Masih ingat aku tidak? Aku adalah Sean, seorang kutu buku yang tidak pernah berhenti belajar. Tapi itu dulu. Saat ini aku sudah tidak terlalu berlebihan lagi dalam belajar. Aku juga lebih membuka diriku kepada orang-orang yang ada di sekitarku. Semua ini karena papa yang sudah tidak mengekang ku lagi dan bahkan papa membiarkan aku melakukan apapun yang aku mau, meski ada syaratnya sih. Ohiya, masih ingatkah kalian disaat hujan reda di bukit saat itu, disaat aku melihat pelangi yang indah dengan seseorang yang telah mengubah hidupku. Ya, itu kejadian 11 bulan yang lalu sejak pertama kali kami berpacaran.
“Hy Ran, pagi” sapaku kepada pacarku, Ran.
“Hy Sean, pagi” balas gadis cantik pemilik senyum yang manis tersebut. “Ini masih pagi sekali untuk datang ke sekolah. Nah katakan apa yang membuatmu datang sepagi ini Sean?” tanya Ran sambil menggodaku
“Yaa salah satu alasanku datang sepagi ini adalah untuk melihatmu lebih awal. Tapi, aku juga piket kok hehe” balasku
“Ya aku tau aku tau kok” ucapnya sambil tersenyum manis. “baiklah, aku ke kelas ku dulu yaa, dah Sean”
Ohya, 3 bulan yang lalu saat kenaikan ke kelas 3, Ran pindah ke sekolah ini. Namun dia berbeda kelas denganku. Aku gatau alasan pastinya pindah ke sekolah ini, tapi yang jelas aku benar benar bersyukur kami bisa jadi lebih dekat lagi. Saat jam istirahat, aku dan Ran bertemu di taman belakang sekolah. Kami biasanya memang duduk dan makan bekal bersama. Ya, biasanya sih mama ku membuatkan bekal lebih untuk Ran.
“Sore ini papa ku balik dari kerja. Ini pertama kalinya papa pulang setelah kita resmi pacaran. Kau mau kerumahku sepulang sekolah ini? Papa pasti sangat senang bertemu denganmu” pintaku pada Ran
“Wahh benarkah? Baiklah aku akan ikut kerumahmu” balas Ran
Sepulang sekolah kami pun langsung pergi kerumahku. Sambil menunggu papa pulang, Ran membantu mama membuat makan malam untuk kami makan bersama. Tak lama kemudian, papa pun pulang.
“Papa pulang” ucap papa sambil membuka pintu
“Sore pa, papa sehat?” tanyaku
“Tentu saja. Kamu dan mama sehat sehat saja kan? Tanya papa balik
“iya pa” balasku. “Ada seseorang yang ingin kukenalkan ke papa” ucapku sambil mengajak papa ke dapur
“Papa sudah pulang” teriakku
“Sore om” sapa Ran kepada papa
“Wahh siapa ini? Sean ini pacarmu kan? Wahh cantik sekali. Siapa namamu?” tanya papa kepada Ran
“Kirana om. Panggil saja Ran” balas Ran lembut
Setelah beberapa percakapan tersebut, makanan pun telah selesai dibuat. Ran ikut malam bersama kami. Awalnya dia menolak, tapi setelah dipaksa oleh papa dan mama, Ran pun setuju. Makan malam itu pun terasa sunyi karena tidak ada yang berbicara satu pun. Namun tiba tiba papa pun memecahkan kesunyian tersebut dengan sebuah pertanyaan untukku.
“Sean, kamu tidak marah lagi kan sama papa?” tanya papa sambil menatap kearahku.
