bagian 03

767 80 12
                                    


"Aku pulang..!" seru jisoo sambil melepaskan sepatu sneakersnya dan menyimpannya di lemari sepatu.

Jisoo melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

"Baru pulang?!" seru wanita paruh baya yang sedang duduk manis di sofa  ruang tamu.

Jisoo terhenti sejenak, dan mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara.
"Iya bu.." jawabnya sedikit lemah.

Kim rae selaku ibu tiri jisoo beranjak duduk dengan tegap, melihat tajam jisoo yang masih setia berdiri dengan tangan yang menjinjing map.
"Dari mana?! Ini sudah jamberapa?!" gerutunya dengan menunjukkan jam dingding yang menempel disisi tembok atas tv itu.

Jisoo mengalih melihat kearah jam pukul 4 sore, sedikit mendesah bagaimana jisoo lupa jika dia banyak pekerjaan dirumah yang harus jisoo kerjakan. Jisoo mengalihkan lagi pandangannya melihat ke arah ibu tiranya itu.
"Maafkan aku.." jawabnya tertunduk.

Kim rae beranjak berdiri melangkah mendekati jisoo
"Sekarang kau ganti baju dan kerjakan pekerjaan rumah, kau harus membereskannya sebelum ayahmu pulang kau mengerti?!"

Jisoo hanya mengangguk pasrah toh kalo jisoo melawan ibunya akan menambah marah dan akhirnya jisoo akan merasakan siksaan yang tiada hentinya.

"Ya sudah sanah! Tunggu apa lagi!"

Jisoo akhirnya masuk ke kamar, menutup pintu kamar itu rapat tapat, menyimpan tas di atas meja belajarnya. Berjalan gontai menuju lemarinya. Melihat dirinya dicermin dengan tatapan sayu. menyisir rambut itu dengan sela sela jemarinya.

"Semakin banyak.." ucapnya sambil memperhatikan jemarinya yang meningalkan helaian rambut.

"Apa aku akan segera mati? Hemm.." desahnya lagi dengan senyum getir, betapa menderitanya jisoo kali ini. Melihat keadaannya yang semakin sini semakin butuk. Melihat badan yang mulai mengurus, rambut mulai menipis. Apa yang harus di lakukan jisoo kedepannya? Sungguh jisoo tak tau. Apa jisoo harus terus diam diam mengikuti kemo dan sinar? Sungguh lelah jika di rasakan. Bahkan jisoo sangat sangat ingin menyerah dan memohon agar tuhan mengambil nyawanya hari itu juga..

Jisoo mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Melihat ke arah takas disisi tempat tidurnya. Melihat bingkai foto yang selalu jadi obat lelahnya.
"Hemm.."

"Aku... Takut lisa..." ucapnya lemah dengan mulai berkaca kaca.
Jisoo membawa foto itu kedekapan tubuhnya, memeluk dengan erat, mata yang di pejamkan dan nafas yang di ambil dalam dalam
"Maafkan aku... Maafkan kakakmu ini..."

Jisoo menunduk menyimpan bingkai itu lagi, dan mulai meremas celana bahan yang ia pakai.
"Aku sungguh tak kuat lisaa..."

"Maafkan aku yang tak menepati janjiku..."

Jisoo mengadahkan kepalanya ke atas melihat ke arah langit langit dengan air mata yang terus menetes
"Kau harus bahagia lisa... Itukan janji kita?"

Senyum lirih itu menghiasi wajah cantiknya.

"Aku merindukanmu adik kecilku.."
.
.
.
.

"Nih..!" timpal seorang pria menyodorkan 1 tiket pesawat tujuan ke korea, bambam!

Lisa tersenyum dan menyambar tiket itu
"Trimakasih bam! Kau memang terbaik!" ucap lisa dan memeluk bambam

Bambam tersenyum senang, dan mengusap punggung lisa.
"Yaa.. Aku tau itu"

Lisa melepas pelukan itu dan menatap tiket pesawat, tanpa melihat bambam.
"Kau mau menitipkan salam? Akan ku sampaikan.."

Bambam mengangkat kepalanya sedikit ke atas kesisi kanannya, dengan bibir yang di kerucutkan.

"Emmm... Yaa.. Titipkan salamku kepada jisoo, rose, jennie dan.. Ayahmu..."

Lisa mengangguk mengerti
"Tentu.."

Bambam tersenyum tipis, mengacak pucuk rambut lisa
"Kau hati hatilah di sana, jaga kesehatan, jangan berulah, Hati hati dengan ibu tirimu itu, jaga jisoo disana, dan.. Jika ada apa apa hubungi aku..." ucap bambam tanpa ada titik koma saat berbicara.

"Kau sangat bawel! Aku mengerti itu.."ucap lisa sambil sedikit cemberut.
"Oh iya sekali lagi makasih, kau memang sahabat terbaikku!"

Bambam menautkan alisnya.
"Sahabat ya?" ucapnya lirih..

Lisa mengangguk
"Yaa.." takasnya menegaskan dan menatap bambam yang sedang tersenyum miris.
"Kau memang sahabatku bam! Sahabat terbaikku! Camkan itu dan simpan di otakmu baik baik.."

"Aa-aah yaa.. Ya kita sahabat.."

"Kalo gitu trimakasih sudah membantuku, aku ada urusan harus mengantar ibu berbelanja, jadi aku pergi dulu ya.." pamit lisa sambil menepuk bahu bambam dan berlalu meninggalkan bambam yang masih terpaku

Bambam mengangguk

"Hati hati!" teriaknya sambil melambaikan tangannya kepada lisa yang sudah menjauh dan menatap punggung gadis itu.

"Hanya sahabat ya? Hemm.. Aku terlalu berharap melebihi itu lisa.."

.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa vote and comment..
Itu sedikit bersemangat bagi author buat lanjutin ff ini

Maaf baru update...

100 days with jisoo (lisoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang