3K 347 95
                                    

Changbin sakit = Minho waras

Pemuda yang memiliki kadar  ketampanan berlebih namun kadar kewarasan yang kurang itu kini tengah menggigit jarinya gelisah. Ia bolak-balik memandang jam pada dinding kelasnya lalu beralih pada guru fisika yang paling ia tidak suka. Bukan benci, hanya tidak suka. Entah kenapa dia merasa seperti mempunyai dendam kesumat terhadap guru fisikanya yang bernama Park Jinyoung itu.

Ia masih ingat ketika pak Jinyoung meminta nya untuk melakukan eliminasi dan subtitusi pada bilangan untuk mencari nilai x. Padahal mereka sedang belajar fisika namun gurunya itu malah menyuruhnya mengerjakan tugas matematika. Bagi Minho, matematika dan fisika itu sama-sama salah satu contoh pembunuhan berencana yang diterapkan disekolah untuk murid-murid sejenis Minho.

Oke, back to laptop....

Minho berkeringat parah kala ia mengingat babi kesayangannya sedang berada dirumah karena sakit. Sebenarnya tadi saat tahu Changbin demam, Minho bersikeras untuk tidak berangkat sekolah dan menjaga Changbin. Namun, kekasihnya itu melarang dengan berkata
"Kak, nggak bakalan ada yang mau sama kamu kalo kamu cuma modal ganteng doang. Coba liat Hyunjin, udah ganteng pinter lagi. Ini aja aku mau sama kamu gara-gara khilaf".

Karena ingin pintar, dan tidak mau dibandingkan dengan Hyunjin maka dengan sangat terpaksa akhirnya Minho berangkat sekolah juga.

Namun, ia baru saja masuk jam ke 4 pelajaran, dan sudah gelisah tidak karuan. Ia mengkhawatirkan Changbin. Dan Minho sejak tadi terus berpikir bagaimana caranya agar ia bisa bolos.

"Pak", panggil Minho sambil mengangkat tangan nya. Mendengar itu , Pak Jinyoung yang sedang sibuk mengajarkan 'papan tulis' itu menoleh pada Minho sambil membenarkan kacamatanya yang merosot.

"Iya, kenapa Minho?", Tanya Pak Jinyoung, sedangkan Minho menggaruk kepalanya dengan wajah polosnya.

"Jadi gini pak, tadi pagi kan saya mandi terus otak saya, saya lepas dulu biar nggak basah. Tapi tadi pas udah selesai mandi, saya lupa pasang balik otak saya. Dan sekarang saya jadi nggak bisa mikir pak", jawab Minho serius, namun teman-temannya malah mentertawakan nya.

"Minho jangan bercanda ya! Mana bisa otak di bongkar-pasang. Kamu kira baterai hp apa?", Pak Jinyoung itu tahu kalo Minho itu berbeda, maka ia mencoba untuk bersabar.

"Dih, bapak ngga tau aja. Jaman millenium ini udah maju pesat pak. Jangankan baterai hp, otak aja udah ada jasa bongkar pasang nya. Dih, bapak kuper, kurang update", Ujar Minho dengan sombongnya, menbuat pak Jinyoung memijat pelipisnya frustasi.

"Kudet Minho bukan kuper", koreksi pak Jinyoung dengan sabarnya.

"Bapak budek ya? Tadi kan saya bilang kudet! Dih, bapak nggak jelas. Udahlah pak, kalo gini terus saya capek", Minho mengibaskan tangannya didepan wajahnya sendiri, ia lalu berdiri sambil mengambil tasnya.

"Sampai ketemu besok pak di ruang BK, semoga sampai saat itu bapak masih punya kekuatan buat teriakin saya. Udah pak, jangan kesel sama saya. Saya lebih kesel sama bapak soalnya. Bye pak, yang semangat ya. Jangan sampe sakit, inget udah tua", Minho berjalan ke depan kelas, ia lalu dengan santainya menepuk pundak pak Jinyoung seakan gurunya itu adalah temannya.

Setelah mengatakan hal tersebut, Minho dengan tengilnya berjalan menuju pintu kelasnya itu. Ia pun sempat melambai ria pada teman-temannya seakan ia tengah memalukan fashion show.

"Teman-teman ku, jangan kangen ya. Kalo misal kalian capek belajar, mending kabur kayak gue. Bhayyy!!", Saat ia sampai tepat diambang pintu, dengan segera Minho berlari sekuat tenaganya. Mengindari sebuah bom yang pasti sebentar lagi akan meledak.

"MINHOOO!!!!"



🌚

Berhasil bolos, Minho dengan segera mengendarai motornya menuju apartemennya. Ia tak sabar untuk menemui Changbin. Diperjalanan pulang, ia sempat kan untuk membeli berbagai macam makanan untuk Changbin karena ia yakin Changbin belum makan apapun.

"Adinda, kakanda pulang!!", Teriaknya dengan tidak santai sambil menerobos masuk kedalam apartemennya sendiri. Dengan segera ia masuk kedalam kamarnya bahkan sampai lupa melepaskan sepatu.

Mendengar teriakan Minho juga suara pintu yang terbanting itu membuat Changbin yang sedang tertidur itu bangun. Ia melihat pada pintu kamarnya dan ia menemukan Minho datang dengan tangan membawa kantung plastik.

"Loh, kakak bolos?", Tanya Changbin dengan suara lemah, wajahnya pucat. Melihat itu Minho bergegas menaruh makanan yang ia bawa di atas nakas, lalu menghampiri Changbin setelah ia melepaskan tas juga sepatunya.

"Kakak kepikiran kamu terus di sekolah, gak tenang ninggalin kamu sendirian bi..", Minho mengecek suhu tubuh Changbin dengan meletakkan tangannya diatas dahi Changbin.

"Tuh kan, masih panas. Untung kakak kepikiran buat bolos, kalo nggak kamu pasti sekarang masih sendirian. Belum makan kan?", Changbin mengangguk lemah, Minho menghela nafas.

"Makan dulu ya, kakak tadi beli bubur. Habis itu minum obat", Minho pun beranjak, mengambil bubur yang tadi ia beli lalu pergi ke dapur untuk mengambil mangkuk dan air minum untuk Changbin.

Setelah selesai memindahkan bubur tersebut, Minho segera duduk di sisi ranjang Changbin. Dan Changbin dengan sendirinya bangun dan duduk dengan bersandar pada kepala ranjang.

Tanpa banyak bicara, Changbin dengan tenang memakan bubur yang di sodorkan oleh Minho.

"Jangan sakit-sakit ya bi, nggak tega liat kamu gini", ujar Minho tulus saat ia menyuapi Changbin.

"Maunya gitu kak, tapi aku mana bisa nolak kalo sakitnya datang tiba-tiba", jawab Changbin sambil mengunyah buburnya. Ia sebenarnya cukup kagum dengan Minho, setiap dirinya sakit pasti Minho akan banyak berbicara masuk akal.

"Hilih, kakak aja dilapak sebelah kamu tolak bolak-balik bisa, masa nolak sakit enggak", protesnya, membuat Changbin yang mendengar itu terkekeh geli. Ternyata ia salah mengira jika Minho setidaknya akan sedikit waras.

"Yang penting kan dilapak ini enggak. Minta minum", Minho mendelik kesal pada Changbin, lalu ia menyodorkan air minum pada Changbin.

"Oh iya, kan tadi aku udah larang kakak buat bolos. Kenapa masih bolos sih? Tadi pamit sama guru-guru nggak pas bolos?", Tanya Changbin setelah meneguk air minumnya. Minho ingin sekali rasanya mendorong kepala Changbin, namun urung mengingat kekasihnya itu sedang sakit.

"Yeu, goblok. Bukan bolos namanya kalo pamit mah. Tapi tadi sempet janjian sama guru BK sih buat ketemuan besok di ruang konseling", Changbin hanya memasang derp face nya mendengar perkataan Minho.

"Bodo! Nyesel nanya", Minho terkikik geli melihat wajah kesal Changbin, ia kembali menyuapi Changbin bubur nya.

"Bi, aku gak peduli kalo misalnya aku kalah pinter dari Hyunjin, aku juga kalah ganteng dari dia. Kamu banding-bandingin juga gak apa-apa. Yang penting jangan larang-larang kakak buat jagain kamu yah, nggak tenang kakak kalo ninggalin kamu pas kamu lagi sakit gini", Minho tiba-tiba mengelus pucuk kepala Changbin, membuat sang empunya memfokuskan atensinya pada Minho penuh.

"Kakak juga nggak masalah kalo kamu bilang kamu pacaran dalam kakak gara-gara khilaf, kakak malah berdoa supaya kamu khilaf terus", Minho tersenyum pada Changbin.

Dan itu membuat Changbin meluluh, walaupun Minho itu kurang waras tapi setidaknya dia tahu kalo Minho itu tulus menyayangi dia.

Tumben up pagi :')

[4]Dear ( Lee Minho - Seo Changbin) Selesai ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang