nol koma ersya

174 34 2
                                    

Manik Ersya memindai kontainer-kontainer yang berhenti tepat di sebelah rumahnya dari balik jendela. Diikuti keluarnya wanita paruh baya dan anak perempuan dari mobil sedan hitam tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Sya, mau ikut nyapa tetangga?"

Mama sudah berada di pintu kala dagunya memberi isyarat untuk keluar. Spontan aku melompat dan berlari menghampiri mama. Bayangan gadis bersurai cokelat dengan boneka beruang di dekapan kini terlihat di depan mata.

"Hai, aku Ersya. Kamu siapa?"


--



"Apa lagi??"

Gadis itu mendelik tajam ketika bokongku sudah terduduk dengan sempurna di atas kursi kafe. Kubalas cengiran lebar yang memperlihatkan geligiku, dia mendengus.

Kupastikan gadis itu kepalang kesal tapi tidak dapat marah-marah sesuka hati.

"Hehe, lihat ini."

Masih memasang senyum tiga jari, kusodorkan ponsel pintar milikku ke arahnya. Seperti yang sudah kuduga, ekspresi gadis itu akan kaget sejenak, untuk kemudian tersenyum dengan mata berbinar.

"Puji Tuhan! Selamat, Sya!!"


--


Wendy Son, yang entah sejak kapan menjadi salah satu pilar di dalam kehidupan Ersya. Menopang rapuh serta segala kepahitan hidup sang lelaki.

Merupakan salah satu wanita yang harus Ersya jaga seperti ibunda dan adik semata wayangnya. Adalah satu-satunya yang tidak pernah Ersya takut untuk datangi.

Laki-laki itu tidak pernah mau membayangkan. Bagaimana jadinya jika gadis separuh bule itu tidak pernah pindah ke rumahnya. Tidak mau.

----------


a/n format tiap chapter paragraf atas cerita mereka kecil, paragraf bawah pas sekarang2 yaa!!

[1] Pilar ; Etion + Wendy √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang