Jiwon pun mengeluarkan pedangnya, ia sudah dalam mode menyerang untuk menyambut sesuatu di balik semak-semak.
"Kau sedang apa?"
Sontak saja Jiwon langsung menengok ketika mendengar suara dari belakangnya.
Ternyata suara itu berasal dari Hanbin yang terbangun dari tidurnya, Hanbin menguap dan menggaruk perutnya.
"Lanjutkan saja, aku hanya ingin buang air kecil," ucap Hanbin sembari melambakan tangan.
Jiwon kembali mengedarkan pandangan, ketika dirasa situasi sudah aman ia menyimpan kembali pedangnya.
Sementara hanbin pergi untuk menyelesaikan urusannya, ia berhenti ketika menemukan pohon yang cukup besar lalu segera menurunkan celana untuk menyelesaikan urusannya.
Jiwon terlihat kembali mendudukan dirinya, ia terlihat tengah memikirkan sesuatu, lebih tepatnya rencana.
"Uwwaaaahhhh!!!"
Suara teriakan membuat Jiwon terkejut hingga langsung berdiri dan berlari menuju sumber suara itu. Jiwon terhenti ketika mendapati Hanbin tengah jatuh terduduk di atas tanah.
Jiwon pun langsung menghampirinya, ia berjongkok, mengecek keadaan Hanbin.
"Ada apa?" tanya Jiwon, menatapnya dengan serius.
"Ah..., tadi ada tupai melompat padaku," ucap Hanbin kemudian ia terkekeh melihat ekspresi wajah Jiwon.
Jiwon yang terlihat kesal mengangkat sebelah tangannya yang sudah terkepal, hendak memukul kepala Hanbin akan tetapi tiba-tiba kabut tebal mengelilingi tempat mereka berada. Kabut itu berwarna hitam hingga menutup jarak pandang siapapun.
Hanbin pun refleks mendekat pada Jiwon dan memegang lengannya.
"A–apa yang terjadi?" ucap Hanbin, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia tidak bisa melihat apapun.
Hari yang mulai gelap ditambah kabut hitam tebal, tentu saja menambah ketegangan. Belum sempat Hanbin menenangkan detak jantungnya, tiba-tiba ia melihat bayangan sesosok misterius melesat begitu cepat.
Hanbin menunjuk ke arah yang ia maksud dengan jari yang gemetar. "I–itu—" Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Jiwon sudah membekap mulutnya dengan telapak tangan, mengisyaratkan untuk diam.
Tentu saja Jiwon mengetahuinya tanpa Hanbin katakan sekalipun.
Mereka berdua terdiam, tidak membuat suara dan tidak membuat gerakan yang tiba-tiba.
Sebuah serangan mengagetkan Jiwon, dari arah samping ia mendengar suara gesekan seperti sebuah benang. Benar saja sebuah benang menembus kabut dengan cepat menuju Jiwon, tapi Jiwon tidak kalah cepat, ia mengeluarkan pedangnya dan langsung memotong benang itu hingga terjatuh ke atas tanah.
Jiwon meraba-raba hingga mendapatkan benang itu. "Benang perak?" gumam Jiwon.
Jiwon langsung berdiri, diikuti oleh Hanbin yang menyembunyikan dirinya di belakang tubuh Jiwon.
Jiwon bersikap tenang tapi tetap waspada, ia yakin akan ada serangan susulan.
Benar dugaan Jiwon, ia mendongak kini dari atas benang itu datang dengan kecepatan yang sama. Jiwon langsung menarik Hanbin untuk menghindar. Akan tetapi benang itu mengikuti arah gerak Jiwon hingga ia tidak punya pilihan selain melawan.
Beberapa sabetan pedang beradu dengan benang-benang itu, menimbulkan bunyi yang lumayan nyaring. Tentu saja Jiwon tahu jika itu bukan benang biasa, bahkan rasanya pedang miliknya sedang beradu dengan besi.
Benang itu menghilang saat Jiwon berhasil mengalahkannya.
Tak berselang lama muncul suara tawa seseorang, suara tawa yang berasal dari beberapa arah seperti mengelilingi Jiwon dan Hanbin.
"Pengecut," desis Jiwon karena seseorang yang menyerangnya bersembunyi di balik kabut tebal dan tidak menampakkan diri.
Hanbin yang mendengarnya langsung memukul pelan pundak Jiwon. "Jaga ucapanmu! Kau mau menantangnya? Huh?"
Jiwon sedikit kesal karena Hanbin memecah konsentrasinya. Hanbin tidak mau diam dan melanjutkan ucapannya. "Awas saja jika kau kalah, aku akan membuang jasadmu ke dalam jurang."
Jiwon memutar kedua bola matanya.
Tawa itu terhenti bersamaan benang yang kembali menyerang mereka, tapi kali ini berbeda, benang itu muncul dari berbagai arah dan saling bergesekan memunculkan sebuah kilatan berwarna emas. Benar, itu adalah sebuah benang emas.
Jiwon pun kewalahan karena harus bertahan ditambah ada seseorang yang harus ia lindungi. Jiwon melompat dan terbang mengarahkan pedangnya berbagai arah hingga benang itu berhasil melukai sebelah lengannya. Benang itu tidak hanya menyerangnya tetapi juga Hanbin. Ketika benang terakhir terarah pada Hanbin, Jiwon langsung mendorong Hanbin, membuat benang itu melilit kaki Jiwon dan langsung menyeretnya.
"Kakek sihir!" Hanbin berteriak memanggilnya.
Akan tetapi sayang sekali, Jiwon sudah menghilang.
Hanbin tidak hanya diam, ia berlari ke sana ke mari untuk mencari Jiwon dan terus memanggilnya. Nihil, tidak ada jawaban, bahkan kabut belum menghilang membuatnya sangat kesulitan.
Sementara itu, benang emas tadi terus menyeret Jiwon hingga ke tepi jurang. Jiwon menancapkan ujung pedangnya ke tanah mencoba menarik tubuhnya agar tidak terjatuh, benang itu tidak menyerah dan terus menarik Jiwon. Pedang Jiwon pun semakin bergeser lalu terlepas dari tanah, Jiwon pun terjatuh, terjun dari atas ketinggian.
Tubuh Jiwon masih berada di udara dan semakin jatuh ke dasar. Setelah memikirkan beberapa cara, Jiwon langsung menancapkan pedang pada dinding batu jurang itu, ujung pedang yang terus membelah bebatuan hingga menimbulkan percikan api lalu terhenti ketika menemukan titik yang keras. Jiwon pun dibuat tergantung di udara dengan tangan memegang gagang pedang miliknya.
Jiwon sedikit lega karena ia tidak jatuh ke dasar dan membuat tubuhnya menjadi daging yang hancur. Sekarang ia harus memikirkan cara untuk kembali ke atas.
Belum sempat Jiwon mendapatkan ide, kabut muncul dari dalam jurang. Kabut itu terlihat berbeda, tidak terlalu tebal seperti sebelumnya tetapi dengan warna hijau tua.
"Ah..., sial," decak Jiwon.
Kabut beracun, itulah yang ada di pikiran Jiwon. Pantas saja ia selalu merasa ada yang aneh dengan jurang ini. Jiwon pun terpaksa harus menutup hidungnya dengan sebelah telapak tangan agar tidak menghirup udara yang sudah tercampur dengan kabut hijau itu.
"Kakek sihir! Apa kau disana?!" Sebuah teriakan dari atas jurang menggema.
Jiwon mendongak, walaupun ia tidak bisa melihat apapun tapi dia tahu kalau itu suara Hanbin.
Ujung bibirnya terangkat. "Jadi dia tidak mati, huh?"
"Jawab aku jika kau masih hidup!" Teriakan Hanbin kembali terdengar.
"Berhenti berteriak! Suaramu membuatku tuli!" Balas Jiwon.
"Baguslah kau masih hidup! Tunggu di sana aku akan menolongmu!"
Jiwon terkekeh, menolong? Yang benar saja. Ah, Jiwon baru ingat, dia harus memperingatkan Hanbin agar menjauh dari jurang supaya tidak menghirup kabut beracun ini.
Jiwon terbatuk karena tanpa sadar ia menghirup kabut beracun itu saat ia berteriak tadi. Ia kembali menutup hidung agar tidak menghirup terlalu banyak, dan mulai bernapas melalui mulutnya.
Suara Hanbin tidak terdengar lagi, Jiwon tidak tahu apa yang sedang pemuda itu lakukan sekarang, tapi ia harus memperingatkannya.
"Sial! Sepertinya aku akan mati di sini."
TBC
Hello! Maaciw udah nunggu ff ini, luv yu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Mirror | DoubleB
FanficKisah perjalanan Jiwon dan Hanbin dalam mencari batu kristal (blue sapphire), batu yang digunakan Yunhyeong untuk menyegel kekuatan Jiwon. Perjalanan yang penuh tantangan dan perasaan aneh yang muncul di hati keduanya hingga Jiwon harus menentukan...