Kota dengan suasana malam setiap hari. Lampu-lampu menyala non-stop, memberikan penerangan pengganti matahari walaupun itu waktu siang hari. Tidak ada langit biru, hanya yang terlihat jika kita mendongkak hanyalah tanah gelap dan lembab. Yang sewaktu-waktu bisa ambrol.
Inilah kota bawah tanah.
Kota paling aman dari serangan titan dan paling buruk dari yang terburuk sebagai tempat tinggal. Kejahatan sudah seperti kebiasaan disini. Sehari saja tidak ada kerusuhan, maka kota ini akan mati.
Kota kumuh dengan warganya yang tak pernah tersenyum dan selalu bermuka muram. Di balik rumah rumah dan tempat hiburan, pasti ada tempat dimana wanita di sebut pelacur.
Ini mudah saja terjadi, gampangnya seperti ini kita tinggal di kota miskin sedangkan kita juga ikutan miskin trus bagaimana cara kita untuk bertahan hidup? Tentunya ada banyak. Dan yang paling mudah yaitu menjadi pelacur.
Kalian nggak usah kaget, toh disini sudah biasa.
"Hei (y/n), wah seperti biasa kau selalu cantik. "
Alex, menyapa (y/n) di meja bar, dengan senyuman lebar. (Y/n) berjalan malas dan menghampiri Alex.
"Kau juga Alex, kau selalu bilang aku cantik setiap hari. Padahal dengan aku bekerja disini aku sudah tidak cantik lagi. "
"Aku tidak bermaksud menyinggung perkerjaanmu, (y/n). Maaf. "
(Y/n) tertawa kecil, Alex memang orangnya gampang baperan. Jika dia merasa menyinggung perasaan orang lain karena ucapannya dia akan merasa sangat bersalah. Bahkan ada salah satu pekerja disini yang merasa tersinggung dengan ucapan Alex, alex sampai sujud meminta maaf. Padahal itu nggak perlu, semua yang dikatakan Alex selalu benar.
Wanita pekerja disini hanya suka menggodanya saja, karena hanya pelanggan disini yang bahagia sedangkan pekerja disini harus trus menahan sakit dan perih setiap hari.
"Nggak papa, Lex. Santai aja, seenggaknya aku udah terbiasa dengan pekerjaan ini. Dapet uangnya juga lumayan, jadi bisa beli obat untuk ibuku. Ohiya, tadi ibuku titip salam buat kamu. "
Raut muka Alex berubah sendu. Sifat baper akutnya kambuh lagi, alex gigit bibir. "Maaf (y/n) aku nggak bisa ngasih kamu pekerjaan yang layak. "
Nafas (y/n) terkecat, dia ingat waktu pertama kali di tawari Alex dengan perkerjaan sebagai wanita hiburan di Sunshine yang pemiliknya adalah ayah alex sendiri. (Y/n) berfikir ulang dengan tawaran alex, pikirannya melayang keadaan ibunya yang sedang sakit di rumah dan butuh obat.
(Y/n) tidak punya uang, dengan mantap dia menjawab setuju tawaran alex. Waktu itu raut muka (y/n) terlihat senang di terpa cahaya obor, tapi kalau di lihat lamat lamat di balik matanya yang berbinar senang ada setitik air mata. Mulutnya bisa bilang 'iya' tapi hatinya berteriak tidak.
"Ih kamu jangan baperan dong. Masa cowok baperan sih, hehe. Kamu sudah membantu banyak, alex. Boleh aku tanya sekarang aku ada di kamar mana? "
Alex membaca buku pelanggan , dia membaca sekilas deretan nama nama pelanggan saat ini. Kamar 8 tempat (y/n) melayani pelanggannya.
"Kamar 8."
"Oh, makasih, alex. Dah ,kalau gitu aku mau bekerja dulu. "
Dengan memakai dress selutut (y/n) berjalan menuju kamar 8. Mati- matian (y/n) menahan tangisannya. Bersiap menuju ke dalam kejamnya dunia bawah tanah. yang sebenarnya.
Ini demi ibu apapun akan aku lakukan supaya ibu bisa sembuh. Walaupun dengan pekerjaan kotor sekalipun. Batin (y/n).
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNSHINE (Levi X Reader)
Teen FictionWarning: ini cerita lama dan bahasanya masih amburadul. Mohon untuk tidak membacanya!! (Y/n) tidak pernah menyangka kalau takdir yang selalu dia benci bisa mempertemukannya dengan Levi. Cowok yang telah membuatnya kaluar dari dunia gelap Kota Bawa...