"Kami adalah 4 sahabat yang selalu bermain bersama. Shilla, Mira, Oliv, dan Aku – Dinda. Namun Sejak hari kekalahan itu, kami, tidak akan kembali. Selamanya"
1998.
"Kita taruh disini aja" kata Dinda sambil meletakkan botol berisi kertas bertuliskan impian mereka ber empat. Anak – anak sepermainan itu bersepakat untuk menuliskan seluruh mimpi mereka dan membukanya pada umur 21 tahun, kurang lebih 11 tahun dari sekarang.
"Tapi kayaknya tanahnya keras deh" Oliv mengetuk ngetuk tanah yang berada di depannya sambal terus memegang botol berisi impiannya.
"Eh coba yang dibawah pohon itu" Shilla menambahkan
Semua mengikuti kearah dimana Shilla menunjuk. Mereka bisa melihat, pohon beringin dengan akar menggantung – berdiri kokoh disana. Siapapun, termasuk mereka enggan bermain kesana. Hawa dingin menyeruak menusuk tulang mereka yang tidak mengenakan jaket. Daun pohon itu seolah melambai kearah mereka yang masih terpaku di seberang pohon itu.
"Kamu yang bener aja dong Cil, disitu kan banyak hantunya" Dinda bergidik.
"Emang kamu pernah lihat hantu disana?" tanya Shilla dengan nada kesal.
Dinda menggelengkan kepalanya yang diikuti oleh ketiga orang lainnya. Memang, mitos pohon itu terkenal angker. Mitosnya, siapa pun yang mendekat ke pohon itu, akan diculik oleh makhluk astral disana. Tapi, itu hanya kabar burung yang tidak perlu ditanggapi. Setidaknya, itu yang ada di pikiran Shilla, anak paling berani diantara ketiga lainnya.
"Hantu itu gak ada!" tegas Shilla.
Angin bertiup semakin kencang. Hawa yang ditimbulkan semakin membuat bulu kuduk mereka merinding.
"Ah kalian penakut!"
Shilla melangkah menuju ke pohon itu tanpa memperdulikan teman – temannya. Sesekali dia, berbalik arah dan menatap tajam teman – temannya.
"Ayo! Keburu maghrib. Ini udah jam 5 tau!"
Terpaksa, akhirnya mereka mengikuti dibelakang Shilla dan terus bergerak maju hingga berada tepat dibawah daun – daun pohon beringin itu. Shilla berlutut dan meletakkan tangannya diatas tanah. Dia mengais – ngais tanah itu, menggalina hingga dalam.
"Kalian nunggu apa? Ayo gali, masa aku sendirian?"
Mereka yang masih berdiri menatap Shilla, akhirnya ikut menggali bersama – sama. Akhirnya, mereka menggali lubang yang cukup untuk keempat botol berisi mimpi itu.
"Ayo pulang" ujar Mira sambal memegangi kepalanya terus menerus.
"Kamu kenapa Mir?" tanya Dinda sembari melingkarkan tanganya ke bahu Mira.
"Kayaknya, aku mau sakit deh"
"Tuh kan! Ayo pulang!" teriak Oliv.
Mereka berlari menjauhi pohon itu, sebelum akhirnya Shilla meminta untuk kembali.
"Hei! Tapi kita belum ikrar!"
"Cila! Ini uda maghrib! Nanti aja ikrar nya dirumah!"
"Sebentar aja! Kalian jangan terlalu penakut dong! Kata mama, kalo kalian takut, kalian malah diikutin sampai kerumah! Hih! Mau kalian?"
Oliv dan Dinda saling bertatap, kecuali Mira yang sedari tadi hanya malas karena ulah temannya, Shilla. Mereka menuju ke Shilla yang masih berdiri membatu dibawah pohon beringin itu.
Malam semakin larut, bukan saatnya, anak berumur 10 tahun seperti mereka keluar pada petang hari, mengingat mitos 'wewe gombel" sang penculik anak yang berada di pohon itu.
Mereka saling menatap satu sama lain. Lalu memejamkan mata. Berpegangan dan saling berikrar.
"Kami berjanji, akan menjaga, mimpi – mimpi kami dibawah pohon ini dan akan membukanya bersama – sama pada umur 21 tahun"
Mereka membuka mata perlahan. Dan..Mira terkapar!
YOU ARE READING
SINS
Horror"Dan sejak hari kekalahan itu, kami, tidak akan kembali selamanya" - Dinda Shilla, Mira, Oliv dan Dinda adalah 4 sahabat yang bersahabat sejak kecil bermimpi akan terus bersama selamanya. Namun, diantara mimpi - mimpi bersama yang mereka, Mira tiba...