B - Bus

93 10 6
                                    

Kali kedua Junkyu melihat dia adalah saat keesokan harinya di bus menuju sekolah. Masih pagi, tapi dia yang duduk di samping jendela terkantuk-kantuk. Memeluk tasnya erat dengan mata yang terpejam, terlihat begitu mungil diantara banyaknya orang di sekeliling.

Aduhai, bagaimana lah ini. Sungguh menggemaskan sosoknya.

Sedangkan Junkyu, menjadi seorang pecundang yang hanya bisa memandangi dari sisi lain bus. Memperhatikan kepala Mashiho yang sejak tadi tertunduk, jelas terlihat bahwa si manis di seberang sana memang tengah terlelap.

Kalau ditanya, apakah Junkyu memiliki keinginan untuk menghampiri, tentu saja rasa itu ada. Tapi mengingat jantungnya kini yang berdebar kencang, dan kaki yang mendadak lemas, nyali si penyandang marga Kim itu menciut. Berkali-kali menelan ludah, dengan mata yang kerap mencuri pandang pada figur di sana.

Sialan, di mana keberaniaannya di saat ia butuh?

Junkyu mengembuskan napas panjang. Memejamkan matanya lama.

Kilas balik kemarin sore kembali menghantui dirinya. Kala ia selayaknya orang bodoh, memandangi Mashiho tanpa kedip sedetik pun. Hingga yang dipandang mungkin merasa terganggu dan mencari sumber tatapan. Lantas tanpa bisa dihindar, kedua pasang mata bertemu, beradu pandang. Saling terdiam, dengan pikiran masing-masing; di sisi Junkyu, tentu ia semakin terpana. Sebab mata itu tetap terlihat indah meski hanya bisa dinikmati oleh Junkyu dari jauh.

Entah berapa lama mereka terpaku. Yang Junkyu ingat, ketika Mashiho membuka mulutnya; seperti akan memanggil, Junkyu dan segala kebodohannya malah menjauh. Ia membalik badan, lantas berlari tunggang langgang bagaikan seorang pencopet yang tengah dikejar polisi.

Sekali lagi, Junkyu dan segala kebodohannya yang sudah mendarah daging.

Desisan penuh kekesalan keluar di antara giginya. Entah sudah berapa banyak sumpah serapah yang ia panjatkan untuk dirinya sendiri sejak kemarin. Bahkan sepanjang malam, Junkyu tak sanggup menutup matanya. Karena, oh, potret Mashiho di antara daun yang berguguran selalu menetap di pikirannya, dan enggan untuk menghilang. Ditambah pula bola mata besarnya yang begitu memikat, seakan bisa menghisap Junkyu ke dalamnya.

Demi apapun, untuk pertama kalinya, Kim Junkyu sangat ingin menampar dirinya sendiri. Menyadarkannya dari semua imaji tentang si anak pindahan manis yang berputar di atas kepala.

Mata kembali melirik, diikuti hati yang berdesir ketika melihat Mashiho masih di posisi yang sama. Sementara batinnya berperang, haruskah ia mendatangi atau tetap menjadi pengecut?

Karena sungguh, ini adalah kesempatan langka. Dan boleh jadi, esok lusa Dewa Dewi keberuntungan tidak lagi berpihak padanya. Maka dengan segenap keberanian; serta kepercayaan diri yang tersisa, Junkyu perlahan membawa langkahnya mendekat. Menyelip di antara banyaknya penumpang bus yang tak kebagian tempat duduk.

Tinggal satu langkah lagi untuk sampai di kursi Mashiho ketika tiba-tiba bus yang ditumpangi menginjak rem mendadak, dan si anak baru terhuyung ke samping. Hampir terjatuh dari kursinya, kalau saja Junkyu tidak refleks menahan bahunya.

Semuanya terasa begitu cepat. Junkyu yang menyangga bahu Mashiho, sedang yang bersangkutan tersentak kaget dan kembali ke alam sadar. Mengabaikan pusing yang merambat di kepala, Mashiho mendongak.

Dan dua pasang mata itu kembali bersibobrok. Cokelat karamel bertemu dengan hitam pekat, menghantarkan sensasi hangat. Menelusup masuk ke rongga-rongga sukma.

Mashiho yang lebih dulu memutus kontak. Tangannya terangkat, dengan lembut menyingkirkan tangan Junkyu yang masih berada di bahunya. Lantas membetulkan posisi duduk, sebelum akhirnya melirik orang yang sudah membantunya tadi.

"Makasih," cicitnya pelan. Canggung dan malu bercampur. Terbukti dengan jemari yang kini malah memainkan boneka gantungan kecil di tasnya.

Sementara Junkyu tetap terdiam. Masih berusaha mengumpulkan kesadarannya; setelah terdistraksi oleh sorot mata yang menyimpan sejuta pesona.

Beberapa detik, dan rona merah menodai pipi. Sedangkan mulutnya sebentar-sebentar terbuka, lantas menutup lagi. "Ah- umm... sama-sama."

Diam-diam merutuki diri sendiri. Kenapa bisa-bisanya ia tergugu dan terlihat konyol di depan orang yang ia suka? Oh, orang yang disukai? Junkyu mendengus samar.

Maniknya bergerak, mengintip Mashiho yang kini merapikan rambutnya sendiri; terlihat salah tingkah. Pun dengan kedua pipi yang ikut merona.

Astaga, kenapa pula pipi si manis ini juga ternodai oleh rona merah muda? Tapi Junkyu tidak peduli. Karena yang ia tahu, lagi-lagi debar jantungnya dibuat menggila.

Ia segera meraih hand grip yang menggantung; berpegangan erat. Karena, duh, rasanya Junkyu bisa terjatuh kapanpun, lantaran kakinya seperti kehilangan tenaga.

Hening mengelilingi ruang mereka berdua. Mengabaikan hiruk pikuk lain yang terjadi di dalam bus. Junkyu mengalihkan pandangan ke depan, menatap keadaan di luar jendela, sambil berkutat dengan pikirannya sendiri.

Lain halnya dengan Mashiho. Yang terang-terangan menengadahkan kepala, menatap lamat-lamat pemuda di hadapannya kini. Pipinya yang merona hilang entah ke mana. Yang tersisa hanya secercah rasa penasaran di balik manik matanya.

"Kemarin," satu kata terucap, sekaligus menyita atensi Junkyu, yang langsung balik memandang Mashiho. "Kamu, 'kan? Kenapa langsung kabur?"

Pertanyaan berhasil terlontar, meninggalkan Junkyu yang tergagap. Sama sekali tak menyangka bahwa Mashiho dengan usil menyentilnya dengan pertanyaan itu.

Di lain sisi, sang Takata mengerjapkan kelopak matanya sekali. Sebelum akhirnya belah bibir merekahkan senyum, yang sungguh manis. "Aku Mashiho. Takata Mashiho."

Satu senyum, namun cukup membuat Junkyu merasakan wajahnya kembali memanas. Ia yakin kedua pipinya kini kembali di datangi oleh semu merah. Dan Junkyu berdeham. Terpaku pada senyum yang terlihat enggan untuk terhapus.

"Uhh... Kim Junkyu," Mengeluarkan seluruh sisa kesadarannya, Junkyu diam-diam berterima kasih pada dirinya sendiri. Sebab ia berhasil menyebutkan nama lengkapnya.

Mashiho tertawa kecil, "tahu, kok."

Dan untuk kesekian kalinya, Kim Junkyu terperosok ke dalam pesona Takata Mashiho.

.
.
.

Umm... Masih belum bisa memutuskan apakah ini oneshot di tiap chapter alfabetnya, atau cerita bersambung aja. Atau suka-suka aku aja? Bisa ada yang bersambung (kayak A sama B ini) dan bisa ada yang oneshot juga. 🤤

Tapi yang pasti, buku ini ngga akan ada konflik berarti. Kalau pun ada, akan langsung selesai di satu alfabet itu. Soalnya aku terlampau sayang Mashikyu, dan hatiku ngga kuat kalo harus kasih konflik macem-macem. 😢

Maaf juga kalau dari kemarin ini kebanyakan deskripsi. Akunya keasikan banget kalo udah nulis deskripsi, huhuhu. Then see you when i see you!

Alphabet (Mashikyu)Where stories live. Discover now