Bab 2

32 6 7
                                    

24 Agustus 1XXX

“Bundaaaa~.”

   Terlihat seorang gadis manis tengah berlari menghampiri sang bunda. Rambut pirang yang tergerai panjang dan mata berwarna coklat keemasan membuat gadis itu terlihat manis. Sementara di belakangnya terlihat gadis berambut biru tua dan bermata gelap.

“Apa yang kalian berdua lakukan di sini? Bunda 'kan sudah melarang,” terang seorang wanita berparas cantik itu.

“Aku rindu Bunda,” jawab gadis itu.

“Wah, bunda juga,” ujar Ratu Mey sembari memeluk Sun putrinya.

“Moon mana?” tanya Ratu Mey.

Sun menoleh ke belakang, “tadi dia ada di belakangku.”

   Ratu Mey yang panik pun berlari mencari Moon. Seberapa terkejutnya sang ratu ketika mendapati Moon sedang berdiri di tepi jurang. “Moon! Apa yang Kau lakukan di sana?” Merasa namanya dipanggil ia pun berbalik. “Apa yang akan terjadi kalau aku melompat ke bawah, Bunda?” ctanya Moon. Ratu Mey terkejut mendengar apa yang ditanyakan putrinya itu. Mana mungkin gadis berumur 6 tahun bertanya hal mengerikan seperti itu. “Apakah aku akan terluka? Atau ..., aku akan meninggal?” tanya gadis itu lagi.  “Moon tidak berpikir untuk melakukan itu 'kan?” tanya Ratu Mey. “Tidak. Untuk apa?” Mendengar perkataan putrinya itu, Ratu Mey merasa sedikit lega.

   Sedetik kemudian gadis itu menarik Ratu Mey ke tepi jurang dan mendorongnya. “Tapi, akan menyenangkan kalau Bunda yang jatuh, kan?” terang gadis itu. Ratu Mey hanya bisa menatap gadis itu. “Sudah saatnya, yah?” batin Ratu Mey.

Terdengar suara yang memekik telinga, “BUNDAAAAA!” 

“Apa yang Kau lakukan, Moon? Kau sengaja mendorong Bunda?!”

Moon menghiraukan pertanyaan kakaknya dan terpaku melihat sang bunda terjatuh.
---

“TIDAK!” Dengan napas yang tak beraturan gadis itu terbangun. Ia melihat sekeliling, “huuft, hanya mimpi.”

“Putri? Oh, astaga, akhirnya Anda sadar.”

“Sudah berapa lama aku pingsan?”

“Sudah sepekan, Putri.”

Sun terdiam. Ia mencoba untuk membuka lembaran memori sepekan yang lalu.

“Kembalilah, tempatmu di sini ..., dan bersamaku,” ucapnya lirih.

“Oh, Dear ..., tempatku bukan di sini, dan juga aku tak harus bersamamu.”

“Tapi, kita keluarga, Moon! Tidakkah Kau mengerti?!”

“Keluarga mana yang mau membunuh anggota keluarganya sendiri?” tanya Moon.

Sun terpaku.

“Sudahlah, Sun. Seberapa kerasnya Kau mencoba untuk menyatukan kita, jika takdir mengatakan “tidak” maka itu tak akan pernah terjadi.”

“Tapi, kita dapat mengubahnya. Kembalilah, Moon.”

“Omong kosong, setahuku hanya nasib yang dapat diubah bukan takdir.”

“Atau, Kau tidak bisa membedakan yang mana takdir dan nasib, ya? Puuft, malangnya dirimu, Kak.”
Sun terdiam. Untuk pertama kalinya adiknya itu memanggilnya dengan panggilan “kakak”.

“Huuft, mau bagaimana lagi? Kalau Kau tidak ingin pergi bersamaku dengan sukarela maka aku akan membawamu dengan paksa.”

“Panglima Gian,” pinta Putri Sun.

“Siap, Tuan.”

“Puuft, itu tak akan pernah terjadi, Sun.”

“Sudahlah, tak perlu melanjutkannya. Aku sudah tahu kelanjutannya,” batin Sun.
---

Gadis itu terbangun dari tidurnya. Ia melihat sekeliling dan mendapati hal yang janggal. “Ini bukan kamarku,” batin Moon. “Ini di mana?”

“Ternyata Tuan Putri sudah sadar.”

Moon menatap pria di depannya dengan tatapan tajam.

“Padahal sudah sepekan, loh.” Mendengar hal itu Moon tersentak, “sepekan? Mana mungkin.”

“Coba ingat-ingat apa yang terjadi sepekan yang lalu, Putri. Saya mohon undur diri,” ucap pria itu.

Setelah pria itu keluarga dari ruangan tempat Moon ditidurkan, ia mencoba mengingat apa yang terjadi sepekan yang lalu.

“Panglima Gian!”

“Puuft, tak semudah itu, Sun.”

Moon mengaktifkan kekuatannya begitu pula dengan Sun.

“Pertarungan ini tidak adil, Kau membawa pasukan sedangkan aku hanya sendiri.”

“Bukannya lebih menarik kalau kita hanya berdua. Dengan begitu pertarungan ini adil, 'kan?” lanjut Moon.

Sun terdiam, dia sedang memikirkan semua kemungkinan yang ada, “hmm, baiklah, kalau begitu.”

“Kau berani juga rupanya.”

“Tapi, ada syaratnya. Jika aku menang Kau harus ikut denganku kembali ke kerajaan,” terang Sun.

“Dan jika Kau kalah?”

“Aku tidak akan mengganggumu lagi dan Kau bebas untuk menentukan pilihanmu.”

“Sepakat.”

Setelah mengatakan kata 'sepakat' Moon langsung menyerang Sun. “Lambat” batinnya. Satu serangan sukses mengenai perut Sun. Kesatria yang ada di sana terkejut dibuatnya. Mereka belum pernah melihat gerakan yang secepat dan seakurat milik Moon.

“Dia bertambah kuat dari terakhir kali kami bertarung.”

   Dulu, saat Moon dan Sun berumur 3 tahun, raja mengajari mereka cara mengendalikan kekuatan yang dimiliki oleh keduanya. Dan ia suka mempertandingkan kekuatan mereka berdua. Sun yang saat itu sangat tertarik untuk menguasainya pun bertambah kuat. Tidak seperti Moon yang terlihat cuek dengan kekuatan yang ia miliki.

   Di suatu pagi raja dibuat terkejut oleh kekuatan Moon yang dapat menghancurkan batu besar menjadi debu. Hal itu mustahil untuk dilakukan oleh anak seusia Moon. Karena penasaran raja pun bertanya kepada Moon, “bagaimana caramu melakukan itu, Moon?” Moon terdiam lantas berkata, “hanya kusentuh kemudian batu itu hancur.” Raja terheran mendengar jawaban putri bungsunya itu. “Hmm, tapi, tadi itu cukup menyenangkan. Melihat batu itu hancur menjadi debu.”

PANG

“Kau masih selemah dulu, ya, Sun.”
Sun tersadar dari lamunannya dan melihat darah segar mengalir di perutnya.

“Bagaimana bisa?” ucap Sun lirih.

“Hahaha, Kau masih cepat seribu tahun untuk melawanku.”

“Dan, kusarankan agar memilih lawan yang sepadan saat ingin bertarung, oke?” pesan Moon sebelum ia pergi dari tanah itu.

“Aku sudah puas membunuh tadi, jadi, kubiarkan dia hidup,” ujar Moon kepada Panglima Gian.

Moon melangkahkan kakinya ke dalam hutan dan di tengah perjalanan, “bruk!” Bertepatan dengan suara itu ia telah kehilangan kesadarannya.

“Akhirnya, aku menemukanmu, Putri.”
---
24 Februari 2019

TBC :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Moon and SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang