4

5.5K 740 9
                                    

R E S I S T A N C E


"Kau kenapa?"

Yang bertanya hanya Chan, tapi seluruh pasang mata kompak menatapnya.

Jihoon mengangkat kepalanya dan buru-buru menggeleng ribut saat menyadari ia menjadi pusat perhatian.

"Aku tidak papa, semuanya lanjutkan makan kalian." ujar Jihoon.

Setelah dirasa semuanya fokus ke makanannya masing-masing, Jihoon menyikut Chan yang masih setia menatapnya.

"Apa memangnya aku kenapa?" Jihoon mendengus sebal. "Kalau bicara jangan terlalu keras. Kebiasaan burukmu, huh."

"Ya lagian kau tidak memakan makananmu daritadi. Seorang yang tidak tahan lapar malah tidak menyentuh makanannya? Apa aku salah jika bertanya, Hyung?"

Jihoon berdecak sebal. Susah mengelak dari bocah 18 tahun yang baru memasuki masa puber seperti Chan ini. Terlalu kritis sampai Jihoon mengira Chan ini titisan cenayang.

"Lihat, aku sampai merinding mendengar celotehanmu barusan." cibir Jihoon sembari menggulung lengan hoodienya sampai siku. Memperlihatkan bulu tipis di tangannya yang sebenarnya tertidur sempurna.

Chan tahu Jihoon sedang menggodanya. Makanya remaja puber itu tidak menanggapi.

"Aku cuma merasa lelah sekali hari ini, Chan. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku." ucap Jihoon sembari mengacak-acak rambut Chan sampai benar-benar berantakan.

"Hyung! Menjauhlah!!"

Chan terus mendorong Jihoon yang masih belum puas mengacak rambutnya.

"Yak, rambutku!!"

"Dasar bocah puber!"




R E S I S T A N C E






Jihoon hari ini kalah.

Saking lelahnya hari ini, ia sampai tidak memiliki tenaga untuk melawan Seungcheol.

Alhasil dia sekarang di sini. Di mobil milik pembawa acara tersohor dengan Jeonghan yang mengemudikannya.

"Makan dulu, ya?"

Seungcheol dengan riang bertanya demikian. Siapa yang sangka ia berhasil membujuk Jihoon pulang bersamanya.

Meskipun 80% nya atas jerih payah Jeonghan.

Tapi ia tetap merasa bangga dengan hasil jerih payahnya selama ini mengajak Jihoon pulang bersama.

Bukan apa-apa, ia hanya ingin Jihoon sampai rumah dalam pengawasannya.

"Oh? Kau ingin makan dulu, Hyung? Baiklah, kau bisa turunkan aku di perempatan depan sana."

Jihoon sudah bersiap segera turun tapi Jeonghan tidak berniat memelankan laju mobil.

Seungcheol yang sudah was-was kembali sumringah melihat Jeonghan kali ini berada di pihaknya tanpa ia minta.

"Aku kan mengajakmu, Ji."

"Aku sudah makan bersama kru yang lainnya tadi, Hyung."

"Bohong. Kau tidak makan."

"Sok tahu, aku makan!"

"Tidak, aku tahu kau beneran tidak makan."

"Tidak! Aku mak–"

"Silakan turun, Tuan-Tuan sekalian." potong Jeonghan lalu terdengar suara
kunci pintu mobil yang terbuka.

Jihoon mengatupkan bibirnya dengan alis yang menukik tajam. Ia melihat keluar jendela dan bangunan restoran terlihat jelas di depan mereka.

Sedangkan Seungcheol ber-hi five ria dengan managernya itu.

"Chan yang bilang padaku. Makanlah, malam ini kau masih harus lembur kan?"

Jeonghan berucap lembut agar Jihoon menuruti perkataannya.

Dan memang benar ampuh. Pemuda mungil itu menghela napas dengan keras sebelum keluar dari mobil.

"Lain kali aku harus memberi Chan pelajaran." gumam pemuda mungil itu saat Jeonghan menggiringnya masuk.

"Jangan kasar seperti itu padanya. Dia hanya tidak ingin kau sakit, Ji."

Seungcheol merangkul Jihoon sembari mengekori Jeonghan memasuki restoran sederhana.

"Makan yang banyak. Jangan buat aku khawatir."



R E S I S T A N C E





Jihoon sampai apartmentnya tepat pukul setengah sepuluh malam.

Ia terus memegangi perutnya yang terasa begitu penuh karena ulah Chan.

Berkat pemuda itu, Seungcheol kalap memesan apapun agar Jihoon bisa makan.

Berakhir dengan perutnya yang membucit saking banyaknya makanan yang masuk ke sana.

Jihoon menghela napasnya setelah menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidurnya.

Selain lelah, dirinya yang tidak nafsu makan seperti ini karena suatu hal yang bersarang di kepalanya.

Diambilnya kartu nama dari kantung hoodienya.

Nama Hoshi tertera di sana. Ia jadi terus menerus memikirkan perkataan dari manager artis itu.

Jihoon memang bukan tipe orang yang peka dengan keadaan sekitar.

Namun, ia tahu betul kalau secara tidak langsung Jisoo, manager Hoshi yang baiknya minta ampun itu, sedang memintanya untuk menggantikan posisinya.

Dilihat dari caranya ia berbicara panjang lebar mengenai permasalahannya sekarang.

Jihoon yakin Jisoo bukan tipe orang yang dengan mudahnya mengumbar masalah pribadi, terlebih tentang artis yang ia urus, jika tidak ada tujuan tertentu.

Jihoon bingung.

Di satu sisi ia sangat ingin membantu Jisoo. Namun di sisi lain, ia benar-benar menghindari posisi sebagai manager seperti itu.

Mengurus dirinya saja merepotkan, apalagi mengurusi orang lain.

Tapi jika bukan dirinya, bagaimana ia bisa mencarikan seorang manager untuk artis yang sedang naik daun itu? Bukan sembarang orang bisa lolos dengan mudahnya dari kriteria Jisoo.

Jadi apakah Jihoon sudah lolos dan memenuhi seluruh kriteria yang Jisoo inginkan?

Begitu asik dengan pemikirannya, tanpa sadar Jihoon terlelap sembari menggenggam kartu nama Jisoo.

Beberapa belas menit kemudian ponselnya bergetar. Menandakan ada sebuah pesan beruntun yang masuk ke ponselnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




R E S I S T A N C E

resistance ;soonhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang