Suara dari derum motor, mengalihkan pandangan para murid yang hendak memasuki gerbang sekolah. Di antara para siswi yang ada di situ, menatap dengan binar setelah tahu siapa para pengendara tersebut.
Dua motor besar berwarna merah dan hijau, melewati para kerumunan murid yang dominan siswi, menyambut dan mempersilahkan kedua motor tersebut duluan masuk ke dalam gerbang. Namun hanya pengendara motor hijau saja yang membalas lambaian tangan mereka. Padahal, mereka lebih mengharapkan si pengendara motor merah yang membalas senyuman dan sapaan mereka. Namun mereka tahu. Tidak akan segampang itu mendapatkannya.
Dua pengendara tersebut sampai di area parkir yang disediakan pihak sekolah. Masih dengan menjadi pusat perhatian para siswi yang melewatinya, saat mereka membuka helm masing-masing. Memperlihatkan dengan jelas wajah tegas dan berkharisma.
"Wil? Gue udah ganteng belum?" Si pengendara motor hijau dengan nametag bertuliskan Tama Tanubrata yang menempel di seragamnya itu, menyisirkan rambut cepaknya sendiri dengan jari tangan sembari melihat ke kaca spion yang terpasang di motornya tersebut.
Cowok yang dipanggil Willy menengok dan tersenyum manis setelahnya. Tangannya dengan sengaja membelokkan kaca spion yang sedang dipakai Tama mengarah menjadi ke wajahnya sendiri. "Wih... Gilaa. Gantengnya maksimal, bro."
"Makas– eh, si anjir. Jangan dibelokin, lah!"
"Kenapa?"
"Beda lagi jadinya."
"Oh, lebih ganteng, kan?"
"Parah." Tama mendengus kesal dan lebih memilih membelokkan kaca spionnya kembali ke arah wajahnya dan menyisir rambutnya agar terlihat lebih rapi. Willy terkekeh kecil.
"Ganteng parah maksudnya?" Tama hanya mencibir sebagai jawaban yang sebenarnya ia membenarkan kata Willy barusan.
Tak selang lama, suara klakson mengganggu mereka. Bukan mengganggu lagi. Suara tersebut terdengar sangat bising karena dengan sengaja dibunyikan beberapa kali oleh si pengendara motor biru yang baru saja memasuki gerbang sekolah.
Tin. Tin. Tin. Tin. Tin.
Tin. Tin. Tin. Tin. Tiiiinnn.
"Gandeng¹, curut!" Tama mengetuk kencang helm si pengendara itu berharap dia menghentikan klaksonnya. Masalahnya, cowok tersebut kini berhenti tepat di sebelah Tama dengan masih sengaja membunyikan klakson.
Pengendara motor biru itu membuka helmnya dan mengaduh sakit. "Aissh.. Si gelo. Nyeri pala aing²!"
"Sia nu gelo³, pinter!" cetus Tama kesal dengan menyentil dahi cowok yang ber-nametag Fahreza Rahardian itu. Mengakibatkan cowok tersebut mengaduh kembali.
Willy yang melihat kedua temannya yang setiap kali saling menyalahkan itu, hanya mengendik bahu tak peduli dan bangkit meninggalkan kedua makhluk yang masih saling berdebat tersebut.
Willy melangkah melewati lorong demi lorong menuju kelasnya. Berjalan dengan tegap dengan pandangan lurus namun terlihat tajam. Itulah pesona dari wajah Willy. Mata yang berkharisma dengan wajah tegas namun tenang.
Walaupun banyak beberapa siswi di kanan-kiri sisi lorong tersebut menatap harap padanya, namun cowok itu seperti sangat tak acuh terhadap sekitar.
Bukannya sombong, memang sikap ketidak peduliannya terhadap sekitar, menjadi tabiat dirinya sampai saat ini.
Sampai ia tidak menyadari bahwa ada seorang siswi yang sebenarnya dengan sengaja menabrakkan dirinya sendiri ke arah Willy. Mengakibatkan siswi tersebut terjatuh dengan dua bukunya yang ikut berserakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Willy and Milly
Teen FictionEmilly Husenia Putri, ia adalah gadis yang periang dan bisa dibilang hiperaktif. Dia cantik, namun belum pernah ia berpacaran. Emilly belum pernah merasakan jatuh cinta pada siapa pun. Bahkan, pada sahabatnya sendiri, yang selalu ada di sampingnya...