berbicara tentang Ibu, wanita terhormat itu bahkan belum mengetahui tentang penyimpangan seksualitasnya. Ada ketakutan sendiri, dia tidak mau Taeyong akan mengalami hal-hal yang aneh, jika Ibunya tahu hubungan dia dengan pemuda itu.

Jaehyun memutuskan mengangkat panggilan itu, mungkin sesuatu yang sangat penting terjadi.

"Yoboseyo, eomma." Helaan napas terdengar dari seberang sana.

"Lama sekali mengangkat teleponnya."

Jaehyun menjulurkan lidahnya. "Aku kerja, eomma."

"Eomma tahu. Tapi bisakah kau meluangkan waktu untuk eommamu ini?"

Jaehyun memijat pelipisnya, jika Ibu kemari maka obrolannya tidak jauh-jauh dari jodoh.

"Eomma tak akan bertanya tentang jodoh. Eomma hanya ingin makan siang bersamamu." Suara itu sangat memelas, dan dia tak tega.

"Baiklah tapi kita makan di restoranku saja yah."

Seruan gembira terdengar setelahnya sambungan terputus.

***

"Chef-nim." Taeyong mendongak, menatap Jaehyun yang berdiri didepan pintu masuk. "Hari ini Ibuku akan mampir makan siang. Bisa kau buat sesuatu yang istimewa?"

Mengangguk dengan cepat, lalu setelahnya menghilang dengan wajah sedih.

Taeyong melihat hingga tubuh itu hingga menghilang. Tangannya melepas apron hitam itu, mencuci tangannya, melap tangannya. "Tolong keluarkan kimchi, potong-potong labu. Aku pergi sebentar." Setelah mendapatkan anggukkan, Taeyong bergegas meninggalkan dapur, ketika telah sampai didekat tangga menuju lantai atas, Taeyong mengelilingkan matanya, telah yakin sepi, Taeyong melangkah cepat, menarik kenop pintu setelah sampai diatas, menemukan Jaehyun sedang duduk dengan kepala yang di tidurkan dimeja.

Senyum terangkat, langkah kakinya berjalan, memijat pelan pelipis Jaehyun. "Apa yang kau khawatirkan?"

Jaehyun menegakkan kepalanya, menyungging senyumnya, tangannya terangkat menyentuh tangan Taeyong menggenggamnya, mendaratkan sebuah ciuman di punggung Taeyong. "Kau selalu tahu aku." Menghela napas, Jaehyun membalikkan badannya, menatap kekasihnya itu dengan cinta. "Eomma, aku takut dia tahu tentang hubungan kita."

"Lalu?" Menunggu dengan sabar.

"Dia belum tahu tentang tentang seksualitasnya. aku takut dia tahu, tentang kau dan hubungan kita, aku takut Ibuku tak bisa menerima hubungan." Taeyong Menghela napas nya.

"Aku tak apa jika kau sembunyikan. Karena setahu ku tak ada yang tahu hubungan kita." Jaehyun mendongak menatap dengan pandangan tak suka.

"Kau mengejekku."Pupilnyaterlihat mengecil, sudut bibir itu terbawa turun.

"Tidak. Karena bagiku sebuah hubungan itu adalah antara kita berdua, apalagi hubungan kita akan sulit diterima keadaan."

Jaehyun menjadi merasa bersalah. "Bukan, maksudku bu-." Telunjuk itu terangkat, menutup akses mulutnya untuk tak keluar.

"Aku tahu. Jangan khawatir." Senyum terangkat, beban dihati Jaehyun kini terangkat perlahan. "Aku harus ke dapur. Aku harus menyiapkan makanan untuk Ibumu." Taeyong mendaratkan sebuah ciuman diujung bibir Taeyong. "Maafkan aku sajanim, ini terakhir kalinya."

Jika saja kaki itu tak melangkah jauh, Jaehyun mungkin menarik tubuh kecil itu. mendudukkannya tubuh itu diatas pahanya. Seringainya terangkat. Mungkin setelah makan nanti.

***

Menahan napasnya. Jantungnya berhenti berdetak, matanya bergerak gelisah, makanan yang berada ditangani kini tak memberikan pengaruh apapun, perutnya mendadak kenyang.

Wanita didepannya itu mendongak, menatap Jaehyun dengan masih mengunyah makanannya. Dua bola mata itu tak bisa diartikan perkataannya, jika banyak yang mengatakan bahwa mata tak pernah bisa bohong, Jaehyun tak bisa melihatnya sekarang. Sungguh mata itu sama sekali tak terbaca seperti bawang merah yang mempunyai banyak lapis didalamnya.

"Siapa yang membuat ini?"Jaehyun merasa gugup, setiap nada dari suara Ibunya merangkap naik menyentuh syarat gugupnya. "Panggil dia kemari."

Tak bisa mengelak, suara panggilan itu terdengar dari mulutnya. Pelayan yang berada didepannya kini berlari dengan wajah panik. Satu menit kemudian, tubuh kecil favorit nya itu datang dengan senyum manis.

"Anda memanggilku nyonya, ada yang bisa saya bantu?" Suara itu terdengar sangat lembut, dia berharap Ibunya tak merusak suara dan wajah manis diwajah itu.

"Kau yang membuat masakan ini."

Jantungnya berdetak, tak siap dengan dengan kata selanjutnya. "Ini-." Menghela napasnya. "INI ENAK SEKALI." Jaehyun sungguh terkejut, hampir terjatuh dari kursinya, jika saja dia tak ingat bagaimana caranya memegang meja. "Kau benar-benar berbakat." Ibunya bahkan bangkit dari tempat duduknya, menggenggam tangan Taeyong bahkan menatap mata itu. "Terima kasih untuk semuanya." Bahkan memeluk tubuh itu, menahannya sebentar, lalu melepas. "Aku harap kita bertemu lagi di lain waktu." Senyumnya sangat indah bahkan Jaehyun belum pernah melihatnya.

***

Tubuhnya bergetar saat sebuah ciuman mendarat di pundaknya. Bergerak dengan cepat menghindar dari kungkungan Jaehyun.

"Kita masih di tempat kerja sajang." Enggan melepas pelukannya, dia mempererat pelukannya bahkan mendaratkan ciuman di leher itu. "Jung Jaehyun." Mendorong tubuh itu dengan tangannya. "Apa Ibumu menelpon?"

Menggeleng dengan cepat, bahkan menelusupkan tangannya ke dalam baju Taeyong. "Apa aku melakukan kesalahan?"

"Sebaliknya." Jawaban itu bahkan membuat Taeyong semakin tak mengerti. "Kau cute sekali. Rasanya aku ingin memakanmu." Sebelum akhirnya menarik tangan Taeyong.

"HEYYY JUNG. Kita mau apa?"

Oh kau seperti tidak tahu saja.

***

Hai, btw aku lagi kekurangan ide untuk will we stay like this *cry cry cry*

Love And WorkWhere stories live. Discover now