Laisal

50 12 12
                                    

Silahkan baca bagi yang berkenan, mampir dulu sambil minum teh anget. Jangan sungkan buat mampir, kita ngobrol ngobrol ringan.

Ayo mari berkomentar sesuai keinginan kalian, saya sebagai tuan rumah dengan senang hati menerima kritik dan saran kalian.

Mari, silahkan tuk menikmati jamuan saya.






_
___




"Anak cacat itu balik lagi!"

"Idiot!"

"Hahaha, liat! Dia bawa boneka barbie, jijik sumpah!

"Kita kerjain lagi!"

"Siap!"

"Mampus, dasar autis gila!"

Seharusnya, tempat itu dipenuhi dengan anak anak yang sedang bermain dengan teman sebaya nya. Berbagi canda dan tawa tanpa beban, berlari kesana kemari sebagai permainan yang meng asyikan. Ya, memang seharusnya demikian.

Tetapi, bagi anak tersebut, taman bermain ini bagaikan tempat eksekusi bagi dirinya. Dia hanya ingin bermain, tidak lebih. Setidaknya,dia ingin memperlihatkan boneka barbie yang baru saja ia dapatkan dari ayahnya, tetapi kenapa harus seperti ini?

Dia sebenarnya tak ingin diperlakukan seperti ini, dia tidak idiot ataupun autis, dia hanya berbeda dengan kekurangannya. Dia normal, tak ada cacat ataupun memiliki bekas luka, dia hanya gadis cantik yang sedang mencari seorang teman untuk bermain. Hanya itu, ia datang dengan damai, tetapi semua orang menjadi musuhnya.

"Ambil bonekanya, kita ikat diatas pohon biar si cacat itu gak bisa ngambil,"

Apa yang bisa ia lakukan?

Tidak ada. Bahkan tak ada yang mau menolongnya, mereka hanya melihat sembari mentertawakan. Lantas, apakah penganiayaan ini seperti sebuah komedi?

Ayolah! Anak itu sedang menangis! Tidak kah ada yang mau menolongnya?

"Panjat pohonnya yang tinggi,"

Anak tersebut menatap boneka barunya dengan pandangan kosong, ia menyesali perbuatannya yang pergi bermain sendirian. Karena, jika kedua orang tuanya mengetahui keinginannya, pasti akan mereka larang, paling tidak pergi menemanyai bermain bersama.

Tetapi anak tersebut ingin mandiri, ingin mempunyai teman. Tidak cukup hanya dengan kasih sayang kedua orang tuanya saja, ia menginginkan bermain dengan anak seumurannya, setidaknya jika lebih tua ataupun muda beberapa tahun, ia tak masalah. Setidaknya ia memiliki satu orang yang bisa iya panggil dengan sebutan teman, hanya teman.

"Dian! Segini udah tinggi, kan?"

Ia yang tadinya tertunduk dengan linang air mata, kini mengangkat kepalanya dan melihat boneka yang sedang diikat diatas pohon yang tinggi. Ia kini jatuh terduduk, tanpa suara, hanya air mata yang keluar tanpa bisa ia cegah.

Tangan tersebut menggapai dan meraih, seolah boneka tersebut dapat ia gapai dengan tangan mungilnya tersebut. Apa yang ia dapat? Hanya hembusan angin yang ia genggam.

"Dasar anak cacat!"

"Yuk teman teman, kita tinggalin aja si cacat ini sendirian. Biar kapok gak muncul lagi disini,"

Kalian pergi begitu saja? Apa itu sebuah kesenangan untuk kalian? Membuat gadis kecil menangis dan menggantungkan bonekanya diatas pohon, oh! Jangan lupakan perkataan kasar kalian, apakah itu pantas diucapkan oleh anak berumur 14 tahun?

Bahkan perkataan kasar tersebut hanya pantas keluar di mulut orang dewasa, tetapi tak sepantasnya anak dibawah umur melontarkan kata hinaan seperti itu, bahkan untuk orang dewasa sekalipun.

A LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang