Part 1

18 3 0
                                    

Cinta.

Kau takkan pernah tahu kapan ia akan datang ke dalam hidupmu, kapan ia akan meninggalkanmu sendiri, kapan ia akan berdiri disampingmu setiap hari, memerhatikan setiap aksi kecilmu, menatap kedua matamu dengan tatapan manis, bahkan takkan pernah tahu kapan kau akan membencinya.
Kadang ia menjerumuskanmu kedalam masalah sepele, yang seharusnya bisa diselesaikan secara bijak. Seolah-olah, cinta dijadikan sebagai pion, kau menyalahkannya demi kepentinganmu sendiri.

Sedangkan dibalik semua hal diatas, kadang, ketika ada cinta yang terjalin, akan tersembul senyum yang telah lama kau pendam, munculnya sukacita yang mungkin telah larut dalam kepedihan, dan teman-teman disekitarmu yang mungkin tidak terlalu banyak, namun cukup untuk meringankan segala beban yang kau pikul, dengan sekadar bercerita tentang keluh kesahmu.

********
Hmm, sepertinya, aku terlalu dalam untuk terlibat dalam kasus cinta ini, perihal diriku yang masih abal-abal, harus memanggil Bik Wati, asisten di rumahku, untuk membenahi kasur di kamarku sehabis bangun tidur.
Ya, aku hidup dalam keluarga yang berkecukupan. Namun, diantara kalian yang mungkin mendambakan kehidupan mewahku ini, aku merasa kesepian. Entah, terasa ada sesuatu yang kurang selama 17 tahun ku berkelana mencari jati diri, menjalani hidup hanya ditemani Ayahku seorang diri, hambar, seperti makanan tanpa dibumbui garam. Bagi Ayah, dunia luar merupakan ancaman terbesar baginya. Ia masih terngiang-ngiang akan Ibu setiap aku beranjak, melangkah keluar dari rumah. Ayah terlalu sibuk mengurus pekerjaannya, sehingga Bik Wati mengambil alih, berperan sebagai orang tuaku. Aku dipaksa untuk homeschooling yang menurutku adalah hal yang membosankan, ketimbang kalian yang asik bercengkrama dengan sahabat-sahabat di sekolah reguler.
Jika tidak ada kegiatan homeschooling, biasanya ia mengurungku dikamar, ditemani anjing kecilku, Snoopy, sembari menatap layar laptop untuk menonton Netflix hingga kedua mataku terasa perih.

Tak ada orang yang bisa kuajak bicara, selain Bik Wati, dan teman dari tetangga sebelah rumahku, Rangga. Menurutku ia adalah pria paling tepat untuk menemani hari-hariku yang berwarna abu-abu, yang sebagian besar melakukan aktivitas dirumah. Ketika ada dia, diriku seperti terbawa keluar rumah, menikmati indahnya alam. Walaupun ia terlahir bisu, namun itu tidak mengurung niatku untuk tidak berteman dengannya sejak kecil. Tiap hari, aku berbicara dengannya melalui chatting di ponsel. Ibu Rangga, menganggapku sebagai anaknya sendiri, karena setiap hari, ku luangkan waktuku untuk merawat Rangga, memberinya makan. Terkadang, aku juga ikut makan bersama mereka.

Muncul pesan baru dalam ponselku.
"Kyra, lagi ngapain?"
"Biasa nih, ditahan di penjara, HAHAHA"
'Woof woof!' Snoopy yang berada disampingku, mengiyakan pendapatku.
"Oh, eh nyokap gue masakin ayam geprek kesukaan lu, kesini gih!"
"Hmm, bawain dong kesini hehe, soalnya dirumah sepi, Bik Wati lagi ke pasar, beli keperluan buat nanti, gue disuruh jaga rumah!"
"Yah, kalo itu gue gabisa juga. Gue harus bantuin abang gue nyuci vespa kuningnya! Lu tau sendiri kan kalo dia udah emosi, bisa gempar seisi rumah!"
"HAHAHA parah goyangannya! Yaudah gue ganti baju dulu, bau pake baju yang ini-ini mulu!"
"Hah?! Lu ga mandi ya?? Pantes, bau asemnya tercium sampe kesini!"
"Ada-ada aja lu. Yaudah ah ganti baju dulu, bye!"

Aku mengunci pintu rumahku, sembari menghirup udara segar diluar. Sejuk, lembut, bagai kain sutra. Aku telah lama mendekap dalam kamar, hanya menghirup udara dari pendingin ruangan. Dingin dari pendingin ruangan terus merasuk ke tulang-tulang, membuatku pegal-pegal dan kram di tangan.

"Tante, ini Kyra".
Gerbang pagar dari rumah berwarna hijau tua itu terbuka.
"Eh Dek Kyra, mari masuk! Saya sudah menyiapkan makanan kesukaan Kyra!"

Setiap masuk kedalam rumahnya, lampu-lampu yang menyala memang sedikit redup, sehingga suasana remang-remang yang hangat terasa sampai ke kulitku. Setiap sofa yang berjejer rapi di ruang tamu, memiliki kesan suram, karena warnanya yang berwarna hitam dan kulitnya yang banyak mengelupas.

Derap kaki yang pelan, turun dari tangga, ikut menyambutku yang telah menunggu di sofanya.
"Eh Rangga! Gue kangen banget sama lu!" Sambil memeluknya.
Dengan senyum manisnya, ia menuliskan di papan yang ia pegang, 'Sama, gue juga kangen sama lu!'
"Eh, makan yuk! Laper gue, ini perut udah teriak-teriak mulu mau minta makan!"
Rangga menganggukkan kepalanya.

Ah, andai aku bisa diadopsi oleh Ibu Rangga, menjadi anak resminya. Keluarga Rangga sangat akur, harmonis, tidak ada pertikaian yng terjadi. Beda dengan keluargaku, yang setiap hari aku selalu diurus oleh Bik Wati, bukan Ayahku yang selalu sibuk mengurusi pekerjaannya.

---skip---

"Terimakasih Tante, makanannya lezat sekali! Perutku sekarang sudah kenyang!"
"Ya, sama-sama Dek Kyra, saya juga ingin berterimakasih karena sudah mau meluangkan waktu untuk merawat Rangga".
'TIN TIN!!!'
"Ah, ayah saya sudah tiba. Sampai jumpa Tante! Bye Rangga!" Sambil mencium keningnya dan beranjak keluar dari rumahnya.

------

"Apa Yah yang ingin dibicarakan? Cepat! Pekerjaan Rumahku belum selesai semuanya!"
"Hmm Kyra sayang, Ayah tahu kamu kangen sekali dengan Ibu. Kau tahu? Ibumu memiliki impian, suatu saat nanti bisa melihatmu bersekolah di sekolah biasa. Kalau impiannya Ayah bisa wujudkan, apa kamu mau?"
Aku terkejut.
"Ayah mau menyekolahkanku di sekolah biasa?"
"Ya Kyra sayang. Ayah tahu ini adalah langkah yang sulit bagimu--"
"Tidak Yah! Terimakasih sudah mewujudkan impiannya! Aku berjanji akan menjadi anak yang selalu mendapat nilai yang membahagiakan!"
Aku segera beranjak ke atas, ingin memberitahukan kabar gembira ini ke Rangga, melalu ponselku.

'Senang melihatmu bahagia Kyra. Andai kau masih berada disini, Fatma, ikut melihat anak kita tersenyum bahagia. Tapi maaf, aku tak bisa menjadi ayah yang baik. Aku baru saja dipecat karena kinerjaku yang semakin memburuk karena usia' suaranya menggema diruang tamu.

"A..apa? Ayah dipecat?"
Aku terdiam, duduk di sudut ruangan. Air mataku perlahan menetes, tak tahu harus berbuat apa.
______________________________

" Terkadang,
Kita akan berpikir bahwa,
Hidup ini sempurna,
Penuh warna dan rasa.
Namun,
Terkadang hidup
tidak berpihak pada siapapun.
Tidak kepada kita,
Tidak kepada orang-orang
Yang membutuhkan kasing sayang.
Sekarang,
Semua pilihan ada
Pada diri kita sendiri.
Mau menerima untuk berubah?
Atau diam mengikuti arus? "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta di Ufuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang