Chapter 7

1.2K 158 2
                                    

Osaka, dua puluh tahun yang lalu.

Aku tersenyum memandang ke dalam etalase di toko itu. Memandang sebuah high heels putih dengan pita pemanis di depannya. Tanganku bergerak pelan menyentuh kaca toko yang memisahkanku dengan sepatu itu.

"Kau sepertinya sangat menyukainya?"

Aku terlonjak kaget dan spontan menoleh. Dan saat itulah aku melihatnya. Sosok remaja tampan yang membuat pipiku merona seketika. Sepertinya ia lebih tua dua tahun dariku. Seketika wajah ibuku terlintas di benakku. Ibu yang berpesan untuk tidak menyukai laki-laki di usiaku yang masih menginjak tujuh tahun ini. Aku mengangguk dan menundukkan kepalaku malu.

"Kau melihatnya hampir setiap hari–"

Aku mendongakkan kepalaku dan menatapnya takjub.

"Kau tahu?"

Remaja laki-laki itu mendengus dan menutup matanya.

"Siapa yang tidak akan tahu, jika seorang bocah berambut mencolok menatap penuh nafsu seperti itu, di depan toko keluargaku."

Aku mencebik kesal mendengar kata-kata ketusnya. Namun tidak bertahan lama saat aku memasang raut terkejut.

"Ini toko keluargamu?"

Anak laki-laki itu kembali membuka matanya pelan dan menatapku datar.

"Hn."

Aku menatapnya seperti melihat malaikat yang turun dari langit.

"Nii-san, bisa aku minta sesuatu padamu?"

Ia tidak menjawab. Hanya mengerutkan alisnya seolah bertanya apa maksudku. Karenanya aku tersenyum dan melanjutkan kalimatku.

"Aku mohon. Jika ada yang ingin membeli sepatu itu, tolong jangan kau berikan. Aku akan kembali dan menebusnya. Kau maukan menolongku,Nii-san?"

Anak laki-laki itu sedikit menatapku heran dan ragu.

"Aku tidak bisa. Siapapun yang membelinya duluan dialah yang berhak memilikinya."

Aku menatapnya kecewa.

"Aku mohon, Nii-san. Aku berjanji akan bekerja keras untuk segera menebusnya. Aku akan membantu Bibi Kurenai membersihkan kedai dengan rajin. Aku janji tidak akan lama. Aku membutuhkannya, Nii-san!"

Aku menatapnya penuh harap. Ia tidak menjawab. Hanya diam menatapku dalam.

"Kenapa kau sangat menginginkannya?"

Setelah diam untuk beberapa saat, akhirnya ia meresponku. Aku memandangnya sedih saat mendengar pertanyaan itu.

"Kaa-chanku sedang sakit–"

Aku mulai menceritakan alasanku.

"Ayahku meninggalkanku saat mengetahui ibuku hamil–"

ShopaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang