Luka

16 5 6
                                    

Laisal tengah bermain, sendirian hanya dengan boneka barbie kesayangannya. Di taman yang sepi ia tertawa bahkan berbicara, walau tak dapat dimengerti apa yang ia sedang obrolan dengan bonekanya tersebut. Yang pasti, Laisal tengah larut dengan dunianya sendiri, dunia yang hanya dapat ia masuki seorang diri. Tak ada yang bisa, hanya Laisal seorang.

"A,... Aku suka!"

"Hahaha!"

Di ciumnya boneka tersebut, di peluknya mainan kesayangannya tersebut. Tertawa bahagia ia pancarkan, dalam kesendirian ia bahagia. Dalam kekejaman dunia ia berusaha, menginginkan sebuah teman itulah harapan kecil Laisal. Namun, pada kenyataannya tak ada seorangpun yang mau menjadi teman Laisal. Laisal aneh, Laisal idiot, Laisal autis, mereka menjauhi Laisal karena bodoh. Walau pada kenyataannya Laisal hanya berbeda, dan ia istimewa. Setidaknya itu penanda, bahwa Laisal berbeda dengan keistimewahan yang ia miliki. Tuhan adil.

Dalam kesendirian tersebut Laisal tak merasakan kesunyian, walaupun terkadang ia selalu termenung, mengeja apa arti dari sebuah teman. Yang hinga saat ini belum pernah ia rasakan, sekalipun tak pernah.

"Na, eun? Nari! Hihihi,"

Laisal masih terbata dalam berbicara, terlalu sederhana sehingga banyak kata yang tak ia mengerti, dan hanya ucapan singkat yang mampu Laisal lontarkan. Terkadang, Laisal mematung, berfikir lama hanya untuk mengutarakan sebuah keinginan kecilnya. Dan terkadang, Mamah juga Papah merasa khawatir akan perkembangan Laisal dalam berkomunikasi, terhambat. Tetapi, mereka sabar, dan selalu menuntun Laisal, mengajari setiap kata juga arti dari kata tersebut.

Hingga satu kata yang membuat Laisal bertekad, dan memberanikan diri berbicara terhadap mereka yang ingin Laisal sebut sebagai teman. Teman. Ya, kata tersebut yang memberanikan Laisal, yang menjadi cambuk semangat untuk mencari teman. Walaupun hanya satu, Laisal sungguh sangat senang. Tetapi, kapan Laisal akan mendapatkannya?

Entah sudah berapa lama Laisal bermain dengan boneka tersebut, yang pasti hari sudah beranjak siang dan matahari kian meninggi. Walaupun terik, tetapi tak menyurutkan Laisal untuk sekedar bermain di tempat teduh, yang ia lakukan sekarang tengah bermain ayunan dengan boneka barbie di ayunan sebelah kirinya.

Sungguh pemandangan yang sangat memilukan, tertawa dalam kesendirian, walau pada kenyataannya Laisal sungguh kesepian. Hanya boneka yang ia jadikan tempat bercerita, merangkap menjadi teman ia bermain. Tak nyata, bahkan tak bernyawa, tetapi mampu membuat Laisal tertawa.

Mamah kadang menangis jika menyaksikan Laisal yang tengah bercerita terhadap bonekanya, dalam bahasa Laisal yang sederhana. Kosakata Laisal sangat terbatas, bahkan ia akan tertawa terbahak hanya, ketika mendengar dirinya bergumam tak jelas dengan bonekanya tersebut. Seolah, ia tengah menceritakan lelucon lucu, terhadap sang teman yang sangat ia inginkan.

Bahkan, Papah berpikir terlalu jauh menerawang masa depan Laisal, membuat dirinya bimbang. Akan kah ada seseorang yang mencintai Laisal tanpa memandang fisik? Akan kah Laisal kecilnya tumbuh dan berbahagia dengan orang terkasihnya? Akan kah mereka sanggup melepas Laisal kesayangan mereka, terhadap mempelai pria saat pernikahan nanti? Akan kah semua itu menjadi kenyataan?

Mungkin tidak sekarang, tetapi suatu saat nanti siapa tahu saja harapan Papah tersebut terkabul.


_
___


Rumah besar tersebut kini terasa sepi, kosong seperti tak berpenghuni. Sangat sunyi, bahkan waktu belum menginjak malam hari.

Di taman belakang rumah tersebut, terdapat sosok wanita dewasa yang tengah menangis, terlihat kusut dengan make-up yang berantakan. Bahkan, maskara yang ia kenakan luntur, menyisakan jejak hitam air mata mengalir mulus membasahi pipinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang