Act 04

229 39 9
                                    

Dan aku tak merasa menyesal sedikit pun, Detektif. Lega, malah.

-

Kamis pagi Yoongi diisi oleh kopi, konversasi tanpa akhir, Namjoon dan Seokjin.

Kali ini meja Namjoon adalah korbannya―dimulai dengan Yoongi yang mendatangi sang rekan seraya membanting tumpukan map dari panti asuhan yang pernah ia dapatkan, catatan kecil tiap interogasi, serta sederet kemungkinan yang ia jabarkan tadi malam beserta bukti yang telah dibenarkan. Seokjin datang setengah jam setelah Yoongi dengan kertas berisi hasil tes medis, (lagi-lagi) kumpulan foto yang berhasil membuat kedua rekannya mual, dan ... tiga cangkir kopi―setidaknya yang terakhir berhasil mengetuk hati Yoongi sebelum pria itu mengeluarkan sumpah serapahnya di pagi hari.

Yoongi duduk dengan gaya hampir tak elit―berputar-putar di kursinya dalam posisi terbalik, lalu menempelkan dahinya di puncak sandaran kursi apabila ia lagi-lagi menemukan jalan buntu. Seokjin―yang duduk berhadapan dengan Yoongi―pun begitu. Mungkin ada sekitar dua menit ia menangkupkan wajahnya dalam lipatan tangan dan sama sekali tak bergerak. Namjoon bahkan mengira ia tertidur.

"Honestly, sekarang aku tak tahu siapa yang berbohong dan siapa yang mengutarakan kejujuran." Namjoon menghela napas. "Mereka saling mengumpankan diri, God ...."

Dari tempatnya duduk, Yoongi melirik Namjoon lewat sudut matanya. Ia mengamini kalimat rekannya dalam hati, namun lagi-lagi perasaannya luluh apabila ia teringat pengakuan-pengakuan tempo hari. "Jimin mengorbankan dirinya karena ia kakak tertua, Taehyung mengindikasikan bahwa masa depan saudaranya lebih cerah dibanding miliknya dan Jungkook ... ia merasa berutang budi pada kedua kakaknya.

"Jika ada yang membuat kasus ini miris dan sangat melibatkan emosi, maka inilah alasannya," rangkum Yoongi sambil menyesap kopinya yang tak lagi mengepul. "Deduksiku berkali-kali patah setiap salah seorang dari mereka menelurkan pengakuan. Entah harus menangis bahagia atau tersenyum miris, aku tak tahu."

Seokjin, yang selama setengah jam terakhir ini paling sedikit bersuara, akhirnya mendongakkan kepala dari hibernasi konversasinya. Ia mengambil gelas plastik bagiannya, menyesap lumayan lama―mungkin hingga tandas―dan meloloskan napas. Yoongi dan Namjoon saling berpandangan, awalnya, namun mereka agaknya tahu bahwa Seokjin kini sudah benar-benar mendapatkan akal sehatnya kembali.

"Mari kita runut kasus ini sejak awal, Guys," katanya. Omong-omong menurut Yoongi, Seokjin terlihat seperti anak kuliahan dengan polo shirt berwarna terang begitu, tanpa kacamata, tanpa jas putihnya. "Dan pelan-pelan."

"Baiklah." Yoongi memulai. "Kita datang ke TKP pada Selasa pagi pukul lima, ketika kondisi mayat sudah mulai kaku. Kondisi TKP ... seperti yang kalian tahulah. Lalu menur―"

"Jelaskan saja," potong Namjoon. "Supaya tidak ada yang terlewat. Tempat kejadian perkara tepatnya di ruang tengah. Mayat terkapar dalam posisi tertelungkup, piring berisi kudapan manis yang diperkirakan adalah makanan terakhir korban dan sumber air yang kemungkinan menjadi musabab ia terpeleset."

"Perkiraan kematian pukul enam sore hari Senin, dengan penyebab utama kelebihan kandungan sianida dalam tubuh. Dengan kata lain, korban kita diracun." Seokjin melanjutkan.

"Tiga tersangka: Park Jimin, Kim Taehyung, dan Jeon Jungkook―semuanya anak adopsi dari panti asuhan yang sama. Lalu Jung Hoseok sebagai saksi," tambah Yoongi. "Tidak ada saksi lain yang bisa kumintai keterangan karena satu, korban tak bekerja di mana pun dan dua, teman-temannya adalah para pemabuk berengsek berbau babi yang meracau ketika kutanyai."

"Apakah dia memiliki musuh? Maksudku ... seperti lawan berat dalam berjudi?" tanya Namjoon.

Yoongi menggeleng. "Aku mengunjungi tempat yang kerap kali ia datangi dan ya, tidak ada. Menurut pemilik tempat, mereka akan menganggap kekalahan sebagai angin lalu," ujarnya mengedikkan bahu. "Siapa pun yang berani berbuat onar di dalam sana akan diusir. Well, tempat itu adalah tempat kacangan memang, tapi mereka memiliki penjaga bertubuh gorila. Percayalah."

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang