Coffee Shop

2.9K 36 0
                                    

Yuda

Aku punya kebiasaan bersantai di café sebelum pulang kerumah untuk menghindari jam macet, sekedar menyesap greentea latte favoritku sambil menenangkan otak dari penatnya bekerja seharian. Aku memang sangat memanjakan diriku, dan tempat yang kupilih tidak pernah berganti karena suatu alasan.

Aku memasuki café, seorang pemuda berseragam coklat cream menyunggingkan senyumnya. Senyumnya indah. Bukan tipe senyum yang dipaksakan atau sekedar formalitas belaka namun senyuman manis nan tulus yang berasal dari dalam hatinya, dia menyambutku seolah ia telah menungguku begitu lama.

Aku mengangkat ujung bibirku sekilas lalu mataku sibuk mencari tempat yang kosong.

"Sebelah sini kak, dipojok dekat jendela," katanya seakan mengetahui kesulitanku. Aaku mengikutinya dengan cepat, menaruh barang-barangku di meja sebelum menghempaskan pantatku ke kursi kayu.

"Medium ice greentea latte ya.."

"Baik kak, tunggu sebentar."

Dia berjalan meninggalkanku, lalu menghampiri temannya yang berada dibelakang kasir untuk memesankan minumanku. Antrian cukup panjang sesungguhnya, aku bisa saja ikut mengantri tapi toh minumanku sudah dipesankan. Ekor mataku terus memperhatikan gerak-gerik lelaki ramping berseragam itu. Setelah memesankan minumanku, ia membersihkan dua meja didepanku. Menumpuk piring dan gelas yang ada dimeja itu, memunguti tissue yang berserakan, setelah semua menjadi satu, ia lalu mengelap meja hingga bersih dan membawa tumpukan pecah belah tersebut kearah dapur.

Ia kembali dari arah dapur ketempatnya standby, menyapa tamu yang baru datang dengan senyumnya yang indah itu. Aku tidak cemburu tentu saja. ia memperlakukan semua orang dengan baik, cukup memperhatikannya saja dan aku menyukainya.

Aku membuka telepon pintarku, membalas chat dari pria yang sedang mendekatiku dan beberapa temanku.

"Pesanannya kak, silahkan" katanya sambil tersenyum ramah. Aku mendongakkan kepala, kaget. Diapun berlalu setelah aku mengucapkan terima kasih. Aku memperhatikan punggungnya yang berlalu meninggalkan mejaku.

'Bagaimana kalau punggung yang lebar terbelit rantai-rantai stainless. Tetesan keringat membuat tubuhnya mengkilap terkena cahaya, ia menggeliat, berdesis saat cambukanku mengoyak kulitnya.'

Pikiranku sedang asik melayang-layang saat suara gelas bertumbukan dengan lantai terdengar. Aku menoleh ke asal suara tersebut. Pria yang sedang kucambuk dalam khayalanku itu dengan cepat mengambil alat kebersihan dan menghampiri sebuah keluarga muda dengan dua balitanya. Sang ibu terus meminta maaf sambil membersihkan tangan anaknya. Lelaki berseragam itu – namanya Yuda by the way – tersenyum seraya membersihkan meja yang ketumpahan cairan. Posisinya menunduk menghadapku. Jauh sih, tapi dia memang menghadapku dan menunduk untuk membersihkan meja itu.

Lalu dia berlutut untuk mengambil pecahan gelas yang terjatuh, ekor mataku tak berhenti memperhatikannya. Wajahnya lembut, ia membersihkan kekacauan itu dengan cekatan. Aku menikmati gerak tubuhnya saat memunguti pecahan gelas tersebut. Posturnya bagus terutama saat berlutut. Aku tersenyum, pikiranku melayang lagi.

Ekspresi patuh nampak saat ia menunduk. Saat melihatnya membawa alat pel, aku seperti melihatnya sedang mengepel rumahku dengan hanya memakai celemek melingkari pinggangnya yang kecil itu.

Aku hanya ingin melihatnya beraktifitas disekitarku, dalam hati aku berbicara padanya, pikiranku menyiksanya. Aku ikut menikmati kesibukannya, kesibukan mencari udara saat tanganku membekap hidung dan mulutnya, tubuhnya menggeliat dibawah tubuhku.

Oh, aku sangat menikmati saat-saat seperti ini. Mataku tak pernah lepas dari sosoknya, memperhatikan gerak gerik cekatannya, dengan pikiran jorok menari-nari diotakku.

Tak ada seorang pun yang mengetahui kekagumanku padanya. Tapi yeah, aku kesana hampir tiap hari hanya untuk melihatnya. Aku akan duduk santai selama beberapa puluh menit kedepan, menikmati aktivitasnya sampai hilang penatku, lalu pergi.

Aku dan Yuda tak pernah berinteraksi lebih, aku bicara seperlunya, tersenyum secukupnya. Dia pun memperlakukanku sama dengan tamu-tamu lainnya. Tingkahku sangat biasa untuk ukuran orang yang telah menyetubuhinya berkali-kali dalam imajinasiku.



Goddess of LoveWhere stories live. Discover now