Chocolate - [OneShoot]

65 24 34
                                    

'Cerpen ini ditulis untuk event TDFgeneration

Judul: Chocolate
Tema: Valentine
Gengre: TeenFiction
Written by: Pine_Oktatia

Keringat bercucuran. Napas terengah-engah. Ku perhatikan dia dari jarak jauh. Dengan gesitnya ia menagkis semua serangan. Suara-suara bisikan datang dari pikiranku, untuk mengelap tiap sudut keringat dari lelaki itu.

Dia adalah kak Radit. Kakak kelas sekaligus Ketos dari SMP Nusantara yang aku kagumi. Kak Radit terkenal dengan ketampanan dan kepintarannya.

Belum di katakan cerdas jika menanyai jawaban saat PTS belangsung. Dengan bodohnya ia menanyai jawaban kepada temanku kelas 7 yang sebangku dengan Kak Radit. Sedangkan kak Radit sendiri adalah kelas 8.

"Woy!!" Seseorang berteriak kepadaku. Membuat lamunanku buyar. "Diba! Bengong mulu! Mikirin Bambang ya?" tanyanya jahil sambil menyikutku.

"Siapa juga yang lagi mikirin dia, " sangkalku mencoba menghindari pentanyaan anehnya. Namanya Luna dari kelas 7-H. Kami bertemu di Ekstrakurikuler Paskibra.

Jangan tanya siapa itu Bambang? Bambang adalah inisial dari Kak Radit. Namun percuma saja, berita aku menyukai lelaki itu sudah menyebar sampai ke telinga Bambang.

"Diba ih! Aku panggilin juga!" Luna memukul pundakku membuatku tersentak kaget. "Ih! Apaan sih! Udah tau aku tuh lagi mikirin masa depan." Luna mengerucutkan bibir sambil melipat kedua tangan di dadanya.

"Eh hari ini kan Valentine, kira-kira Bambang mau ngasih kamu coklat gak ya?" tanya Luna.

"Apakah Bambang akan memberikan coklat padamu? Mungkinkan dengan cara yang so sweet?" Luna mulai membayangkan yang tidak-tidak tentang diriku.

Aku memandang kembali kak Radit yang sedang bermain bulu tangkis bersama pak Samsul, penjaga sekolah ini. Air keringat bercucuran. Membuat tanganku gatal dan ingin segera mengelapnya.

Setelah selesai, kak Radit beralih bermain voli dan bergabung bersama teman-temannya. Yang menjadi lawan mereka dari kelas lain. Walau sudah beberapa kali kalah melawan tim mereka. Kak Radit tetap semangat dan masih berusaha mengalahkan tim lawan.

Tak terasa waktu berputar dengan cepat. Kini waktu menunjukan pukul 4 sore. Aku segaja memperlambat waktu pulangku. Untuk melihat kak Radit dan juga menunggu jemputan Luna datang.

Semakin lama hawa panas semakin menyerang. Membuat seluruh tubuhku dibasahi oleh keringat. Aku melangkah melewati ambang pintu, keluar dari pos sekolah yang biasa digunakan murid untuk menunggu jemputan pulang.

Sebenarnya aku masih ingin melihatnya. Namun dengan panas yang membuatku darah tinggi, aku ingin mencari tempat untuk menenangkan diri sekaligus menjauh dari hawa panas.

Baru saja berjalan beberapa langkah. Sebuah bola berwarna putih melesat cepat kearahku dan menghantam kepalaku. Membuatku tersungkur ke tanah dan merasakan sakit yang hebat. Aku meringis kesakitan.

"Aduh!! Siapa sih yang main bola! Udah tau ad--" belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, seorang lelaki lebih dulu memotongnya.

"Maaf ya! Aku gak sengaja! Mau aku bantu?"

Lelaki itu mengulurkan tangan. Belum pernah aku melihatnya sedekat ini.

Tanpa pikir panjang aku langsung berdiri, mengacuhkan uluran tangan darinya.

Pipiku bersemu merah dan entah mengapa kedua telingaku terasa panas mendengar sorak-sorakan dari beberapa teman-temanku.

"Ciee Adiba sama kak Radit!" seru Luna yang heboh sendiri di dalam pos. Aku hanya bisa memelototinya.

"M-makasih kak," ucapku sambil menunduk tak berani mentap wajah lelaki itu. "Iya sama-sama. Sebaiknya Kamu segera ke UKS sebelum anak PMR pulang." Lelaki itu segera pergi meninggalkanku yang masih terdiam di tempat.

Luna berlari kecil kearahku. "Aduh Diba!! Sumpah aku gak habis pikir! Bisa-bisanya  kamu ngedeketin ketos." Luna menepuk-nepuk pipinya.

"Udah ah! mending kamu temenin aku ke UKS dari pada mikirin yang gak berguna. Memangnya kena bola voli itu enak?" Luna terkekeh. Aku segera menuju UKS yang tak jau dari lapangan.

Perempuan itu menidurkanku di atas kasur yang empuk. Ia memberikan satu pil obat penghilang rasa sakit dan segelas air minum. Ia juga mengambil kursi dan duduk di sisi tempat tidur. Aku mengambil obat juga gelas itu dan langsung meminumnya.

"Gimana? Udah baikan palanya? Pasti sakit ya?" tanya perempuan itu dengan perlahan menyentuh kepalaku.

"Pala lo! Udah tau sakit masih ajah ditanyain. Bayangin ajah, bola voli yang beratnya satu kilo mendarat dikepala lo!" Luna terkekeh pelah, "ah palingan juga kamu udah pingsan duluan sebelum kena."

'Kalau dipikir-pikir, rasanya seperti mimpi melihatnya secara langsung.' pikirku dalam hati.

Suara notifikasi terdengar yang berasal dari handphone Luma. "Eh Dib, ibuku udah jemput. Aku pulang ya. Tapi gapapa nih aku tinggalin. Nanti kamu ketakutan lagi," ucapnya dengan gaya sok cemas.

"Iya gapapa kok. Udah sana buruan pulang."

Luna berjalan melewati ambang pintu dan menutup pintu rapat-rapat. Membiarkanku sendiri tanpa ditemani seseorang. Terlihat dari kaca, ia melabaikan tangannya dan segera pergi.

Aku melirik jam dinding yang menunjukan pukul 4.30 pm. Tiba-tiba seseorang membuka pintu perlahan. Menampakan seorang lelaki dengan pakaian yang lusuh dan bercampur bau keringat. Mata kami saling menatap satu sama lain.

"Eh! K-kak. A-ad apa ya?"

Lelaki itu masih terdiam dan membeku di tempat. Tak lama tangan kanannya mengambil sesuatu dari saku celananya.

"I-ini buat---mu. Maaf atas kejadian tadi." Dia memberika kota kecil dengan hiasan pita di atasnya.

Rasa canggung mulai memenuhi ruangan. Pipiku bersemu merah. Bagaikan kepiting rebus. Pandanganku terpaku pada kotak kecil yang diberikannya.

"E-eh t-tidak usah kak."

Lelaki itu mendekat dan menarik tanganku. Menaruh kotak kecil itu ditelapak tangan kananku.

"A-aku akan keluar. S-semoga cepat sembuh." Kak Radit tersenyum tipis. Ia berbalik dan keluar.

Entah mengapa rasa sakitku tiba-tiba menghilang. Digantikan dengan rasa senang. Inginku melompat dan berteriak sekencang-kencangnya seperti anak kecil yang baru saja mendapat hadiah besar di hari ulang tahunnya.

Sebelum pergi aku sempat melihat senyum manisnya. Yang mampu membuatku meleleh seperti eskrim yang cair.

Aku kembali melirik jam yang menunjukan pukul 5 tepat. Aku segera bagun dan pergi meninggalkan ruang UKS, menuju pos sekolah untuk mengambil barang-barangku dan segera pulang.

🍫🍫🍫

Terima kasih yang sudah membaca ceritaku dan mohon untuk tidak laper, ralat garis keras Baper
Untuk .?. jangan Salting ya! 😏
Cerita ini aku dapatkan dari si tokohnya sendiri. Kalau alurnya sih aku yang bikin.

Sekian, Terima Kasih😘😚
Salam hangat dari Nanas🍍

TDFgeneration
Cerita ini terdiri dari 990 kata.
Dipublikasikan pada 24 February 2019. Pukul 10.47 AM.

Chocolate - [OneShoot Febuary's Event]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang