Memendam Rasa

8 0 0
                                    

Rama

Ada hal-hal yang tak perlu diungkit kembali, seperti halnya kamu mengingat Esha...

Sejak menjadi partner herbarium itu, aku merasa benar-benar baru mengenalmu, Izzi.

Kemana saja aku selama ini? Di kelas aku hanya menjadi makhluk yang berlalu lalang didepanmu tanpa arti. Aku pun mengetahui kamu tengah -hampir- dekat dengan anak kedokteran gigi itu.

Hanya saja... Aku berpura-pura bodoh. Aku berpura-pura tidak mengerti ketika kamu tiba-tiba menyempilkan sebuah cerita tentang ilmu periodontologi disela-sela tugas herbarium kita yang tidak ada sama sekali kaitannya.

"Periodo..dodoli? Hah apa tuh? Makanan? Hahaha" aku berpura-pura bodoh. Supaya kamu berhenti bercerita. Berhenti dan tidak melanjutkan ceritamu tentang ilmu periodontologi itu. Padahal aku tahu...

Akupun tahu saat kamu sedang mengurus lembar pengesahan ke arah dekanat rumpun kesehatan, dan tiba-tiba tercengang sebentar melihat Esha dan Nisa di ruang diskusi itu. Kamu mungkin bisa menyembunyikannya dari orang lain, tapi tidak dariku. Saat itu aku kenal betul perubahan wajahmu, Zi. Hanya saja aku tetap berpura-pura...

Bagiku berpura-pura itu akan lebih menyenangkan. Biarkan kamu mengganggapku seperti orang bodoh. Kau tahu? Aku sebenarnya benci....

***

Nisa

Ini rasanya seperti mitos. Saat kau sudah benar-benar tidak berharap, yang kau harapkan justru datang...

Aku semakin bingung dengan Esha. Jelas-jelas dia menyukai Izzi, tetapi kenapa malah dia sekarang mendekatiku? Dulu, aku memang sempat terkagum denganmu, Sha. Tetapi itu dulu...hal itu sudah ku kubur dalam-dalam. Bagiku, sahabat akan tetap menjadi sahabat. Dan tidak akan pernah lebih...

Aku tahu saat itu kau tengah mengajakku ke ruang diskusi lobi rumpun kesehatan hanya karena kau ingin membuat Izzi cemburu, benarkan?

Hei Esha! Aku sudah mengenalmu lebih dari 7 tahun. Aku sudah tahu gelagatmu dari sejak SMP hahaha. Dulu aku sempat berpikir, aku bisa mengenalmu lebih dari 7 tahun, hingga saat ini kita masih satu jurusan yang sama, mungkinkah kita jodoh? Pikiran liar itu kini telah terusir. Akupun masih ingat, dulu kau sangat bersikeras bercita-cita ingin menjadi Dokter Ahli Bedah Toraks. Hingga akhirnya... Aku berhasil menyeretmu masuk ke jurusan ini. Selamat masuk ke kandang macan! Eh nggak deng...kamu masih bisa jadi dokter bedah kok, dokter bedah mulut dan gigi.

Seperti yang selalu kau ucapkan, "Setiap orang itu punya jalan masing-masing, dan rezeki setiap orang tidak akan tertukar..."

***

Izzi

Tunggu! Apakah Rama mengetahui kedekatanku dengan Esha? Semoga saja tidak...

Untung saja dia nggak ngeh saat aku kelepasan bercerita periodotonsia. Rama itu sosok ramah yang enak diajak bicara. Tutur katanya santun. Mungkin karena dia keturunan Yogyakarta, yang lenggok bahasanya halus.

Aku ingat betul cerita dia, saat ia mengaku kakek buyutnya itu saudaranya anak keponakan Sultan Hamengkubuwono VII Kesultanan Yogyakarta. HAHAHA.

Akupun tertawa terpingkal-pingkal puas sekali! Membayangkan dia memakai topi blangkon batik itu di kepalanya. Nggak banget... Ku pikir dia sedang membuat lelucon, saat berkata kakek buyutnya itu saudaranya anak keponakan Sultan Hamengkubuwono *pusing gak sih*.

Intinya, dia keturunan ningrat, yang katanya pasangannya nanti juga harus dicarikan keturunan ningrat juga. Entah itu cucu adiknya kakek buyut sepupu pamannya atau cucu dari ibunya keponakan sepupu kakek tiri atau apalah itu mboh dari Sultan Hamengkubuwono..er... yang entah ke berapa. Jika aku keturunan ningrat, akupun menyukai dia. Tapi untungnya bukan. Haha ngawur! Bicara apa sih zi.

Menghindar...

Mungkin hanya itu yang hanya bisa aku lakukan pada Esha. Beberapa kali dia mengajakku untuk rapat baksos rumpun kesehatan untuk periode berikutnya, aku selalu mengelak dengan alasan sibuk. Sibuk tugas khusus, sibuk acara BEM, sibuk praktikum. Selalu, Salsa yang menggantikan. Padahal aku sendiri tidak bermaksud untuk lari dari amanah.

Hanya saja... Aku malas jika yang lama terungkit kembali. Ah apakah caraku ini salah?

Lagipula aku hanya sedang menghindari sesuatu yang tidak boleh terjadi...

***

Esha

Ada hal-hal yang tidak mungkin kau lewatkan bersama seseorang tanpa kau menjadi dekat dengannya..

Bertemu di satu kampus yang sama setiap hari, mungkin salah satunya. Terlalu sering bertemu membuatmu merasa dia sudah menjadi bagian dari dirimu.

Aku tidak pernah bisa melupakan Izi. Bagaimana pula caranya bisa melupakan Izzi jika setiap hari kami bertemu di kampus gedung bersebelahan? Satu Fakultas Rumpun Kesehatan pula. Kalau saja aku bisa membalikkan waktu, aku memilih untuk tidak menghadiri forum rumpun kesehatan itu. Atau... meng-undo harapan untuk pernah satu home group baksos dengannya.

Akupun semakin merasa bersalah pada Izzi. Saat mengetahui kebenaran...bahwa Rama itu hanyalah partner herbarium. Ku akui, saat itu aku berlebihan. Tak semestinya saat itu aku mengaku kalau Nisa itu gebetanku. Padahal jelas-jelas aku dan Nisa tengah berkawan lama, sejak SMP. Wajar saja kalau terlihat dekat. Sekarang, entah dimata Izzi aku seperti apa... Mungkin Reksa Novaretsa versi dia adalah sebuah layangan, seseorang yang senang menarik ulur perasaan orang lain. Bukan begitu, zi!

Aku hanya khawatir dengan Izzi. Akibat sifat introvert ini, aku selalu tidak pernah berani berterus terang, bahkan untuk sekedar "memancing" saja, tidak berani...

***

Rama

Kini, situasi itu tak bisa ku hindari...

Saat itu kantin tengah penuh sekali. Aku memaksa Izzi untuk pergi ke kantin lantaran belum sempat sarapan, sekalian rapel makan siang sebelum grasak-grusuk praktikum analisis bahan baku farmasi yang menguras ratusan ribu joule energi lanjut tugas herbarium di lab.farmakognosi hingga petang.

"Mas, gudeg ayamnya 1, chicken fillet 1 ya..."

"Duduknya dimana, Mas?"

"Disebelah sana palingan...." Ucap Rama sambil menunjuk pojokan kanan.

Saat itu hanya tersisa dua kursi lagi dari 4 kursi yang ada, dan cepat-cepat Rama mengetagkan tempat.

Ternyata sisa dua kursi itu...Esha dan Nisa.

"Hai, Rama...." Ucap Nisa kikuk

"Boleh gabung kan ya? Penuh banget nih kantinnya...kita gak lama kok. Mau buru-buru praktikum lagi soalnya"

Izzi pun terkaget saat tempat yang didudukinya itu ternyata satu meja dengan Esha. Oke. Aku tidak bisa mneghindar lagi. Kalau aku pergi sekarang, keliatan banget lagi menghindarnya....

Esha dan Izzi hanya saling sapa dan senyum. Titik. Hanya sampai situ. Tiba-tiba, Esha memulai segalanya...

"Rama, deket sama Izzi ya? Cocok tau..."

Esha menatap mata Rama. Mencari sedikit celah disana. Semua orang pasti berusaha mencari kejujuran dari mata lawan bicaranya.

Tapi Nisa sebaliknya. Dia berharap ada kebohongan disana... Apaan sih si Esha ini, jelas-jelas dia suka sama Izzi. Sok-sokan jodohin orang yang dia suka ke orang lain, yakin deh padahal dalam hati gondok banget..

Rama menyahut dalam hati.... "Lu suka sama Izzi kan? Ngaku! Ngapain sok jodoh-jodohin gue ke dia, coba?"

GILA! Mereka semua sudah gila!

***bersambung

Esha & IzziWhere stories live. Discover now