Bagian 2

3.9K 226 18
                                    

Kyuhyun side's

Malamnya aku memilih untuk tidak kembali.

Aku menatap jauh ke arah balkon, kurasa aku harus membuat ini menjadi sebiasa mungkin, itu jika aku masih ingin tetap waras. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahku yang telanjang, satu hal yang kusukai di sini, nyaman, membuatku sendirian untuk menikmati hidupku. Aku memandang pantulan wajahku di cermin, hubunganku dengan orang-orang sebayaku tidak pernah bagus. Barangkali sebenarnya hubunganku dengan orang-orang memang tak pernah bagus. Bahkan orang tuaku, orang yang seharusnya paling dekat dengaku dibandingkan dengan siapapun di dunia ini, tak pernah selaras denganku, tak pernah benar-benar sepaham. Kadang-kadang, dulu..., aku pernah membayangkan apakah aku melihat hal yang sama seperti yang dilihat orang lain di dunia ini. Barangkali memang ada masalah di otakku.

Tapi..., lama aku mencari, tak ada tanda-tanda atau petunjuk yang membuatku merasa seperti orang normal. Dan selama itu pula aku akhirnya mengakui bahwa aku sedang membohongi diri.

Aku cukup memaklumi kondisiku, dengan didikan tanpa ekspresi, tanpa rasa kasih, sayang, atau perhatian yang sejenisnya. Aku tak pernah mengenal bagaimana masa kecilku yang menyenangkan seperti kebanyakan orang. Yang ada diingatanku hanyalah cara bagaimana aku bisa berada di atas, menguasai semuanya. Tidak ada orang yang benar-benar peduli, apapun caranya aku harus menjadi berkuasa. Aku tidak di didik untuk menjadi orang yang mudah perasa... dan dari situ aku mulai paham mengapa sifatku menjadi keras seperti ini. Dingin, keji, tidak berperasaan, hedonis, kaya raya, dan sebagainya. Aku tidak bisa memungkiri dan berlebihan jika aku mengakui bahwa julukan-julukan itu melekat padaku.

Tak ada cinta, bahkan belas kasih.

Dalam pandangan yang diturunkan Jongwan, ayahku, pada diriku. Hubungan semacam itu hanya akan berakhir memuakkan. Satu nasehat yang masih kuingat dan kupercayai sampai detik ini, aku bisa bermain dengan siapapun, tapi jangan pernah berani memberikan hatiku.

.... itu adalah doktrin ampun yang membuatku sampai detik ini masih saja seperti bajingan kelamin. Aku mmebuang-buang benihku dalam tempat yang tidak semestinya. Tapi itu juga tidak membuatku menyesal, karena... memang tidak mungkin aku merasakan hal itu.

Tidurku gelisah malam itu, bahkan setelah aku menghabiskan waktu untuk menikmati hasil taruhanku. Badanku remuk, entah karena kelelahan atau pikiranku yang semakin jauh melantur. Hujan terus menderu dan angin yang menyapu dinding-dinding jendela tak lenyap juga dari kesadaranku. Aku melepas celana panjangku, kemudian menumpuk bantal-bantal. Tapi lepas tengah malam barulah aku tertidur, ketika hujan akhirnya reda berubah menjadi gerimis. Malam itu aku tidur tanpa mimpi.

KEESOKAN paginya, sulit berdebat dengan bagian diriku yang yakin bahwa kejadian kemarin adalah mimpi. Logika tak berpihak padaku, ataupun akal sehat. Aku bergantung pada bagian yang tak mungkin itu cuma khayalanku- seperti aroma tubuhnya yang membuatku gila sendiri. Aku yakin takkan pernah bisa membayangkannya dengan usahaku sendiri. Di luar jendela, cuaca gelap dan berkabut, benar-benar sempurna. Aku tak punya alasan untuk tidak ke kantor hari ini, dan bisa jadi itu dapat menjadi bahan pelarianku akan pertanyaan-pertanyaan yang kerap menderaku.

Aku melirik ke nakas saat sudut mataku menangkap ponselku berbunyi. Tanganku segera menariknya malas. Kemudian menjadi begitu tidak terlalu tertarik untuk segera membukanya saat kuketahui siapa nama yang tertera jelas di bagian tengah saat deringnya semakin memekikkan telingaku, tapi jika aku tak kunjung membalas, itu akan menjadi hal yang tidak mengenakkan lagi.

Jam sembilan ada rapat, jangan lupa hyung!

Tulisan dengan susuan tujuh kata itu membuatku nyaris terkejut. Bahwasanya mendadak aku merasa hal itu akan terlihat membosankan.

Subtituse For My Wife (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang