"Jadi Willy berantem lagi, Bu?" tanya Mama Dilla, cemas. Wanita berumur 30-an itu sekarang sedang berada di ruang guru. Karena mendapat surat panggilan dari sekolah anaknya. Lagi.
"Iya, Bu Dilla. Willy berkelahi dengan teman sekelasnya." Wali kelas Willy menjelaskan dengan serius.
"Walau ini juga bukan sepenuhnya salah Willy, karena yang saya dengar, memang Donny duluanlah yang membuat ulah. Tetapi Donny kini terluka cukup parah karena perbuatan Willy, Bu."
Memang awal dari pertengkaran tersebut adalah Donny itu sendiri. Donny yang jelas-jelas datang kepada Willy dengan kata-kata kasarnya menantang Willy. Ia sangat tidak suka kalau Willy menjadi ketua dari geng yang selama ini sudah melegendaris di SMA Biru Bandung– yaitu ANBI. Selalu saja Donny membuat ulah agar Willy hancur.
Padahal sebenarnya, Willy juga tidak memperdulikan bahwa dia diangkat menjadi ketua geng ANBI tersebut. Dia tidak membutuhkannya. Para seniornya lah yang memilihnya.
Dan yang lebih Donny benci lagi, Willy adalah primadona di SMA Biru Bandung. Kenapa para perempuan selalu menyukainya? Apa karena Willy yang memiliki wajah tampan dan juga tubuhnya yang terlihat atletis, membuat para siswi histeris seketika saat melihat Willy? Bahkan perempuan yang ia cintai pun lebih memilihnya.
"Huhh... Anak ini. Selalu, saja." Mama Dilla menghela napasnya berat. "Hm... Lalu, di mana Donny sekarang, Bu?"
"Dony kini masih berada di ruang UKS. Keadaannya masih tak sadarkan diri. Ambulance sedang dalam perjalanan. Kami takut terjadi apa-apa. Dan kami belum mengabarkan pihak keluarga dari Donny, Bu."
"Ya sudah, Bu. Kalau begitu, saya akan bertanggung jawab atas pengobatan nak Donny. Nanti saya juga akan menemui Donny di UKS untuk minta maaf. Saya benar-benar minta maaf mewakili anak saya. Saya juga akan menasehati Willy nanti," jelas Mama Dilla yang merasa bersalah. Ada rasa malu juga karena ia beberapa kali di panggil ke sekolah karena ulah anaknya sendiri. Apalagi, guru BK yaitu Bu Nana adalah sahabat dekat Mama Dilla.
"Oh iya, mumpung saya di sini. Saya ingin mengurus perpindahan sekolahnya Willy, Bu. Dan maaf sangat tiba-tiba dan mendadak. Karena Papanya akan di tugaskan ke Jakarta, jadi kami sekeluarga ikut juga pindah ke sana," ucap Mama Dilla lagi setelah mengingat sesuatu.
"Oh, baiklah. Mari Ibu Dilla ikut saya." Mama Dilla berjalan mengikuti wali kelas Willy yang berjalan di depannya.
•°•°•°•
"Aduh, Wiiiiill... Lo kenapa nggak sekalian copot aja sih tuh mukanya? Ganti tuh muka bulenya sama muka pantat panci. Gue udah males banget ngeliat muka Donny!" Reza berkacak pinggang menatap Willy yang duduk di bangkunya sembari membereskan buku-buku. Kini Willy sudah kembali ke kelas.
"Heh, ngaco. Mana bisa?" timpal Tama.
"Bisa, laaaah.. Iron man aja bisa jadi muka besi begitu."
"Enak aja lo nyama-nyamain Iron man sama pantat panci!" cetus Tama tidak terima.
"Lho, nggak nyamain! Tapi kayaknya epik juga ya, muka si Iron man gosong cemong, kayak pantat panci Ibu gue." timpal Reza dengan kedua alisnya yang bertaut.
Tama mendecih sinis. Kali ini ia tidak menjawab ocehan Reza kembali. Matanya lebih tertuju pada Willy yang sudah berdiri menggendong tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Willy and Milly
Ficção AdolescenteEmilly Husenia Putri, ia adalah gadis yang periang dan bisa dibilang hiperaktif. Dia cantik, namun belum pernah ia berpacaran. Emilly belum pernah merasakan jatuh cinta pada siapa pun. Bahkan, pada sahabatnya sendiri, yang selalu ada di sampingnya...