Aku pun meletakkan sendok, berhenti makan sementara dan menjawab pertanyaan papa
“It’s okay pa. Aku hanya ga suka terlalu di kekang, aku hanya ingin menjalankan apa yang aku inginkan. Dan sekarang papa sudah tidak memaksaku untuk belajar terus menerus. Dan aku juga telah mendapatkan seseorang yang berarti untukku. Tidak ada alasan lagi buatku untuk marah.” Balasku dengan santai
“Terimakasih Sean. Ohya, sudah berapa lama kalian pacaran?” tanya papa
“Minggu depan adalah hari Anniversary kami yang pertama om, satu minggu lagi kami resmi satu tahun pacaran.” Balas Ran
“Apa kalian telah merencanakan sesuatu saat Anniv nanti?” tanya papa lagi
“Kami belum merencanakan apapun pa. Emangnya kenapa?” tanyaku balik
“Yaudah begini saja, kalian pergi lah ke tempat wisata yang ga terlalu jauh dari kota kita, kira kira hanya 2 jam naik bis sampai kesana. Nikmatilah sehari disana dengan melakukan apapun yang kalian mau” ucap papa kepada kami
“Ka..kami akan menginap?” tanyaku
“Nggak. Kalian akan pulang naik bis malam. Aku ga akan mengizinkanmu untuk itu, aku akan membunuhmu jika kau sampai tidur dengan orang diluar nikah.” ucap papa dengan nada tinggi.
“Hm..kamu anak yang pemalu ya, daritadi kamu hanya diam saja. Kamu tau, kamu terlihat manis” ucap papa kepada Ran dengan nada yang berubah dari tinggi menjadi rendah
“Papa gatau ya, dia anak yang cerewet. Dia itu ga pernah diam..” jelasku kepada papa
“Ya kalau itu terserah sih, hm.. tapi dia manis kan?” ucap mama dengan sedikit menggodaku
“Uhm, iya dia cukup manis” ucapku malu sambil melihat kearah Ran yang sedang tertawa kecil
Malam ini adalah malam yang cukup berarti bagiku. Ini pertama kalinya makan malam kami terasa menyenangkan.
Setelah malam itu, kami merencanakan soal liburan kami di akhir pekan sekaligus merayakan hari anniv kami yang pertama. Papa telah memesan bis dan memberi kami lokasi tempat- tempat wisata yang harus kami datangi. Hari kepergian kami pun tiba. Aku dan Ran pun pergi ke kota wisata tersebut. Kami pergi ke banyak tempat seperti laut, taman bermain, dan di malam ini, kami sedang melihat bintang dari atas bukit yang terkenal indah di kota ini…..
“Aku sudah melihat film Dilan yang kau bicarakan itu. Aku juga sudah liat trailler Dilan yang akan tayang tahun ini. Disana dia bilang dia gamau minjemin jaketnya ke cewe nya. Katanya sih kalo dia sakit, siapa yang bakal jaga cewe nya, gitu kan? Tapi aku ga akan sama seperti dia. Aku akan meminjamkan jaketku supaya kamu ga sakit. Karena yang benar-benar menjaga, ga akan membiarkan pacarnya sampai sakit.” Ucapku sambil memakaikan jaketku untuk menutupi badan Ran yang hanya memakai kaos panjang.
“Kau tau, aku sebenarnya nggak dibolehin pergi kesini. Tetapi aku marah kepada orangtua ku dan melarikan diri dari rumah. Karena, hanya denganmu aku bisa merasakan perasaan bahagia yang selama ini tak pernah aku rasakan.” Ucap Ran sambil meneteskan air mata
“Aku tau apa yang kamu rasakan. Ran, kau tau? Selama ini aku selalu menahan diriku, aku selalu minta izin untuk memegang tanganmu. Aku, aku juga ingin sekali memelukmu ketika kamu merasa sedih maupun bahagia. Jadi…”
Sebelum aku menyelesaikan kata-kata ku, Ran sudah duluan membuka dirinya dan menjulurkan kedua tangannya kedepan sembari berkata, “Kenapa harus malu gitu, kita kan pacaran”
Akupun memeluknya dan membiarkan dia menangis di pelukanku, membiarkan dia bercerita tentang kesedihan yang dialaminya saat mendengar orangtua nya bertengkar, dan mendengarkan segala kebahagiaannya saat bersamaku. Kau tau Ran, yang bahagia itu bukan hanya kamu…
“Jangan pernah pergi” pintaku kepadanya
“Aku janji ga akan pernah pergi” balasnya
Malam ini terasa begitu menyenangkan saat kuhabiskan waktuku bersamanya seharian. Sekitar pukul 22.00, kami pun menaiki bis malam untuk pulang.
Perjalanan pulang kami berjalan seperti biasa biasa saja dan juga banyak penumpang di bis malam ini yang menuju ke kota kami. Namun, tiba-tiba supir bis kami bilang bahwa rem bis ini, tidak dapat berfungsi. Kami yang berada di dalam bis ini pun panik. Banyak yang berteriak, dan juga banyak yang hanya terdiam dan berdoa. Begitu juga Ran, dia benar-benar panik hingga dia hanya diam saja dan memelukku. Tak lama setelah itu, bis yang kami naiki pun jatuh ke jurang.
“Ran, kamu dimana? Ran jawab akuu.” Ucapku dengan nada yang cukup lemah hingga tak lama setelah itu, pandanganku menjadi hitam dan aku tak bisa melihat apapun….
“Sean, Sean sudah bangun. Cepat panggil dokter pa.” teriak mama
“Ma, ini dirumah sakit ya? Kenapa aku disini? Ada Pukis dan Noel juga ya” ucapku
“Hem, kami disini Sean” ucap Noel
”Bis yang kalian tumpangi malam itu jatuh ke jurang, dan kamu dibawa kerumah sakit ini Sean” jawab mama sambil menangis
“Dimana Ran? Ma, dimana Ran? Apa dia baik-baik saja?” tanyaku dengan perasaan cemas
“Dari kejadian tersebut, 12 dari 14 orang tewas ditempat kecuali kamu dan pacarmu” ucap seseorang yang ternyata adalah dokter di rumah sakit ini. “Kalian berdua hebat bisa selamat dari kejadian mengerikan 3 hari lalu. Saat ini pacarmu ada di ruangan sebelah, namun dia masih belum sadarkan diri” jelas dokter tersebut
Akupun melepaskan infus yang ada di tanganku dan berlari menuju ruanganku. Kedua orangtuaku, kedua sahabatku berserta dokter ikut masuk juga ke ruangan tempat Ran terbaring.
“Ran, bangunlah. Aku khawatir, aku sangat-sangat khawatir” ucapku sambil memegang tangan Ran
“Sean, aku sudah mendengar banyak hal dari orangtua mu. Kami sangat menyesal karena terlambat menyadari kesulitan yang selalu dialami Ran. Maafkan kami yang telat menyadari jika ada seseorang yang menyayangi anak kami melebihi nyawanya sendiri. Kami menyesal” ucap seorang wanita dewasa dengan seorang lelaki disebelahnya yang ternyata mereka berdua adalah orangtua Ran.
Kami pun hanya berharap yang terbaik untuk kesembuhan Ran. Kedua orangtua Ran tidak berhenti menangis, dan akupun terus memegang tangan Ran dengan lembut sambil berdoa. Dan tak beberapa lama kemudian, Ran pun sadar.
“Sean, kaukah itu? Ayah, ibu, ahh orangtua dan juga sahabat Sean disini yaa. Aku senang bisa melihat kalian lagi” ucap Ran sambil tersenyum
Kamipun benar-benar bahagia saat Ran membuka matanya dan berbicara kepada kami lagi. Kami langsung memanggil dokter dan memeriksa keadaan Ran, dan dokter bilang bahwa keadaan Ran sangatlah lemah.
“Oh begitu ya dok. Terimakasih dok.” Ucap Ran sambil tersenyum
Tiba-tiba hujan pun turun dengan deras….
“Ahh hujan yaa. Sean, aku ingin merasakan hujan ini, ayo kita melihat dan merasakan hujan ini dari atap rumah sakit ini.” Pinta Ran sembari memegang tanganku
Aku hanya terdiam mendengar permintaan anehnya itu.
“Ran kenapa kamu minta hal yang aneh seperti itu. Keadaanmu sudah sangat lemah” ucap ibunya Ran
“Justru karena itu aku ingin mengatakan permintaan terakhirku” ucap Ran yang membuat kami semua kaget. “Ayah, ibu, terimakasih. Meskipun aku selalu menderita, aku tetap menyayangi kalian. Aku mohon, jangan pernah bercerai apapun yang terjadi.” Ucap Ran sambil menangis
“Kami ga akan bercerai, ayah ga akan menceraikan ibumu apapun yang terjadi” jawab ayahnya Ran sambil menangis juga
“Terimakasih. Dan Sean, bagaimana? Apa kamu bersedia menemaniku merasakan air hujan itu untuk terakhir kalinya.” Tanya Ran kepadaku
Setelah pertanyaan itu, suasana di dalam ruangan ini pun mendadak menjadi hening hingga, aku pun menjawab pertanyaan tersebut, “Baiklah, ayo kita ke atap rumah sakit ini berdua”
Aku pun menggendongnya untuk sampai ke atap dan tidak menyuruh satupun orang mengikuti kami. Kami pun duduk di kursi yang tersedia di atap tersebut. Di bawah derasnya hujan, kami berdua hanya terdiam dan tak mengucapkan sepatah katapun. Hingga akhirnya, Ran membuka pembicaraan.
“Sean?” panggilnya
“Ahh, kata orang, bahagia itu ketika kita bersama dengan semua orang, disukai semua orang, dan memiliki segalanya. Tapi bagiku, bersama denganmu, disukai olehmu dan juga memilikimu, itu lebih dari cukup. Aku sudah bahagia selama ini” ucapku
“Dengar, tidak ada yang abadi di dunia ini. Kita pasti akan kehilangan sesuatu. Sean, aku benar-benar bahagia bersamamu, aku juga tidak ingin pisah darimu. Tapi bukankah itu egois. Aku sudah tidak bisa lagi bersamamu Sean. Berjanjilah untuk tidak menangis” ucap Ran sambil menangis sejadi-jadinya.
“Apa kau benar-benar tidak bisa bertahan? Apa aku benar-benar tidak bisa bersamamu lagi?” tanyaku dengan perlahan
“Iya. Kita tidak bisa bersama lagi. Sean, boleh aku tidur sambil bersandar dibahumu?” Pinta Ran
“Iya” balasku
Ran pun tidur dan bersandar di bahuku. Ya, dia tidur untuk selamanya dibawah derasnya hujan, meninggalkanku dan semua yang ada di sisinya.
“Kau sudah tidur ya? Uhhh kenapa mataku terasa gatal ya, kenapa ada air yang mengaliri pipiku? Haha iya, ini pasti air hujan, iya ini pasti air hujan yang membasahi pipiku. Tapi, tapi kenapa rasanya sakit sekali, kenapa ini sakit sekali, sakit, ini sakit sekali huuuhuu ini sakit sekali. Maaf Ran, aku ga bisa menepati janjiku untuk tidak menangis.” Ucapku sambil menangis dengan kencang.
Ran sudah meninggal.
Sebulan setelah itu..
“Om, tante, kalian disini ya?” tanyaku kepada orangtua Ran yang sedang mengunjungi makam Ran.
“Ohh Sean. Iya kami sudah selesai. Kamu boleh berbicara padanya sekarang. Terimakasih atas semua yang kau lakukan untuknya. Kami pulang” ucap ibu Sean
Aku pun meletakkan bunga yang kubawa di atas makam Ran.
“Hai, maaf ya aku tidak datang saat pemakamanmu. Setelah kematianmu, aku jadi mengurung diriku di kamar kira-kira 1 minggu lamanya. Aku masih tidak bisa menerima kenyataan pahit itu. Hari itu, di kala hujan, kau meninggalkanku untuk selamanya. Aku terus menunggu sampai hujan tersebut reda dan bermaksud melihat pelangi bersamamu untuk terakhir kalinya. Tapi, hujan itu tak kunjung reda dan pelangi tak kunjung tiba. Sekarang, aku benar-benar kehilanganmu, kehilangan seseorang yang bagiku bahkan cantiknya melebihi pelangi. Kau ingat, aku bertemu denganmu ketika hujan turun, dan di bawah hujan turun pula aku kehilanganmu. Tapi sekarang aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Selamat tinggal, beristirahatlah dengan tenang, sayang.”~END~