Keringat mengucur dari dahiku. Aku heran. Ruangan ini begitu banyak pendinginnya, tapi kenapa aku masih saja kegerahan? Mungkin karena apa yang tengah aku lakukan sekarang. Mataku melotot. Kakiku bersiaga untuk lari. Pandanganku berfokus pada satu tujuan.
Pintu masuk toko khusus menjual tas dengan branded, Gucci.
Man, mungkin jika ini adalah moment biasa, aku tidak akan sesiaga tentara wajib militer seperti ini. Masalahnya, saat ini toko tersebut sedang mengadakan 'Super Sale Moment'.
'Super Sale Moment'.
Moment dimana produk branded Gucci memberikan diskon besar-besaran untuk semua produknya, khusus bagi wanita yang paling berbahagia di dunia ini karena memuja tas tersebut.
Dan jangan ditanyakan apakah aku tertarik atau tidak. Karena jawabannya adalah, akulah perempuan yang berdiri dalam jajaran terdepan barisan perempuan-perempuan yang juga saat ini sedang mengantri masuk ke toko tersebut.
Dan sekaranglah saatnya. Saat jarum jam itu berdentang. Tepat pukul sembilan pagi. Aku beserta puluhan perempuan-perempuan yang bernasib yang sama -mengantri selama berjam-jam diminggu pagi itu-, berhamburan seperti lebah yang keluar dari sarangnya. Berlomba-lomba memasuki toko tersebut. Mencari tas yang menjadi incaran menjelajah buas memandangi tas-tas menakjubkan yang terpajang di sana.
My God!
Memang mahal. Tapi diskon menyelamatkan kesenanganku. Sekelilingku tampak seperti pengungsi kelaparan yang saling berebut makanan. Tak jarang terjadi saling tarik-menarik pada mereka yang mengincar tas yang sama. Aku tak peduli. Aku menatap penuh nafsu sebuah tas yang terpajang di salah satu etalase.
Oh lihat itu!
Handbag merah menyala dengan pita logam berwarna perak berkilauan. Nampak elegan dan manis di saat yang bersamaan. Sangat sesuai denganku. Tas itu tampak memukau. Tersenyum dan melambai ke arahku. Dan tanpa pikir panjang lagi, aku langsung berlari menghampirinya, bermaksud ingin mengambilnya.
Tapi nampaknya semua berjalan tak sesuai harapanku. Sebuah tangan tak mau kalah ikut menggapai tas tersebut. Aku melotot dan sontak menoleh sengit ke arah pemilik tangan tersebut. Aku mendapati tatapan yang sama kesalnya yang tertuju padaku, dari wanita bersurai hitam yang berdandan a la tante-tante sosialita di depanku. Wanita itu tampak lebih tua dariku. Tapi itu tidak membuatku mengalah.
"Nyonya, aku yang terlebih dahulu mengambil tas ini! Jadi, tolong singkirkan tanganmu!"
Aku mencoba berbicara dengan sopan. Tapi bagaimanapun caranya, aku tak bisa menghilangkan nada tak suka dalam kalimatku. Mungkin efek tegang dan gerah membuatku jadi emosional seperti ini. Wanita sosialita itu mendelik.
"Apa kau bilang?! Kau tak lihat tanganku yang terlebih dahulu memegangnya?"
Aku melotot menatapnya dan menarik tas dalam genggamanku, berusaha merampas dari sang wanita sosialita.
"Tidak bisa ini milikku! Aku yang duluan mengambilnya!"
"Aku yang duluan!"
Wanita itu tetap teguh pada pendiriannya. Dan aksi saling tarik-menarik yang tadi sempat menjadi tontonanku dari perempuan-perempuan lain, kini terjadi padaku. Aku berusaha merampas tas impianku dan wanita itu berusaha merebutnya kembali.
Sampai dimana puncak kesabaranku. Aku menjambak rambutnya dengan sebelah tanganku, sementara tanganku yang lainnya masih tetap setia mempertahankan tas di incaranku. Senyum penuh kemenangan aku lemparkan saat melihat wanita itu merintih kesakitan. Tapi senyumku tak bertahan lama saat aku merasa kuku wanita itu merobek kulit ari tanganku. Aku meringis. Dan wanita yang tesenyum mengejekku itu, membuatku berdecih kesal.
Dan hal yang reflek kulakukan sebagai ekspresi kekesalanku adalah aku menendang perutnya. Well, tidak keras memang. Tapi efek dari tendanganku sungguh fantastis. Tas impianku terlepas darinya. Aku sedikit oleng. Dia terjungkal. Ia jatuh dengan kepala yang membentur meja di belakangnya. Rintihan kesakitan lolos dari bibirnya.
Aku tersenyum penuh kemenangan karena saat ini tas incaranku berada di tanganku. Aku merasa tak perlu peduli dengan nasib wanita yang menjadi korban keanarkisanku, sampai sebuah suara menggetarkan gendang telingaku.
"Kaa-san!"
Seorang pria tampak berlari menerobos kerumunan dan berjongkok untuk melihat keadaan wanita sosialita tersebut. Aku melirik kedua orang tersebut. Tiba-tiba senyumku menghilang.
Hmm, pria?
Aku harus segera membayar tas ini dan kabur secepatnya. Mungkin aku bisa saja menang melawan wanita sosialita itu. Tapi aku tak yakin bisa menang melawan seorang pria.
Aku sudah akan angkat kaki dari tempat itu kalau saja suara wanita sosialita itu tak menghentikan langkahku.
"Sasuke-kun~ sakit~"
Apa dia bilang? Siapa nama laki-laki itu?
Aku melebarkan kedua bola mataku saat onyx hitam sarat akan kemarahan itu mengarah padaku. Namun tak sampai sedetik sebelum kemudian iris indah itu beralih memancarkan kilat terkejut saat bertumbukan dengan emeraldku.
Oh Tuhan! Mati aku!
"U- Uchiha-sama!"
Dia pemimpin perusahaan tempatku bekerja!
Uchiha Sasuke!
****
Kudus, 21 Febuari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Shopaholic
RomanceHanya sebuah kisah tentang Sakura, Si Gadis Shopaholic yang harus melunasi hutang-hutang mantan kekasihnya pada Uchiha Sasuke, Si Pemuda Workaholic dengan cara mengenakan gaun pengantinnya selama sehari. Bagaimana kisahnya.