Everlasting Night

1.3K 26 3
                                    

Ben

Suasana malam ini syahdu, titik-titik air hujan membasahi kaca yang terbentang disalah satu sisi kamar. Dewi memutar gelas wine ditangannya sebelum menyesap cairan merah pekat itu. Ia berbalut bodysuit hitam ketat, dengan boots setinggi lutut. Rambut panjangnya tergerai mengikal diujungnya. Penampilannya yang rapi berbanding terbalik dengan keadaan kamar yang seperti kapal pecah.

Cambuk, borgol, tissue, kondom berserakkan dilantai kamar. Diatas kasur itu ada seorang lelaki yang berbaring lelah, dikalahkan oleh pertempuran berdurasi 5 jam.

Malam sudah menunjukkan pukul satu dini hari.

Dewi masih setia mengamati temaram cahaya lampu dikejauhan, seolah sedang berdialog panjang pada semesta. Tiba-tiba ia merasakan kehangatan dipundaknya. Kecupan kecil mendarat disana.

"Badanmu dingin, Goddess. Mau saya bantu berganti pakaian?"

"Sebentar lagi, lihatlah, malam ini sangat tenang. Padahal kerusuhan baru terjadi pagi tadi."

Tangan lelaki itu menelusuri dari bahu hingga lengan. Dewi mengarahkan tangan itu untuk memeluknya. Untuk sesaat, ketenangan menyesap diantara mereka. Hingga suara jam tangan yang dikenakan Dewi dapat terdengar detaknya. Kepala lelaki itu disandarkan pada bahu dewi, ia menarik nafas panjang, tenggelam diantara aroma parfum yang bercampur dengan aroma tubuh Dewi.

"Goddess," bisiknya.

"Apakah anda lelah?"

Senyum tersungging dari bibir Dewi, ada dua kemungkinan yang akan terjadi, pelukan hingga tertidur atau satu ronde lagi. Akhirnya Dewi bertanya, "kenapa?"

"Your scent turn me on, Goddess."

"Again?" tanya Dewi heran. "Ben, you such a slutty little minx"

"I know," katanya bangga.

Dewi membalik badannya, tangannya menelusuri perut Ben, otot bisepnya yang sexy, lehernya yang menggairahkan. 'God, what kind of creature you made, how can he be so sexy from head to toe!' jemari Dewi meremas rambut lelaki itu, ditariknya turun dengan paksa.

Senyumnya tersungging, "Once a slut, will forever be a slut."

Ben terduduk diatas lututnya, kepalanya mendongak, tatapannya mengiba.

"Use me, Goddess. Please, use your property."

"How can a property become such a horny slut, eh?"

"Because I'm a sex doll."

"Uh-uh sex doll has no lust. This eager slut right here, in front of me, is more than a doll. Tapi, sakau-"

"sakau sama strap-on Goddess." Potong Ben cepat. Dewi tertawa lepas.

"Bawa kesini, strap-on nya."

Ben merangkak mengambil strap-on dan lubrikan.

"buat apa lube? Sini, basahin pake liur mu."

Dengan sedikit terpaksa, Ben membuka mulutnya. Dilumatnya pelan-pelan dildo yang berada dipinggang Goddess-nya.

"Mana yang sakau?" tanya Dewi dengan nada mengejek.

Ben mempercepat Gerakan mulutnya, agar sebanyak mungkin liur membasahi strap-on itu. Sejak pertemuannya dengan Dewi beberapa bulan lalu ia sudah memutus urat malunya. Harga dirinya pun tak diperdulikan jika nafsu sudah mencapai ubun-ubun seperti ini.

Sesungguhnya, pantatnya masih nyut-nyutan sisa penggempuran Dewi sejam lalu. Tapi apa mau dikata, bayang-bayang kenikmatan, saat strap-on itu melesak prostat, membuat lubang Ben berkedut. Ia ingin lagi.

Dewi melepaskan strap-on dari mulut Ben. Ia berjalan keatas Kasur, tanpa disuruh, Ben mengikutinya. Seperti hewan lapar melihat makanan.

"you know, tenaga saya belum pulih, Ben. Saya ingin beristirahat sebentar." Ucapan tidak sesuai perbuatan, nyatanya Dewi malah melumuri tangannya dengan lube, meratakan lube itu keatas dildo dengan Gerakan yang provokatif.

'tau gitu, ngapain nyuruh ngulum,' pikir Ben sebal. Tapi rasa sebalnya tidak bertahan lama. Mana bisa, kan ini yang ia nantikan. Saat Dewi menyuruhnya merangkak naik, lalu membimbing Ben duduk diatas pangkuannya. Lenguhan Ben terdengar pelan ketika keperkasaan Goddess merasukinya. Ben menggerakkan pantatnya naik, turun, lagi, terus. Aaahhh...

Sekali lagi, untuk kesekian kalinya malam ini, Ia merasakan yang namanya kenikmatan duniawi.

Dewi menyalakan rokoknya, menghirup sesekali, lalu menghembuskan ke muka Ben. Mendapat perlakuan itu, Ben merasa semakin terhina. Dewi melihatnya tidak perduli, menghisap rokoknya lagi, menghembuskannya. Sekalipun dewi tidak bergoyang, menyentuhnya pun tidak. Sedangkan ia terus memompa naik turun. Ia merasa seperti jalang sekarang. Mirisnya ia semakin horny.

Tiba-tiba telepon Dewi berdering. Persetan siapapun yang menelepon dijam segini. Ben tidak ingin berhenti.

"Keep Riding," Bisik Dewi sebelum mengangkat telepon itu. Lalu asik berbicara dengan entah siapa. Ben tidak perduli, ia fokus menahan desahannya agar tidak terdengar diujung telepon.

Pelan-pelan Ben mengangkat pinggang, perlahan pula ia menurunkan lagi, 'bagaimana bisa semakin pelan gesekannya semakin nikmat.' Ben tidak habis pikir. Ia memeluk Dewi erat, didekatkan bibirnya ke telinga Dewi,

"lontemu keenakan Goddess. Sodok aku lagi. Buahi aku dengan pejumu."

Sontak, dimatikan telepon itu.

Dewi mendorong tubuh Ben hingga terjatuh. Dibaliknya tubuh Ben hingga memunggunginya. Sebuah tamparan kuat mendarat dipantat Ben.

"You SLUT! Give me your ass."

Takut-takut Ben menunggingkan pantatnya. Tidak sabar. Dewi menarik pinggang Ben mendekat. Dilesakkan dildo itu dengan kasar.

"Goddessss, use me. I'm your sex toy. Fuck me. Aaah, Fuck me harder."

"Yesss Goddeesss..." Dalam hati Ben kegirangan, peraduan ini bagai candu. Ia tidak pernah puas, ia tidak kenal lelah. Dominasi Goddess, goyangannya, hinaanya. Ben hilang arah. Tidak ada cairan kental yang keluar, ia sudah terkuras habis. Hanya tersisa lenguhan nafas yang melirih.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 24, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Goddess of LoveWhere stories live. Discover now