Kalau boleh jujur, satu orang ini telah sukses menarik perhatian Mashiho sejak pertama kali ia menjejak di sekolah barunya. Senyum lima jarinya saat ia menawarkan untuk mengantar Mashiho ke ruang guru di pagi pertamanya. Senyum itu selalu membekas, tersimpan apik di satu sudut memori Mashiho.
Membuat Mashiho tanpa sadar selalu mencuri pandang kala tak sengaja berpapasan.
Membuat Mashiho nekat bertanya pada salah seorang teman, mencari tahu nama si pemilik senyum lima jari; yang sangat memikat hati.
Kim Junkyu, namanya.
Kim Junkyu, seorang kakak kelas, dengan senyum cerah yang kerap terukir indah di bibirnya. Semakin menyempurnakan paras yang memang sudah sempurna; setidaknya begitu menurut Mashiho.
Kim Junkyu, orang yang saat ini tengah berjalan beriringan dengan Mashiho. Yang sejak tadi menemaninya di bus menuju sekolah. Kini berjalan bersama, dari halte bus, lantas memasuki kawasan sekolah.
Dibumbui percakapan-percakapan remeh dan kekehan kecil. Yang tadi canggung, kini perlahan mencair.
Hingga tiba di lantai tiga, lantai yang diisi oleh ruang-ruang kelas untuk anak kelas dua. Termasuk Junkyu. Tapi yang bersangkutan malah bersikukuh untuk mengantar Mashiho sampai ruang kelasnya di lantai empat.
("Aku antar sampai kelas kamu," Junkyu akhirnya bicara setelah menahan lengan Mashiho dan terdiam selama hampir setengah menit.
Dan Mashiho meringis kecil, "ngga usah, Kak. Ngerepotin." Ia menolak halus. Meski sisi lain hatinya begitu ingin menerima tawaran itu.
Yang lebih tua menggeleng cepat. Tangannya kini mendorong pelan bahu Mashiho agar kembali menaiki anak tangga. "Ayo, ah. Aku ngga nerima penolakan.")
Maka itulah alasan kenapa Junkyu kini dengan cengirannya sudah berdiri gagah di depan pintu kelas Mashiho. Sedangkan yang lebih kecil, hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Merasa tidak enak hati karena si kakak kelas harus repot-repot mengantar; karena faktanya, ia 'kan sudah hapal lingkungan sekolah.
Padahal kalau saja Mashiho tahu, Junkyu bahkan rela mengantar Mashiho hingga ke ujung dunia sekali pun.
"Makasih, Kak Junkyu," Mashiho membungkuk sopan. Pun kedua sudut bibirnya yang ikut mengkurvakan senyum. "Aku ngga enak, kakak jadi bolak-balik gini."
Tawa renyah menghambur keluar dari mulut si penyandang marga Kim. Lantas mengibaskan tangannya. "Santai aja. Aku ngga ngerasa repot sama sekali."
Sang Takata ikut terkekeh. "Yaudah kalo gitu. Sekarang kakak balik ke kelas sana, dikit lagi bel masuk."
Anggukan segera ia berikan. Lalu melambaikan tangannya ke arah Mashiho, sebelum akhirnya Junkyu berlari di koridor dan berbelok menuruni tangga.
Sedangkan Mashiho masih terdiam di sana, memikirkan ke mana perginya sosok Junkyu yang pemalu dan canggung seperti saat sore kemarin maupun pagi tadi di bus.
.
.Apa yang lebih menyebalkan dari belajar fisika? Yaitu belajar fisika dengan bahasa korea, sedangkan bahasa ibumu adalah bahasa jepang.
Sungguh, Mashiho itu menyukai semua pelajaran pengetahuan alam; ia tidak akan mau masuk kelas IPA jika ia tidak suka pelajaran eksak. Dan ia juga termasuk jajaran anak-anak dengan otak encer. But learning physics with korean as language is a whole new level for him.
Maka yang bisa ia lakukan sekarang hanya bertopang dagu, dan memandang kosong ke arah bukunya. Sampai ia tidak sadar kalau bel istirahat sudah berbunyi sejak tiga menit yang lalu.
YOU ARE READING
Alphabet (Mashikyu)
Fiksi Penggemar"Mashiho, kamu itu manifestasi dari seluruh mimpi-mimpiku." -Kim Junkyu "Kak Junkyu, terima kasih karena selalu menjadi rumah untuk aku pulang." -Takata Mashiho