Aku adalah kakak mereka. Aku berjanji pada ibu untuk selalu melindungi adik-adikku.
-
"Keluarga kami dulu bahagia, Detektif."
Yoongi tertegun.
Belum ada lima menit ia meletakkan bangku plastik di depan sel tempat Kim Taehyung berada selama dua jam terakhir, sang lawan bicara sudah lebih dulu angkat suara untuk memulai konversasi.
Pria itu memang melemparkan sebaris kalimat: "Ceritakanlah. Semuanya. Aku sedang bosan dan kuharap kau memberiku sedikit pencerahan untuk kasus ini. O, dan sebaiknya kau tidak berbohong." Yeah, walaupun oknum pembohong yang dimaksud Yoongi pada percakapannya dengan Namjoon kemarin bukanlah Taehyung.
Mengangkat sebelah kaki untuk ditumpu ke kaki satunya, Yoongi menunjukkan gelagat ingin mendengarkan secara saksama. Maka ia tidak menjawab apa-apa, hanya menggulirkan pupilnya memandang sosok ringkih di balik sel yang tengah menyandarkan punggungnya ke dinding.
Taehyung tengah menerawang ketika ia memulai kalimatnya.
"Ibu selalu mengajak kami keluar setiap akhir minggu. Ke mana pun. Ia senang menghirup udara luar. Ayah menyetir dan ibu duduk di sampingnya. Lalu kami bertiga berjejalan di belakang sambil membawa benda-benda kesukaan kami," tutur si anak tengah. "Jimin dengan buku teka-teki silangnya, Jungkook ... ah aku kadang tak mengerti kesukaan anak itu dan aku ... aku senang membaca komik.
"Ya ... komik. Jungkook sering meminjam komikku apabila ia sudah lelah memarahi Jimin karena selalu mengisi jawaban yang salah ke kotak teka-tekinya." Ada senyum kecil membayang ketika Taehyung menghela napas. "Ayah selalu meletakkan tangan kanannya di belakang sandaran jok ibu dan saat itu kami bertiga acap kali berlomba untuk menangkap jarinya. Siapa pun yang mendapat jari kelingking, dia pemenangnya. Entahlah. Itu permainan tanpa esensi, menurutku. Ah, ya. Tangan ayah selalu berkeringat omong-omong, tapi kami selalu senang menggenggamnya. Hangat."
Yoongi ikut tersenyum―walaupun ia yakin sang lawan bicara tak akan menangkap pemandangannya. Kedua iris almond Taehyung memejam sementara kepalanya mendongak, seolah tengah bersusah payah menggali memori yang ingin sekali ia tinggalkan.
"Lalu ketika ibu pergi meninggalkan kami ... demi Tuhan, kurasa hari itu duniaku runtuh. Salah seorang guru memanggilku dari ruang kelas, begitu pula Jimin. Kami diantarkan ke ruang kepala sekolah dan di sana sudah ada seseorang yang akan mengantar kami pulang." Taehyung meloloskan napasnya berat. "Pakaiannya hitam. Semuanya. Perutku melilit dan satu-satunya yang muncul dalam pikiranku adalah ... lebih baik aku mati di tempat."
"Ia sakit?"
"Tidak sama sekali. Ia masih membuatkan kami sarapan pagi harinya," jawab sang terduga. "Telur mata sapi. Setengah matang untukku dan Jungkook, sedangkan Jimin lebih suka seluruhnya masak."
Yoongi tak bereaksi lagi ketika lelaki di hadapannya ini mulai menceritakan kejatuhan keluarganya: tentang perilaku ayah mereka yang berubah, tentang keputusannya merelakan bangku kuliah dan tentang malam penuh ancaman serta teriakan yang pecah. Akhir minggu yang dulu diisi dengan acara keluarga kecil-kecilan kini berubah menjadi hari penyembuhan memar. Biasanya Jimin akan menyeret kotak P3K ke kamar dan menghabiskan waktu setengah jam untuk memeriksa adik-adiknya.
Nada bicara Taehyung boleh saja terdengar biasa saat memaparkan sekelumit cerita hidupnya, namun ada secuil perasaan luar biasa pedih tertera dalam tiap aksara yang keluar dari mulutnya. Yoongi sudah berkali-kali mendengarkan cerita orang-orang; dari yang berawal manis namun berujung pahit, hingga yang awal dan ujung sama-sama terlilit.
Namun ada perubahan dalam suara sang terduga kemudian, dibarengi dengan gerakan yang tiba-tiba saat ia beringsut bangkit dari posisi awalnya. Satu langkah. Dua langkah. Taehyung lantas melipat kaki jenjangnya lagi tepat di muka sel, kini duduk bersila menghadap ke arah Yoongi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brothers
Fanfiction[Completed]. Senior Detective Min Yoongi handles a case while questioning his own moral. A case involving three young men from different blood. When his deduction found dead-end, one by one of three brothers serves themselves as the culprit. By most...