Vote dulu, baca kemudian ^^
Berjalan setengah berlari. Intinya dia ingin segera menemui sang penelpon dengan buru-buru, tadinya. Tapi setelah mengetahui, bahwa dia sedang di tipu. Dia ingin marah tapi segera diurungkan.
"Kita ngapain kesini ?" tanya Elisa penasaran.
"Bukannya tadi bilang mo pergi ke suatu tempat. Urgent, bukan ?"
"Memang."
"Terus ? Ngapain kesini ?"
"Piknik, ka," jawab Radith sumringah.
Elisa cengo.
"Ha ? Terus yang tadi bilang urgent itu apa maksudnya ?" Elisa mulai kesal.
"Iya ini urgent, kak. Soalnya besok....."
Radith menggantungkan kalimatnya di udara. Seperti ada sesuatu yang mencengkeram lidahnya agar tidak melanjutkan kalimatnya. Tapi itu tak mungkin. Ia harus jujur, bukan ?! Walau menyesakkan.
Satu alisnya terangkat. "Kenapa ? Ngomong aja, Dith. Gapapa."
Wajahnya yang tadi tertunduk, perlahan ia angkat, lalu menatap wajah cantik milik kakaknya itu dengan ragu.
"Cabang papa di Filipina mengalami sedikit masalah. Dan papa ingin kak Devan membereskan masalah disana."
"Terus kenapa kamu yang ragu ?"
"A..anu itu.. Emm.."
Menghela nafas kasar, "Radith, diminta ikut kak Devan. Kata papa, biar ngerti dunia bisnis." tegas Radith dengan wajah yang tertunduk lesu.
Tersenyum,"Yaudah, berangkat aja."
Mensejajarkan pandangan matanya dengan Elisa.
"Tapi nanti kakak send..."
"Engga, kakak ga sendiri ko." buru Elisa memotong kalimat Radith.
Menghela nafas berat. Kemudian mereka berdua larut dalam keheningan. Keheningan yang membuat mereka berpikir apakah sesuatu akan terjadi setelah ini ? Dan ya, benar saja itu terjadi. Detik itu juga dering nada panggilan dari ponsel Radith berdering.
📞Incoming call from Mama...
Ketika mengetahui nama yang muncul di layar benda pipih itu. Radith hanya menghela nafas berat, detik berikutnya dia menoleh ke arah Elisa yang di balas senyum penuh arti oleh kakaknya itu. Hatinya begitu sesak mendapatkan senyum penuh arti dari Elisa.
"Maaf, sekali lagi Radith menghilangkan senyum tulus milik kakak." batin Radith lalu mengangkat panggilan itu.
5 menit kemudian...
Dengan wajah khasnya yang tampan diselimuti ekspresi kecewa akan keputusan mamanya membuatnya mau tak mau harus meng-iyakan keinginan Rika wanita paruh baya yang berstatus mama itu. Menghampiri Elisa yang tengah duduk di bangku taman.
"Kak, kita pulang ya. Mama nyuruh Radith cepet pulang." ucapnya ragu.
Menoleh ke asal suara, menyipitkan matanya. Memperhatikan sekeliling membuat Elisa mulai memutar otaknya saat itu juga.
"Kamu kalo mau pulang, pulang aja ya. Kakak mau disini dulu."
"Kenapa ?"
"Tanggung, dek. Udah jauh-jauh kesini malah gagal kan percuma." jelas Elisa
"Tap..."
Ucapannya terpotong akibat dorongan Elisa padanya yang mengarah ke arah pintu mobil.
"Pulang ya," pintanya dengan senyum merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elisa Liandina
Ficção AdolescenteDiasingkan oleh orang tuanya. Membuat Elisa Liandina menjadi pribadi yang sangat dingin dan cuek terhadap sekitarnya. Dia hanya peduli pada orang yang dia sayangi. "Jalanilah hidup dari sudut pandang anak kecil. Dan kamu akan melihat dunia dengan s...