Backsound :
🌿🌿🌿🌿🌿🌿
Myra berlari-lari kecil menyusuri koridor rumah sakit milik swasta itu, sembari menengokan kepala kiri-kanan guna mencari-cari ruang fisioterapi berada.
Myra selalu melongokkan kepalanya disetiap ruangan yang ia lewati, hatinya benar-benar tak tenang sebelum menemukannya tempat tujuannya.
Pertemuannya dengan Airin membuat Myra menyadari perasaannya yang tak pernah padam untuk sakti. Ia masih mencintai pria rasa sahabatnya itu.
Myra hampir putus asa, karena tak kunjung menemukan ruangan rersebut. Begitu ia melihat seorang perawat, segera dihampirinya dan menanyakannya.
Setelah mendapat secercah harapan, Myra kembali berlari menyusuri koridor dari arah sebaliknya. Ternyata ia salah arah. Langkahnya mencepat begitu juga dengan detakan jantung yang bergemuruh tanpa bisa dicegah saat melihat plang tempat fisioterapi yang dicari.
Semakin mendekat, debaran itu menggila. Nyaris membuat Myra sesak napas saking dekatnya pintu berwarna hijau tua.
Sedangkan dari dalam sana, seorang pria muda dengan kruk berada dibawah ketiak masing-masing, tengah berusaha membuka pintu dan keluar dari ruangan tersebut dengan sedikit bersusah payah.
"Sakti!" Belum sempat ia memutar tubuhnya dengan bantuan kruk, ia sudah tertabrak dengan tubuh lainnya.
Sakti terkesiap kaget, begitu tubuh seorang wanita menubruknya hingga membuat tubuh Sakti yang tak sempat siaga hampir terjungkal membentur pintu dibelakangnya.
Kegaduhan itu tak ayal membuat beberapa pasien dan dokter fisioterapi menghentikan aktivitas mereka, dan menatap kedua orang berlainan jenis itu sedang berpelukan.
Harum parfum khas wanita tercium, membuat dada Sakti berdebar kencang. Pasalnya ia ingat betul aroma ini. Parfum pemberian Sakti pada Myra yang menguarkan aroma melati dan teh hijau bercampur menjadi satu.
Mengetahui hal itu, mendadak tubuh Sakti menegang.
Tak mungkin!
"My-ra?!" Agak tersengal. Memastikan jika wanita yang tengah memeluknya ini, adalah sahabat masa kecilnya yang telah pergi atas ketidakpekaannya terhadap perasaan gadis itu juga perasaannya sendiri.
Tak ada jawaban, justru Sakti mendengar isakan dari mulut gadisnya ini. Sakti melepas kedua kruknya dan memilih duduk di lantai dengan mengeratkan pelukannya. Meresapi semua sensasi yang baru saja ia rasakan, setelah tiga tahun berpisah.
Sepuluh menit berlalu dengan Myra yang terisak di pelukannya, akhirnya sakti bisa menatap wajah sendu sahabat juga pemilik hatinya itu.
Tahu bahwa dirinya berada dalam situasi yang awkward, karena berada di depqan pintu ruangan Fisioterapi. Walau tak ada lagi yang memandang aneh keadaan mereka, tetap saja wajah Myra memerah karena melakukan hal yang memalukan.
Berada di bangku taman rumah sakit, tak ada salah satupun yang mengeluarkan suara. Masing-masing tengah menikmati debaran jantung yang menguat dan menggila, meresapi perasaan bahagia yang mengerubungi mereka yang pada akhirnya bertemu.
"Kenapa bisa seperti ini?" Mrya menyuarakan pertanyaan yang sedari tadi ingin sekali ia lontarkan.
Melihat kondisi Sakti yang jauh dari kata baik-baik saja, membuat Myra tak urung juga merasakan kesakitan yang sama. Ia tak mau melihat Sakti seperti ini.
"Aku ngejar kamu, My. Tapi sepertinya Tuhan ngasih hukuman atas ketidakpekaanku, ia ngambil kamu dari aku. Tanpa bisa aku bilang kalo aku juga cinta sama kamu." Mrya terhenyak mendengar pengakuan Sakti. Ia tak pernah menyangka jika sahabatnya ini akan berkata seperti itu.
"Sak-" tangan Sakti meraih sebelah tangan Myra, membawanya kepangkuannya.
"Saat kamu benar-benar pergi dulu. Ada sebagian jiwaku yang tercabut. Kekosongan itu lebih mendominasi. Kupikir aku bisa mengatasinya, tapi nyatanya aku nggak bisa. Kemudian aku mencuri dengar percakapan mamaku dan mamamu ... mama mengutarakan penyesalannya, karena pernikahanku dengan Airin yang bikin kamu pergi.
Aku gak paham arah percakapan mereka awalnya, hingga mamamu bilang kalo sudah waktunya kamu mulai move on dari aku. Sahabat yang dicintainya. Dari situ aku menyadari kalo kekosongan itu berasal dari kamu. Aku pergi, naik motor. Ngejar kamu. Tapi sayangnya aku gak pernah bisa nemuin kamu."
Sakti menunduk. Ia tahu tak ada gunanya ia menyesali apa yang sudah berlalu. Ketidakpekaannya membuat ia kehilangan Mrya. Tiga tahun ia berkubang dalam penyesalan, karena pada akhirnya ia lah yang merana karena perasaan rindu yang menumpuk tanpa bisa ia sampaikan pada pemilik hatinya.
Selama tiga tahun itu pula Myra tak sekalipun mengabari bagaimana keadaannya, Sakti hanya bisa menahan rindu yang teramat berat. Hingga ia lupa jika bisa saja gadisnya ini telah memiliki pasangan.
Ia ingin sedikit egois, menuntaskan rasa rindu yang sudah bersemayam dalam dadanya membuat sesak tak berkesudahan. Karena nyatanya ia tak pernah bisa mengenyahkan perasaan itu.
"Aku ketabrak mobil, dan terlempar beberapa meter, beberapa tulang rusuk juga kakiku patah." Sakti menatap sendu ke arah kakinya yang terlihat baik-baik saja, tapi tak bisa ia gerakan secara normal.
Mereka membutuhkan biaya banyak, pernikahannya dengan Airin pun harus batal dan digantikan dengan pria lain yang ternyata mencintainya semenjak beberapa tahun lalu.
Kecelakaan itu membuat keluargnya harus menjual rumah yang bersebelahan dengan Myra demi operasi yang menghabiskan banyak biaya dan tenaga.
Kehilangan kabar akan Myra membuat Sakti tak mampu berbuat apa-apa. Apalagi dalam keadaan cacat seperti ini, semakin menyiutkan nyalinya untuk menemui Myra.
"Maaf ...."
Sakti menoleh cepat menatap Myra yang kembali menangis, membiarkan kruknya terjatuh ke tanah ia meraih tubuh wanita yang dirindukannya dan mendekapnya erat.
"Enggak, My! Ini bukan salahmu. Aku yang salah, nggak hati-hati. mungkin ini balasannya karena selama ini aku udah nyakitin kamu." Ucapan Sakti membuat tangisan Myra semakin mengencang. "Jangan nangis, My. Plis." Sakti mengurai pelukannya san merangkum wajah Myra yang basah karena lelehan airmata.
Myra sendiri tak tahu harus berkata apa. Penjelasan Sakti membuat ia tegugu dalam tangisannya. Boleh kah ia merasa bahagia karena ternyata Sakti mencintainya, meskipun datangnya begitu terlambat.
Ia tak bisa membohongi perasaannya, jika rasa untuk Sakti masih bercokol di hatinya, tanpa bisa dihilangkan. Dicabut pun akarnya masih tetap di sana dan akan tumbuh kembali.
"Aku cinta sama kamu, My. Plis ... jangan pergi lagi. Aku bisa gila kalo kamu ninggalin aku lagi."
The End
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Sidoarjo, 12 November 2019
-Dean Akhmad-
KAMU SEDANG MEMBACA
PUPUS (Novela)
RomanceSalah satu upaya Myra menyelamatkan hatinya adalah kabur ke Belanda, tepat di mana Sakti akan mengucapkan Ijab Qobul. Tapi bukan berarti ia bisa mengaburkan perasaannya hanya sebatas adik, seperti yang selalu Sakti ucapan. Sampai di mana ia kembal...